Aku benci kamu

1323 Kata
“Bagaimana dengan keadaan Chacha Dokter.” Tanya seorang gadis. Suara itu seketika membangunkan Chacha dari tidurnya. Suara gadis itu, seperti tidak asing lagi ditelinga Chacha. jika tidak salah mengira itu adalah suara Risa. Sahabat dekat, sekaligus kekasih baru sang mantan. Hah! Apa-apaan gadis itu datang menjenguk? Apakah untuk menertawakan kehancuran sahabatnya sendiri? Tidaklah itu sungguh kejam. Cih. Chacha mencibir dalam hati. Luka yang baru sedetik terlupa olehnya itu seketika terasa perih kembali. Wanita itu meringis meratapi nasip cintanya sendiri. Sambil kedua tangannya meremas kuat sprei berwarna putih yang melapisi kasur, tempatnya terbaring. Seolah melampiaskan seluruh amarahnya disana. “Dia tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.” Jawab suara berat seorang cowok, yang sepertinya juga tak asing lagi ditelinga gadis tersebut. “Tapi kok, pasien dari siang tadi nggak bangun-bangun ya Dok?” Tanya gadis itu lagi dengan nada penuh kekhawatiran. Ah benarkan dia sungguh khawatir. Atau hanya pura-pura saja. Bukankah seperti itu wajah-wajah pengkhianat dari depan terlihat baik. Namun, menusuk dari belakang. Chacha tak percaya, rasanya gadis itu ingin segera bangun dan mencakar wajah cantik Risa. “Dari hasil pemeriksaan, pasien sepertinya mengalami tekanan darah rendah akibat kurangnya istirahat, atau stress berkepanjangan, yang mengakibatkan daya tahan tubuhnya melemah. Dan pastinya, akan mudah sekali terserang penyakit. Jadi, sengaja saya menyuntikkan obat tidur pada pasien, supaya bisa beristirahat dengan baik. Dan saya rasa sebentar lagi pengaruh dari obat itu akan segera habis. Kalau pasien sudah bangun, jangan lupa untuk memberinya makan.” Tutur Dokter tampan itu menjelaskan. “Baik Dokter, kalau begitu silahkan dilanjutkan.” Kata Risa mempersilahkan, setelah itu gadis itu mundur beberapa langkah memberikan ruang yang cukup untuk sang Dokter memeriksa pasiennya dengan leluasa. Selang beberapa menit kemudian rangkaian pemeriksaan yang dilakukan Dokter Rayyan selesai dilakukan. Mulai dari pemeriksaan detak jantung, tekanan darah, juga perkembangan Chacha yang terus membaik. Dokter tampan itu sedikit tersenyum ketika menemukan kejanggalan dikedua bulu mata pasien yang terlihat bergetar. Juga tangan gadis itu yang meremas kuat sprei beserta ujung jas putih yang dikenakannya. Dokter Tampan itu melirik sekilas pada gadis yang tampak sibuk memainkan gawainya di sofa panjang. Setelah itu kembali menatap wajah pucat, namun sikapnya cukup menggelitik perutnya. “Oh iya Dokter, kapan pasien bisa pulang?” Tanya Risa lagi, dari tempatnya kini duduk. “Mungkin besok atau lusa, kita tunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut lagi.” katanya lagi. “Kalau begitu saya permisi.” Pamitnya. Setelah itu, melepas secara pelan tangan Chacha diujung jasnya. Kening gadis itu seketika mengkerut. Mungkin baru saja menyadari, telah salah menggunakan bidang untuk melampiaskan kekesalan. Aduuh… Jadi yang dari tadi aku genggam itu apa? Gerutunya dalam hati. Duh. Gadis itu menepuk dahinya sendiri pelan, dalam angan. BRAAK!!! Chacha maupun Risa seketika terlonjak kaget mendengar bunyi benturan yang sangat keras antara pintu dan tembok disampingnya, bahkan tembok tersebut bisa dipastikan sebentar lagi akan roboh saking kerasnya benturan tersebut. Atau bahkan pintunya yang sudah copot. Waah… Merusak fasilitas namanya. “Kamu kenapa sih kal!!” seru Risa. Gadis itu tampak berdiri sambil melipat kedua tangannya didepan d**a. Kedua matanya terlihat melotot sempurna, menatap Haikal yang terlihat ngos-ngosan, seperti habis lari maraton puluhan kilo meter. “Kamu habis lari?” Tanya gadis itu lagi. Haikal terlihat mengelus dadanya. Menormalkan kembali detak jantungnya yang sudah bekerja berkali-kali lipat dari batas kenormalannya. Cowok itu sampai bernafas menggunakan mulutnya. Membuat Risa semakin geram, karena tak kunjung menjawab pertanyaan Risa, sang kekasih hati baru. “Kal!!!!” teriak gadis itu pada Haikal. Cowok itu hanya mengangkat tangannya sebagai tanda untuk menunggu sesaat. “Kamu ini kenapa sih? Kena serangan jantung.” Tebak Risa. Setelah nafas Haikal cukup normal cowok itu pun menjawab ucapan Risa. “Kamu sama pacar gitu amat sih Ris. Bukan nolongin, malah nyumpahin. Kamu mau aku mati muda.” Beonya, tak terima dengan tuduhan Risa. Hahahahaaa… Rasanya Chacha ingin tertawa sekeras-kerasnya. Sikap pasangan baru itu, cukup menggelitik perut. Boleh lah jadi hiburan. Oke. Untuk selanjutnya Chacha akan mendengarkan dengan seksama, adegan selanjutnya. “Lagian