bc

My Tutor, Please, Love Me

book_age16+
713
IKUTI
3.7K
BACA
family
goodgirl
student
drama
sweet
small town
first love
school
weak to strong
punishment
like
intro-logo
Uraian

Anak usia tujuh tahun harus menerima kekerasan fisik dan verbal sampai usianya menginjak delapan belas tahun. Dialah, SOFIA ANOUK tumbuh dengan gelimang harta sejak kecil.

Akan tetapi, Sofia menderita hidup belasan tahun bersama monster penghancur mental. Tanpa tutur lembut. Apa lagi sentuhan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Ibunya super kasar, sementara sang ayah menghilang.

"Sesekali aku ingin merasakan Mama mengelus pucuk kepalaku ...."

"Sesekali aku ingin ditatap hangat oleh Mama ...."

Satu rangkaian kejadian di tepi danau berefek besar pada perkembangan mentalnya ketika remaja. Trauma mendalam. Ia membutuhkan bahu-bahu Lain untuk bersandar.

**

BAHU LAIN

Ia ingin MENIKAH MUDA demi lari dari keotoriteran ibunya.

Harapan ibunya, MIA ANOUK, si anak bisa menjalani Tes Akademik Medis Jurusan Kedokteran.

Jelas. Hal itu menyulitkan hidup Sofia. Kemampuan otak Sofia bukan di bidang Akademik. Semasa kecil pun ia kesulitan memahami pelajaran, karena efek TRAUMA berat yang bergentayangan di pikirannya.

Mia tidak mau tahu. Tidak percaya apa itu trauma. Ia merasa sudah memberi fasilitas ini itu. Seharusnya Sofia bahagia.

Akhirnya, Mia membayar mahal Guru Les Privat, ALIF ABDULLAH, supaya membimbing si anak gadis lolos seleksi se-Indonesia. Lelaki super cerdas, berpendidikan strata dua, sekaligus anak keturunan Kyai Ternama di Pulau Jawa.

Dan ... Tampan.

Alif bukan hanya sekedar guru pada umumnya. Visi hidup akhirat lelaki berjambang tipis, yaitu menggerakkan para siswa siswinya supaya dekat dengan Allah Ta'ala.

Sofia jatuh cinta. Tetapi, bagaimana bisa Alif jatuh cinta. Gadis itu mandi saja jarang, solat tidak pernah, ngaji apa lagi. Ditambah mukanya penuh jerawat.

Ia ingin dicintai, tetapi merasa tak layak dicintai. Bagaimana Sofia menemukan jalan terang untuk hidupnya?

Temukan di cerita saya, ya ...

❤️

NB from Author :

Segala bentuk kata-k********r, sikap tidak etis dalam cerita ini. Murni hanya sekadar mencontohkan tokoh berkarakter Antagonis. Bukan bermaksud memberi contoh buat para pembaca.

Thank You ...

chap-preview
Pratinjau gratis
Jatuh Cintanya Si Kumal
Tulungagung, 2010, sebuah kota kecil di Jawa Timur. Dari postingan-postingannya, kayaknya dia beneran cari istri salehah Dia pernah bikin tulisan, yaitu cari pasangan ndak perlu cantik, yang penting baik. Aku, kan, baik. Iyo, to? Aku ndak pernah niat jahatin orang. ISTRI IMPIAN By. Napoleon Tak ada keindahan dari semua perhiasan dunia, selain deru imanmu, Wahai manusia anggun yang kusebut istri salehah … Dunia boleh membelai mata ini sembari menawarkan berbagai pernak-pernik bak hidangan prasmanan pemuas hawa nafsu. Akan tetapi, menundukkan gejolak nafsu mematikan akal. Kaki melangkah, jari jemari kita saling bertautan, sepanjang ibadah dunia bersamaan menuju ke Jannah-Nya .... Bumi Tuhan, 2010. ... Layar ponsel ikut mengkilap akibat usapan tangan Sofia dari aktifitas menggaruk-garuk pipi lembabnya. Produksi minyak selalu berlebih. Kulit kemerahan akibat iritasi, serta jerawat sebesar jagung menyebar hampir ke seluruh penjuru muka. Tubuhnya masih dimanjakan oleh kasur empuk super lebar. Pembaringan itu berdiri kokoh di antara dinding yang berhiaskan foto-foto bersama keluarga. Jam menyentuh angka sebelas siang, tetapi kedua bibirnya masih mengatup. Maklum, belum gosok gigi. Sorot mata Sofia masih fokus pada baris demi baris puisi yang ditulis oleh Napoleon--seorang lelaki yang dihubungi sebulan terakhir secara online. Binar mata bahagia terpancar beradu dengan senyuman kecil. Mereka disatukan melalui aplikasi berlogo biru. Tangan gadis muda juga memegang ujung kertas foto berukuran 4x6 sentimeter. Sering, ia berkhayal memeluk erat d**a bidang milik seorang pria di foto tersebut. Lebih tepatnya memeluk Napoleon. Janggut tipis beradu kulit putih kemerahan bak artis Turki meruntuhkan hati wanita mana pun. Badan tegap seperti tentara, pasti bisa melindungi siapa pun yang bernaung. Sofia mengembangkan senyum berkali-kali. Ponsel berdenting. Sofia melanjutkan chat membalas pesan Napoleon. Mereka sudah saling berbalas pesan selama satu jam lalu. Bahkan, semalam saling bertelepon hingga larut. [Ukhti bilang, dirimu buruk rupa? Bagi saya, kamu tetap cantik. Belum pernah saya temui wanita setulus kamu. Cantik yang terpancar dari hati ...,] ucap Napoleon. Sofia tersipu diikuti semu kemerah-merahan di pipinya. Ia seperti melambung tinggi ke langit biru. Bahkan, matanya berkaca-kaca karena terharu atas ucapan Napoleon. Ada seorang pria yang memuji fisiknya. Masyaallah. Padahal, teman laki-laki sepergaulan sudi mendekati Sofia bila ada maunya saja. Misal minta ditraktrir sesuatu. Dia orang pertama yang bilang aku cantik di planet ini. Oh, My God! [Mm, makasih. By the way, itu bilangnya dari hati?] tanya Sofia memastikan, serta tak sabar menunggu balasan. [Dari hati, Ukhti. Sudah sering saya bilang. Bahwa saya memang tertarik sama kamu. Kamu istimewa, baik hati, nggak aneh-aneh. Saya ingin segera bertemu ibumu untuk melamar,] ungkapnya. DEG! Mata Sofia seolah-olah melompat dari tempatnya. Jawaban Napoleon ternyata sesuai harapan. Gegas, gadis berambut gimbal mengambil posisi duduk dari merebah. Ia mendekatkan layar ponsel lima sentimeter ke wajah, berulang memastikan Napoleon tidak salah ketik. Jantungnya bak ditabuh berkali-kali. "Apa? Dia mau melamar? Serius, aku mau nikah sama orang sesaleh bin ganteng ini?" Sofia menggaruk-garuk rambutnya yang super gatal. Maklum, hampir tiga minggu tidak keramas. “Wah, pasti bahagia banget seatap sama dia. Engga ada yang marah-marahin aku. Iya, kan, Ling?” tanya Sofia kepada guling kelinci kesayangannya. Sofia menjeda sejenak, ia mengatur kata dan rasa untuk membalas pesan lagi. Ia masih larut dalam gelora asmara menggelegar dalam d**a bak api yang melahap kardus-kardus jumbo. ... [Sebelumnya makasih, Akhi. Aku bingung mau ngomong apa. Aku seneng bangeeet,] ucap Sofia sembari memeluk erat guling kelinci kesayangannya. [Ya, udah siap-siap, gih. Kita jadi ketemuan, kan, Ukhti Sayang. Dimana?] tanyanya dibubuhi emoticon kiss. Sofia tersipu sembari menekan-nekan d**a. Ia memastikan jantungnya tidak lompat. Telapak tangan si gadis dingin, karena grogi. Mirip orang demam panggung. Ia belum pernah sebahagia ini. [Oke. Cari yang dekat rumah aja, ya, Akhi. Biar mamaku ndak curiga,] jawab Sofia. [Ok! Di Kafe Robusta aja, ya. Jangan lupa dandan yang cantik, Ukhti Sayang!] [Ok, Akhi!] Sofia membatin. Dandan? Bedakan saja tidak pernah. Sekadar bedak bayi pun BIG NO. Berawal, Sofia sering memberi dukungan like, serta beberapa komentar di status-status berbau motivasi Islami milik Napoleon. Hampir setiap hari update. Beberapa kali, gadis berkulit kuning langsat mengirim inbox untuk menanyakan bagaimana cara membuat puisi yang bagus. Napoleon menanggapi dengan sangat baik. Dari situ perbincangan mereka mulai dekat, bertukar nomor w******p, bertukar foto, saling menelepon satu sama lain, saling berbagi cerita lebih dalam. Tak ada yang kebetulan, Napoleon berasal dari Tulungagung. Sama seperti Sofia. Bedanya, lelaki misterius itu berasal dari Desa Patuk, sedangkan rumah Sofia termasuk kabupaten kota. Mungkin saja mereka memang jodoh. Pekerjaan utama si lelaki yaitu penjaga warung kopi milik sepupunya. Status sosial mereka sangat jauh, tetapi menurut Sofia tidak masalah. Saling mencintai sudah cukup untuk membangun rumah tangga. Tidak perlu harta, jabatan, rupa atau apa pun. Kelembutan, keramahan, serta perhatian tak luput diberikan Napoleon untuk Sofia setiap detik. Enam bulan sebelum tes-tes perguruan tinggi dimulai merupakan masa melegakan menurut gadis bertubuh mungil. Benar saja, UAN membuat otot-otot kepala mengencang. Aktifitas rebahan tanpa disibukkan huru-hara jam sekolah baginya surga dunia. Ia tak terlalu memikirkan tentang kuliah, meskipun ibunya, Mia, berulang kali mengungkapkan ingin membiayai pendidikan seusai SMA. Pikir Sofia, ingin menikmati waktu tunggu ini sejenak. ... "Sofia!" Suara lantang Mia melengking seperti ringkik kuda lepas kendali. Jelas pemilik nama yang dipanggil terkejut. Gegas, gadis berpiyama kuning bangkit dari rebahan diikuti tendangan selimut ke sembarang arah. Kemudian, menyembunyikan foto Napoleon di bawah bantal dengan buru-buru. "Iyaa, Ma!" teriak Sofia sembari berlari ke arah sumber suara. “Sebentar, Mamaku. Ini lagi jalan ke sanaaa!” "Sini kamu!" jerit Mia. Tak lama kemudian, gadis itu menjulang di depan wanita paruh baya. Ibunya tengah membolak-balikkan majalah fashion dengan santai. Sejenak, deru sepeda motor melintas. Suaranya berhasil memisahkan interaksi mereka. Sofia mengucek kelopak mata, barangkali ada belek di sana. "Baru bangun kamu?" tanya Mia datar sembari menyamankan punggung di sofa. "Iya, Maa," jawab Sofia sambil mengamati Mia yang mengubah posisi dari duduk ke berdiri. PLAK! Tiba-tiba bagian pingir majalah bertekstur keras, mendarat di kepala Sofia. "Aduh!" seru Sofia sambil mengusap-usap kepala, muncul kejut nyeri seperti disetrum. "Sakit, Maa," gumam Sofia sembari mendengkus kesal. "Gimana mau nikah. Jam segini baru bangun!" seru Mia sambil menatap sinis. Mia melenggang ke area ruangan lebih dalam. Tak peduli gumaman Sofia akibat keisengannya. Sofia masih terpaku di dekat ujung meja ruang tamu. Ya, Mia memang pernah menolak mentah-mentah usul Sofia tentang menikah tepat setelah lulus SMA. Alasannya masuk akal. Mia melihat Sofia belum siap mengarungi bahtera rumah tangga. Belum sukses materi seperti dirinya. Lima belas menit kemudian, Sofia menghampiri sang ibu yang sedang menekan-nekan gelungan handuk putih di kepala. Habis mandi. Gadis berambut panjang membawakan secangkir kopi s**u untuk Mia diikuti debar jantung tak beraturan. "Ma ...." Sofia meletakkan sangat pelan secangkir teh hangat di atas meja. Manik cokelat Mia bergerak cepat ke arah Sofia. "Apa!" serunya ketus. "Tumben bikinin minuman!" seru Mia sembari melirik sinis cairan cokelat muda yang tak bersalah itu. "Biar hati Mama senang. Kan, Sofia sayang sama Mama ...," sahut Sofia sambil menatap sang ibu penuh kasih. Sofia menggeret pelan kursi meja makan. Ia memberi jarak untuk tubuhnya agar bisa duduk berdampingan. "Ma, boleh Sofia ke Kafe Robusta hari ini," ungkapnya sambil tersenyum lebar. "Ngapain?" tanya Mia ketus. "Ketemuan sama Clara, Ma. Mau ngobrol-ngobrol aja. Habis UAN, kan, lama ndak ketemu. Jadi, yaa, kayak temu kangen gitu, hehe. Boleh, ya, Maa," rayu Sofia. "Bener?" "Iyo, Maa," sahut Sofia. "Zuhur balik!" seru Mia sambil melirik jam mahal yang melingkar indah di pergelangan. "Awas! Jangan aneh-aneh!" "Iya, Ma. Mama mau ke mana hari ini?" tanya Sofia. "Emang penting ngasih tau?" Mia berlalu meninggalkan meja makan tanpa memandang Sofia. Bibir gadis itu mengerucut. Sofia menghela nafas lega setelah mendapat izin. Suasana hatinya membaik, walaupun sempat diejek. Ia membayangkan bertemu Napoleon. Pertama kali saling berjanji dengan lawan jenis. Sofia bergegas menuju ke kamar untuk bersiap-siap. Lima menit kemudian Sofia keluar. Gadis itu berdiri tepat di pintu kamar. Ia mengenakan kaos merah dibalut oleh jaket kain abu-abu. Entah kapan terakhir dicuci, baunya apek. Tak lupa dipadu celana kain berwarna hitam polos kebanggaan. Rambut lepek, serta abai dengan kulit muka berminyak. Tak sengaja Mia melintasi area depan kamar. Ia berpapasan dengan Sofia. Mia menoleh ke anaknya. "Udah mandi?" Wanita berbusana blouse putih dipadu celana jeans mengamati penampilan Sofia. Sofia menggeleng. Senyumnya tertahan. "Pantes kamu nggak pernah punya pacar! Lah, wong penampilanmu udik bin jorok kayak gitu!" hardik Mia sambil menunjuk busana Sofia. Sofia hanya menghadiahi senyuman. Ia salah tingkah. "Ndak apa-apa, Ma, aku udik. Yang penting Mamaku cantik, hehe," goda Sofia seraya mencolek lengan Mia. Mia berlalu ke arah lain. Tetapi entah mengapa beberapa kalimat Mia meninggalkan bekas di hati Sofia. Berhasil memenuhi kepala Sofia dan turun sampai menembus kalbu. Seolah-olah hatinya diiris belati tajam. Sebenarnya, Sofia ingin merawat diri seperti sang ibu, tetapi rasa putus asa mendominasi. Sofia menarik nafas, lalu membuang pelan. "Aku emang ndak bisa dandan kok,” gumamnya. Bak bumi dan langit, Mia seorang pengusaha sukses yang bergerak di bidang kosmetik. Jelas, penampilan mengikuti pola pekerjaan sehari-hari. Wajah glowing terawat sempurna hasil racikan klinik-klinik kecantikan dan postur tubuh langsing hasil bentukan olahraga rutin. Tidak terlihat usia 40 tahun. Ditambah aura cerdas serta percaya diri yang terpancar. Sering, Mia menyuruh anaknya berdandan, belajar bersihkan diri, dan lain-lain. Ia sedih menyaksikkan Sofia hidup tak beraturan seperti itu. Akan tetapi, butuh kesabaran ekstra mendidik anak remaja. Masa-masa ego lebih mendominasi, bahkan dia sendiri sering kehilangan kesabaran.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.6K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.3K
bc

TERNODA

read
198.5K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.0K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
51.8K
bc

My Secret Little Wife

read
132.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook