Gerald membukakan pintu mobil, mempersilahkan Liora turun dari mobilnya. Setelah perjalanan selama beberapa belas menit, kini mereka telah tiba di parkiran taman kota.
“Terus, sekarang kita mau ke mana?”
“Kamu mau jajan dulu nggak?”
“Nggak ah, belum laper.”
“Nggak mau makan?”
“Mau sih, cuma nggak sekarang.”
“Yaudah deh, bagus kalau gitu.”
“Maksudnya?”
“Niat aku emang ngajak kamu ke sini dulu, baru ngajakin kamu makan.”
“Terus, di sini kita mau ngapain?”
“Ya mau ngobrol aja sama kamu.”
“Yaudah ayo!”
“Yuk!”
“Tapi yang,”
“Hmm?”
“Aku pengen pegangan tangan sama kamu. Masa kita pacaran nggak pegangan tangan sih?”
Gerald terdiam mendengar ucapan Liora tersebut.
“Kita coba sekali lagi ya? Sekalian buat ngebiasain supaya kamu nggak pobia lagi sama cewek.”
“Oke, kita coba ya? Tapi kalau aku nggak kuat, aku bakalan ngelepasin sendiri.”
“Iya. Yaudah sini!” Liora kemudian menyodorkan telapak tangannya untuk Gerald genggam.
Gerald terdiam sejenak menatap telapak tangan Liora itu. Tak lama setelah itu, dengan perlahan dia mencoba untuk menggenggam tangan Liora.
Setelah tangan mereka berpegangan dengan erat, mereka terdiam menatap tangan mereka, untuk melihat reaksi Gerald.
Mendadak, tubuh Gerald langsung gemetaran, lalu dengan langsung Gerald melepas tangannya dari tangan Liora. Sebab, dia belum bisa untuk bersentuhan dengan perempuan.
“Ah aku nggak bisa!” ucap Gerald, yang kemudian mulai kembali mengatur napasnya yang berdetak ketakutan.
“Astaga sayang! Kamu keringetan banget!” Liora langsung terkejut, saat melihat Gerald yang sudah dipenuhi oleh keringat.
Liora lalu mengambil sapu tangan dari tasnya, kemudian mengusap keringat yang membasahi wajah Gerald.
Mendadak, jantung Gerald yang tadinya berdetak ketakutan, langsung berubah menjadi tenang, saat melihat wajah Liora dari dekat, yang sedang fokus mengusap keringatnya. Hal itu langsung membuat Gerald tersenyum, karena Liora bisa membuatnya kembali merasa tenang.
“Kenapa?” tanya Liora, yang menyadari Gerald tersenyum padanya. “Kok senyum-senyum gitu?”
“Makasih ya.”
“Makasih buat apa?”
“Makasih, karena kamu udah bikin aku tenang lagi. Makasih juga, karena udah ngelapin keringet aku.”
“Hah? Serius kamu udah ngerasain tenang lagi? Jantung kamu nggak berdetak ketakutan lagi?”
“Pas lihat kecantikan kamu dari jarak yang deket banget, bikin aku mendadak ngerasain rasa tenang lagi. Berarti aku udah luluh kalau deket sama kamu, karena cuma kalau deket sama kamu aja, aku ngerasa nyaman dan tenang.”
Ternyata, Gerald sudah menyadari, jika kini, dia merasa sangat nyaman dan tenang jika berada di dekat Liora, hanya dengan Liora, belum dengan semua perempuan lain. Namun untuk bersentuhan dengan Liora, dia masih belum bisa.
Liora tersenyum mendengarnya. “Syukur deh kalau gitu. Berarti kita tinggal ngebiasain supaya kamu bisa ngerasa tenang dan nyaman juga kalau pegangan sama aku. Habis itu, kamu pasti bakalan ngerasain tenang juga kalau deket dan bersentuhan sama cewek lain.”
“Iya, semoga aja aku bisa cepet sembuh ya dari gynophobia ini.”
“Aamiin.”
“Yaudah. Nggak apa-apa kan kalau nggak gandengan tangan dulu?”
“Nggak apa-apa.” balas Liora dengan lembut.
“Yaudah, yuk!”
“Yuk!”
Gerald dan Liora lalu melangkah ke area taman kota. Setelah itu, mereka duduk di sebuah kursi putih panjang, yang berada di bawah pohon angsana yang lebat, dan juga di sebelah tiang lampu taman.
“Di sini dulu ya!” ucap Gerald.
Liora menatap sekeliling taman, kemudian menatap bulan purnama yang bersinar dengan cerah di langit.
“Eh! Lihat deh! Bulan purnamanya cerah banget ya?”
“Bulannya cerah, juga indah, kayak kamu.”
Liora langsung terkesipu malu mendengar pujian Gerald barusan.
“Ih sayang apaan sih?”
“Haha! Kamu lucu banget kalau lagi malu kayak gitu.”
“Lucu apanya?”
“Ya lucu! Jadi gemes, pengen meluk! Tapi nggak bisa.”
“Aku juga pengen banget meluk kamu, pengen pegang tangan kamu, tapi belum bisa.”
“Nah! Jangan sampe karena aku belum sembuh dari gynophobia, nanti malah bikin kamu bosen, terus kamu putusin aku.”
“Ya nggaklah sayang. Aku nggak bakalan pernah ninggalin kamu.”
“Biasanya, yang suka ngomong kayak gitu? Dia yang suka ninggalin.”
“Kata siapa?”
“Biasanya, dari banyaknya hubungan ya kayak gitu. Orang yang suka ninggalin itu, orang yang pernah bilang, aku nggak bakalan ninggalin kamu.”
“Kita lihat aja nanti! Siapa yang bakalan pergi?”
“Loh, kok ngomongnya gitu sih? Jangan sampe ada yang pergi dong! Aku maunya sama kamu aja, aku mau serius sama kamu, sampe kita lulus SMA, kuliah, terus kita nikah dan menua bersama.”
Liora tersenyum. “Aamiin.”
“Oh iya, nanti kalau udah lulus, kamu mau kuliah jurusan apa?”
“Kok nanya kayak gitu? Kita kan baru SMA, baru masuk, emang kamu udah mikir soal kuliah?”
“Udah, aku udah tahu aku mau jadi apa nanti, dan aku juga udah tahu harus ngapain aja supaya aku bisa ngegapai cita-cita masa depan aku.”
“Nah, ini nih yang aku suka banget dari kamu. Pemikiran kamu bener-bener cerdas, dan keren. Kamu udah tahu gimana caranya ngegapai kesuksesan.”
Gerald tersenyum. “Kamu pasti juga udah mikir ke situ kan?”
“Udah dong.”
“Jadi?”
“Kalau udah kuliah nanti, aku mau ambil jurusan manajemen.”
“Kenapa manajemen?”
“Supaya aku bisa kerja di mana aja, karena jurusan manajemen itu kan luas.”
“Manajemen itu kan rumpun soshum, alias IPS. Kalau kamu mau ambil manajemen, kenapa kamu SMAnya ambil IPA?”
“Karena jurusan IPA bisa ambil jurusan kuliah apa aja nantinya, beda sama jurusan IPS, yang cuma bisa ambil jurusan rumpun soshum. Makanya aku ambil IPA, karena belum tentu juga aku beneran bisa kuliah di manajemen.”
“Iya juga sih.”
“Kalau kerja di perkantoran, kan pasti bisa resign. Jadi nanti kalau aku udah punya suami, aku bisa resign, buat fokus ngurus keluarga.”
“Wow! Pemikirannya istri idaman banget.”
“Hehe.”
“By the way, Papah kamu kerja apa?”
“Papah aku Direktur, punya perusahaan sendiri.”
“Berarti kalau udah lulus kuliah, kamu bakal ngelanjutin perusahaan Papah kamu dong?”
“Nggak. Perusahaan Papah bakalan dilanjutin sama Kakak aku. Jadi aku mau kerja di perusahaan orang lain aja, biar nanti resignnya gampang, karena kalau di perusahaan Papah aku, pasti nanti bakalan ada tanggung jawab yang besar.”
“Idaman banget sih kamu.”
“Kalau kamu sendiri? Lulus SMA mau ambil jurusan apa?”
“Kedokteran.”
“Wow! Serius?”
“Iya, karena jadi Dokter, adalah cita-cita aku sejak aku SD.”
“Aku do'ain ya, semoga, kamu bisa sukses ngeraih cita-cita kamu.”
“Makasih.” Gerald tersenyum.
Liora pun tersenyum.
“Aku juga bakalan selalu berdoa, semoga kelak, kamu bakalan jadi istri aku, dan kita bakalan menua bersama.”
“Aawww so sweet banget calon Dokternya aku.” ucap Liora manja.
“Haha!” Gerald tertawa mendengarnya.