kamu juga. Aku tanyain dari tadi bukannya jawab, malah mulut kamu yang mangap-mangap.” Celotehnya. “Tau begini tadi aku video-in muka kamu, biar kamu bisa lihat tampang kamu yang kayak ikan.” Imbuhnya. Haikal, disamakan dengan ikan. Apa Chacha tak salah dengar. Hahahahaa… Gadis itu tak tahan lagi menahan geli diperutnya. Ia tampak menutup rapat bibirnya, agar tak sampai keluar kekehan tawanya. Nafas Haikal tampak sudah kembali normal. Cowok itu seketika berdiri tegak, mata elangnya terlihat semakin tajam dan menakutkan. Sudah bisa disamakan dengan pedang samurai yang siap menebas apapun didepannya. Namun, itu semua tak juga membuat Risa gentar. Gadis itu justru membalas serupa sorot mata Haikal. Tak kalah tajam. Tak heran jika suasana di ruangan Chacha malam itu berubah menjadi arena pertempuran sengit yang menegangkan. Ini kedua makhluk tega pada diam kenapa ya? Apa jangan-jangan mereka malah ngapa-ngapain lagi. Bisik Chacha dalam hati. Pikiran gadis itu sudah berkelana kemana-mana membayangkan yang tidak-tidak sudah terjadi diantara Haikal dan Risa. Kalau sampai benar mereka melakukannya disini. Aku tidak terimaa…. Teriak Chacha namun hanya dalam hati saja. Gadis itu tampak menggeraskan rahangnya, hingga timbul bunyi gemretak giginya. “Kamu tadi bilang apa? Aku kayak ikan? Maksud kamu apa?” tanya Haikal dengan suara tegas. “Aku ini cowok. Aku punya harga diri. Dan, asal kamu tau, ucapan kamu sudah ngerendahin harga diri aku. Memang, aku yang memintamu untuk menggantikan posisi Chacha dihatiku. Namun, bukan berarti kamu bisa seenaknya ngerendahin aku.” Tutur Haikal dan seketika membuat Risa bungkam. Bukan hanya gadis itu, namun Chacha juga. Dan bagi Chacha yang sangat menarik dari penuturan Haikal adalah kalimat dirinya lah yang memang memita Risa untuk menggeser posisinya. Sudah cukup, menusuk jantungnya dengan begitu keras. Gadis itu tak mau lagi mendengar. Kenapa kamu sekejam ini? Pekik Chacha dalam hati. Tak ada alasan lagi memang untuk Chacha mempertahankan cintanya. Haikal memang sudah tak menginginkannya. Gadis itu sungguh kecewa. Luka yang dirasakannya semakin sakit. Menusuk-nusuk didalam hati Chacha, mencacah hatinya hingga menjadi hancur tak berbentuk. Chacha menarik nafas dan menghembusaknnya perlahan. Disatu sisi, gadis itu merasa bersalah, karena sudah menuduh sahabatnya sebagai pengkhianat. Namun, juga tak semudah itu memaafkan Risa. Chacha menyadari sepenuhnya. Ia hanya gadis biasa yang tak pernah luput dari kesalahan. Dan sebagai gadis biasa, ia juga tak memiliki hati lebih untuk bisa langsung menerima kenyataan didepannya. Gadis itu membutukan waktu, untuk bisa berdamai dengan hatinya. “Kal…” panggil Risa, dengan suara yang dibuat selirih mungkin. “Aku tidak bermaksud merendahkanmu. Aku kaget. Ya jadi, aku ngasal ngomongnya. Kamu maafin aku ya?” pintanya, sambil menangkupkan kedua tangannya didepan d**a. Risa mulai ketakutan. Tubuh gadis itu tampak sedikit gemetar. Haikal tampak terdiam saja. Tak berkutik sama sekali. Cowok itu lebih memilih membuang pandangannya kelain arah. Asal tidak menatap wajah Risa. Cowok itu sangat marah, atas ucapan yang dilontarkan Risa. Entah itu sengaja atau tidak. Namun, itu cukup membuat Haikal kecewa. Dari semua itu ada sebuah hal yang membuat hati Haikal kembali luluh. Yaitu, setidaknya, Risa masih mau mengakui kesalahannya dan mau meminta maaf. Sedangkan Gadis yang masih berbaring diatas tempat tidur itu, tidak sama sekali. Untuk kesalahan yang dilihat sendiri oleh Haikal dengan mata kepala. “Aku hanya bercanda, tidak usah setegang itu.” ungkapnya bohong, dan seketika Risa pun menghamburkan diri memeluk Haikal. Haikal tak sadar, ada satu mata yang mengawasinya. Menambah goresan luka yang sudah penuh derita. Chacha tidak pernah menyangka, Haikal akan semudah itu luluh hanya dengan pengakuan sekali saja dari Risa. Gadis itu merasa memang tidak adil sikap Haikal terhadapnya. Maka tak heran jika gadis itu mempunyai pemikiran bahwa, memang Haikal tak pernah tulus mencintainya. “Baiklah aku antar kamu pulang. Ini sudah terlalu larut untuk seorang gadis keluyuran.” Tawar Haikal, dan segera diangguki kepala oleh Risa. Gadis itu tampak tersenyum bahagia sekali. Merasa menjadi gadis paling beruntung, bisa mendapatkan cowok terbaik seperti Haikal. Dan, dimata Chacha. Haikal hanyalah cowok b******k, yang menjadikan seseorang kambing hitam demi tujuan terselubungnya sendiri. Mengorbankan perasaan seseorang demi kesenangannya sendiri. Chacha sangat membenci Haikal. Selamanya. “Aku benci kamu!!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN