“AAAAKKKKK!” Liora menjerit kesenangan, karena dia baru saja selesai melakukan dating pertamanya dengan Gerald.
“OMG demi apa? Gue bahagia banget! Bahagia banget rasanya gue bisa dating sama Gerald. OMG OMG! Bahagia banget gue ahhhh!” ucapnya dengan penuh senyuman kebahagiaan.
“Heh!” panggil Silvia yang berada di sebelah Liora.
“MAMAH!” sontak, kehadiran Silvia yang muncul tiba-tiba membuat Liora terkejut. “Iiihh Kakak ngagetin aja!”
Silvia tercengir.
“Kakak lagi ngapain sih? Kok tiba-tiba muncul di sini?”
“Kakak habis beli pulsa dari warung depan. Habis itu Kakak denger kamu jerit-jerit, ngapain sih?”
“Nggak apa-apa.” balas Liora malu-malu.
“Dih! Oh Kakak tahu. Kamu pasti kegirangan ya? Karena baru aja ngedate sama pacar kamu?”
“Iya, hehe.” cengir Liora.
“Nggak boleh gitu ih! Nanti kalau kedengeran sama tetangga gimana?”
“Ya nggaklah! Aku kan cuma jerit pelan, nggak jerit kenceng-kenceng.”
“Pelan dari mananya? Kenceng gitu.”
“Hehe.”
“Yaudah yuk masuk udah malem!” Silvia lalu merangkul Liora, kemudian mereka berdua pergi menuju rumah bersama.
***
Gerald baru saja tiba di halaman rumahnya. Saat dia akan keluar dari mobil, dia melihat sebuah mobil avanza hitam berhenti di sebelah mobilnya.
“Eh! Mobil siapa tuh?”
Gerald kemudian langsung keluar dari mobil, setelah itu menatap mobil yang baru datang itu. Tak lama kemudian, dia akhirnya mengenali jika itu adalah mobil Omnya, yaitu Gino.
“Oh iya, ini kan mobilnya Om Gino.”
Keluarga Gino lalu keluar dari mobil tersebut, yaitu Gino, Nindy, dan Albert.
“Hei Gerald!” sapa Gino sembari tersenyum kepada keponakannya itu.
“Om Gino, Tante Nindy.” Gerald tersenyum senang, kemudian langsung mencium tangan Om dan Tantenya itu.
“Hei Ger!” sapa Albert, putra dari Gino dan Nindy, sepupunya Gerald yang sering dibicarakan. Dia menyapa Gerald dengan penuh senyuman.
“Hei Bert!” balas Gerald dengan penuh senyuman.
Albert dan Gerald lalu saling berpelukan dengan penuh senyuman senang. Mereka berdua adalah saudara sepupu yang sangatlah dekat dan akrab seperti saudara kandung. Maka dari itu, mereka selalu merasa senang saat bertemu.
“Bert gue kangen banget sama lo!”
“Lo pikir gue nggak? Gue juga kangen banget sama lo! Sekarang gue bener-bener seneng deh, bisa pindah rumah deket rumah lo, dan nanti gue juga bakalan satu sekolahan sama lo.”
“Gue juga seneng banget, pas ngedenger lo mau pindah ke sini.”
“Hahaha.” mereka berdua tertawa bahagia bersama.
Gino dan Nindy tersenyum melihat keakraban mereka. Tak lama kemudian, Raffi, Yulia, dan Anton keluar dari rumah, menghampiri mereka.
“Gino, Yulia. Kalian udah dateng?” ucap Raffi tersenyum.
“Eh! Mas Raffi.” ucap Gino sembari tersenyum. Dia bersama istrinya lalu langsung mencium tangan Raffi dan Yulia.
Begitupun dengan Anton, yang langsung mencium tangan Om dan Tantenya itu.
“Albert, sini salim dulu sama Pakde sama Bude!” perintah Gino.
“Iya Pah.” balas Albert, kemudian langsung mencium tangan Raffi, dan Anton.
Setelah itu, dia terdiam sejenak menatap Yulia, lalu bergegas untuk mencium tangan Budenya itu. Setelah tangannya berpegangan dengan tangan Yulia, tiba-tiba saja dia langsung jatuh pingsan.
“Astaghfirullahaladzim!” Yulia langsung panik saat melihat keponakannya jatuh pingsan secara mendadak.
“ALBERT!” begitupun dengan Gino dan Nindy.
“Astaga! Aku lupa!” ucap Gino. “Gerald kan nggak bisa sentuhan sama perempuan lain selain Ibunya, makanya dia pingsan.”
“Astaghfirullah!” ucap Raffi terkejut. “Ternyata gynophobianya Albert bener-bener lebih parah daripada Gerald.”
“Yaudah, kita bawa Albert ke dalem!” ucap Anton. “Gerald ayo!”
“Iya Kak.”
Anton dan Gerald kemudian langsung bergegas membawa Albert ke dalam rumah. Mereka lalu merebahkan Albert di tempat tidurnya Gerald.
Anton yang sudah berpengalaman dalam mengatasi gangguan gynophobia, langsung bergegas mengambil air dingin dari kulkas. Setelah itu kembali menghampiri Albert.
“Anton kamu mau ngapain?” tanya Yulia.
“Mau bangunin Gerald.”
“Maksud kamu pake minuman dingin itu?”
Anton tak menjawab ucapan Ibunya, dia langsung menempelkan botol minuman tersebut di keningnya Albert. Sampai beberapa menit kemudian, perlahan Albert langsung tersadar dari pingsan.
“Albert, alhamdulilah kamu udah sadar sayang.” ucap Nindy.
“Anton, kamu tahu dari mana kalau nempelin botol minuman dingin, bisa ngebangunin orang pingsan?” tanya Gino.
“Jelas aku tahu Om, karena aku juga pernah ngalamin gangguan gynophobia.”
“Albert, kamu nggak apa-apa Nak? Apa yang kamu rasain?” tanya Nindy.
“Nggak apa-apa kok Mah, aku udah nggak ngerasain apa-apa lagi.”
“Albert, maafin Bude ya, karena Bude kamu jadi pingsan.”
“Nggak apa-apa kok Bude, ini bukan salah Bude. Ini salah aku yang punya gangguan gynophobia.”
“Iya Teh, nggak perlu minta maaf. Ini bukan salah Teteh, kok.” ucap Nindy.
“Kok kalian dateng nggak sesuai sama omongan sih? Katanya kalian mau ke sini besok?” tanya Raffi.
“Albert yang ngeburu-buru pengen pindah, Mas. Jadi kita berangkat sekarang.” jawab Gino.
“Terus, gimana sama barang-barang di rumah kalian?”
“Lagi diurus sama orang-orang suruhan aku.”
“Yang di sebelah rumah Mas, kan? Yang di sebelah kiri?”
“Iya.”
“Yaudah, kalau gitu kita makan sama-sama yuk! Kebetulan Teteh udah masak.”
“Iya, kita makan sama-sama yuk!” ajak Raffi.
“Iya Mas. Albert, ayo makan!” ucap Gino.
Albert menganggukan kepala.
“Iya Albert, makan bareng Pakde, Bude, sama Kak Anton ya!” ucap Raffi.
“Loh! Gerald nggak diajak, Pakde?”
“Gerald habis main di luar, udah makan dia.”
“Oh.”
“Yaudah, yuk!”
Mereka semua kemudian pergi menuju meja makan untuk makan bersama. Kecuali Gerald, dia tetap diam di kamarnya, sebab dia sudah makan malam bersama Liora tadi.
Setelah menutup pintu kamar, Gerald langsung bergegas untuk mengerjakan PR matematikanya yang terlupakan.
Namun tiba-tiba, dia mendadak teringat dengan kejadian Albert yang mendadak pingsan setelah bersentuhan tangan dengan Ibunya.
“Kasihan Albert! Gangguan gynophobianya parah banget. Dia cuma bisa sentuhan dan deket-deket sama Mamahnya aja. Tapi kok dia nggak pernah nyeritain hal ini ke gue ya?” gumam Gerald dalam hati. “Dia pasti depresi banget karena ngalamin gynophobia yang parah kayak gitu. Beruntung gue nggak separah dia.”
Gerald merasa sangat kasihan dan prihatin terhadap keadaan sepupunya itu, sebab gangguan gynophobia yang Albert alami benar-benar sangat parah.
“Semoga aja, Gerald bisa nemuin cewek yang tulus sama dia, supaya nanti cewek itu bisa bantuin dia buat sembuh. Sama halnya kayak Liora yang mau nemenin gue ngelawan gangguan ini.”
Gerald kemudian langsung mengerjakan PRnya itu.
Dengan otak yang sudah sangat paham dengan materi soal tersebut, tangan Gerald dengan cepat menulis jawaban dari soal matematika itu. Hingga akhirnya dia bisa menyelesaikan tugas matematikanya itu dalam waktu beberapa menit.