PERANG PART 1

1656 Kata
Billy, seorang pengawal yang memata-matai Irene memberikan sebuah infromasi baru yang harus ia sampaikan pada Vincent. Setelah ia mendengar, bahwa Irene akan menyerang Vincent balik, dia menyuruh tuannya waspada. “ Tuan, Nona Irene datang ke rumah sakit sambil membawa tas selempang besar” ucapnya lewat telepon. Vimcent duduk sambil memainkan jarinya ke atas meja. Dia berpikir keras soal isi tas yang di bawa oleh Irene. “ aku yakin wanita itu membawa senjata” katanya menggerutu. “ segera beritahu aku, kapan Irene akan berangkat untuk menyerangku” Ucap Vincent memberi perintah pada Billy. Billy mengangguk dan segera menutup teleponnya. Dia berdiri di balik pintu, berpura-pura menjadi orang yang lewat di depan ruangan Louis. Dan sering kali ia memantau apakah ada pergerakan dari kamar itu. *** Setelah Vincent menerima telepon dari Billy, kemudian selang dua menit Tiffany menelepon dengan nadanya yang mendesah dan penuh gairah. Dirinya sangat tergoda dengan rayuan sengit Tiffany. Namun, Otaknya tiba-tiba berpikir bahwa Tiffany dan Irene bekerja sama untuk melengserkan dirinya. Secara, mereka adalah kerabat. Dan rasa benci Irene pada Tiffany tak boleh jadi Alasan bagi Vincent untuk percaya bahwa mereka tidak pernah akur. “ Kita berangkat ke rumah Tiffany sekarang, dan kibarkan bendera perang” teriak Vincent. Dia dan berkesepuluh pengawalnya berangkat ke rumah Tiffany dalam satu mobil. Tiffany menunggu di kursi depan rumahnya, Sedang Lay terus memposisikan dirinya di balik semak belukar agar ia tak di ketahui keberadaannya oleh kawanan Vincent. Mobil Vincent datang, memasuki halam rumah Tiffany yang luas. Rumah Tiffany kecil, namun di kelilingi oleh pagar-pagar yang terbuat dari batu bata. Mata Tiffany terbelalak lebar saat mengetahui jumlah pengawal yang satu persatu turun dari mobil. Lay pun ikut tercengang melihat mereka yang sok necis seolah telah siap melakukan peperangan. “ jadi lelaki yang berada di tengah-tengah itu Vincent? ku duga dia sombong” bisiknya mengoceh sendiri. Irene menaiki taksi, dia turun di tempat yang jaraknya tak jauh dari rumah Tiffany. Dia melangkah menuju ke lokasi, dan mengecek keadaan sekitar rumah Tiffany dengan memanjat dan mengintip di dinding pagar. “ mengapa Vincent membawa pengawal sebanyak itu? apa ia menyadari bahwa aku akan menyerangnya?” Desis Irene berpikir, dia masih menyangka bahwa seseorang telah membuntutinya. “ apa mereka membawa senjata tajam? atau membawa senjata api? aku harus bersiap-siap” Katanya lagi, namun bola matanya tetap di rotasikan ke kanan dan ke kiri. Dia diam, mulutnya sengaja di bungkamkan. Agar ia mendengar pergerakan seseorang yang membututinya di belakang. Irene mundur beberapa langkah ke belakang, menuju ke tempat dimana pengawal Vincent bersembunyi untuk membututinya. Lalu dia melayangkan kakinya, menendang ke arah wajah pengawal Vincent. Tepat sasaran, kakinya mengenai ke kepala Billy. Billy segera memberikan pukulan tajamnya pada Irene. Pukulan itu mengenai rahang Irene, setetes darah keluar dari hidungnya, karena dia melakukan pukulan kedua kalinya ke wajah Irene. Irene mengusap darah yang keluar dari hidungnya, saat melihat darah yang berada di jari telunjuknya. Dia merasa sangat emosional, Irene melayangkan Tinjuan ke wajah Billy berkali-kali. Seketika kepala billy pusing, mendapat serangan dari tangan Irene. Irene mendorong tubuh Billy ke pepohonan, dia terus melayangkan tinjuan ke wajahnya hingga luka memar memenuhi wajah cecunguk itu. Kemudian serangan terakhir adalah Tendangan yang ia arahkan ke perut Billy. “ kau pikir, aku tidak peka jika kau membututiku berhari-hari? bodoh! “ ketus Irene seraya menahan tangannya yang kesakitan. Billy merasa lemas, dia mulai tak berdaya lagi setelah Irene menghempaskan tubuhnya ke tanah. Irene mengeluarkan tali yang sengaja ia simpan di tas selempangnya, “ apa kau yang mengadu bahwa aku akan menyerang Vincent hemm?” Sentak Irene bertanya. Billy membungkam, dia tak menjawab satu pertanyaan dari Irene. Irene memukul wajahnya lagi, “ jawab b******k “ ketus Irene sambil memukul wajah Billy. “ a-aku ti-tidak akan menjawabnya” katanya terbata-bata. Lagi-lagi Irene memukul kepala Billy, wajahnya semakin memar dan bibirnya basah dengan darah. “ pukulan terakhirku mungkin akan lebih parah dari sebelumnya. Aku bilang jawab” Ketusnya lagi dengan menarik kerah baju Billy, dan mencoba melayangkan pukulannya ke wajah Billy. “ aaaa ba-ba-baiklah, i-iya aku yang mem-memberitahu dia. Ka-kalau kau akan me-nyerangnya” Jawabnya ketakutan. “ b******k, seharusnya kau tak mengatakan itu” Jawab Irene menurunkan tangannya yang mengepal. Kemudian dia mengambil tali dan mengikat Billy dengan keras. Sedangkan Tiffany, dia menghampiri Vincent yang berada di depan mobilnya. Sopir mobil melaju kencang memarkirkan mobil ke pojok pagar. Vincent sibuk celingak-celinguk mencari keberadaan Irene yang bersembunyi. “ Bagaimana keadaanmu nona? apa setelah kita melakukan itu semalam rahimnya tak kambuh lagi?” Tanya Vincent sembari menyentuh dagu Tiffany. Tiffany memegangi tangan Vincent seolah dia mencintainya, “ aku baik-baik saja sayang” kata Tiffany menahan jijik dan membelai wajah Vincent. “ apa kau tak menyembunyikan sesuatu di dalam?” tanya Vincent yang menaruh rasa curiga. Tiffany mengedipkan matanya berkali-kali, “ sesuatu apa yang harus aku sembunyikan darimu? kau bisa memeriksa nya di dalam” kata Tiffany. Vincent memberikan kode kepada pengawalnya untuk memeriksa keadaan di dalam rumah Tiffany. Semua pengawalnya menyerbu masuk ke rumah, mereka memeriksa sesuatu serinci mungkin. Tak lama kemudian mereka keluar, dan memberikan kode pada Vincent bahwa tidak ada sesuatu yang mencurigakan di dalam. Tiffany memerhatikan gerak-gerik mereka, “ mengapa kau sangat tak memercayaiku Vincent?” Vincent melirik Tiffany dengan tajam, “ ahh iya aku memercayaimu” ucap Vincent. “ tunggu apa lagi, ayo kita masuk” Jawab Tiffany, Tiffany sudah masuk ke dalam rumahnya, Vincent masih menatap Tiffany dari kejauhan. Tiba-tiba Irene datang sambil menarik Billy yang berlumuran darah menggunakan tali. Irene berteriak kencang, membuat Vincent dan seluruh pengawalnya membalikkan kepalanya ke arah Irene. “ VINCENT MORGANT...........” teriaknya dari kejauhan sambil menarik Billy. Tiffany terkejut, “ Irene, mengapa dia segegabah ini? ini bukan bagian dari rencana” kata Tiffany dalam hati. Tiffany dengan sigap mengunci pintunya dari dalam dan bersembunyi. “ apakah ini jalan dari rencananya?” tanya Lay dalam hati terheran-heran. Vincent terkekeh geli melihat Irene yang mulai berjalan ke arahnya, Semua pengawal bersiap dan mulai mengarahkan pistolnya kepada Irene. “ Irene, jangan sekarang nak” kata Lay yang menggerutu sendirian di balik semak-semak. “ Lalu apa gunanya aku membawa asap buatan ini?” tanyanya lagi, Lay membawa benda sejenis petasan yang jika di bakar hanya mengeluarkan asap bukan ledakan. Irene menatap tajam seluruh pengawal yang siaga ingin menembaknya. Mata vincent tersihir ke arah Billy yang telah di sikat habis oleh Irene. Irene bergelak dan selangkah maju ke hadapan Vincent, Pistol terus mengarah ke arahnya. “ Jadi inikah rekan kerja yang sengaja mengkhianatiku?” Ketus Irene. “ memangnya, apa yang harus aku khianati?” Kata Vincent mengelak yang berbicara sambil tertawa. “ woah, kau pandai mengelak Vincent Morgant. Lalu apa gunanya pengawal yang kau utus untukku?” teriak Irene sambil menginjak kepala Billy yang tepar di bawahnya. Vincent merotasikan matanya pada kaki Irene yang dengan entengnya menginjak kepala Billy, tapi dia tidak bisa berkata apa-apa. “ apa yang kau cari dariku Vincent? mengapa kau tak mencari tahu sendiri, Dimana jati dirimu. Kau hanya menyuruh pengawalmu yang bodoh ini membututiku sepanjang hari. Hei, apa kau pikir aku bodoh?” Sentak Irene. Irene mengambil senjata api yang berada di tas selempangnya, Lalu dia membuang tas selempang itu ke tanah. “ pengawal pengawalmu ini, semuanya naif” Sindirnya sambil menunjuk-nunjuk pengawal Vincent menggunakan Senapan. Lay memantau Irene dari kejauhan, “ Irene sangat pemberani” kata Lay kagum. Dengan kecepatan angin, Irene mengunci leher Vincent dan mengarahkan pistol ke kepalanya. “ Jika kalian sekali saja mengeluarkan peluru, aku pastikan bos kalian mati di tanganku” Ucap Irene teriak sambil menyoroti kesepuluh pengawal Vincent dengan mata tajamnya. Vincent menggeleng-gelengkan kepala pada pengawalnya. Dia memberikan kode pada sang pengawal untuk menurunkan senjata. Semua pengawal tunduk pada perintah Vincent. Irene menyeret Vincent menjauh dari pengawal-pengawalnya, agar dia bisa menyerang semua pengawal dari kejauhan. “ aku sudah memperingatkanmu kan? jangan sesekali bermain-main denganku” Kata Irene sambil menyeret Vincent menjauh. Vincent mencoba melepas tangan Irene yang mengunci lehernya, “ lepaskan aku” kata Vincent. “ tidak semudah itu Vincent, aku akan membunuhmu hahaha” Ujar Irene diiringi dengan smirknya. Vincent semakin takut dengan ancaman dari Irene, dia mencari cara untuk melepas tangan Irene tapi tak bisa. Tak ada satupun pengawal yang berani mengarahkan pistolnya pada Irene, sebelum Vincent memberi komando. Irene membidik ke arah sang pengawal, dia mencoba menyerang mereka. dor Sebutir peluru keluar dari senapan Irene, peluru itu mengenai salah satu kaki pengawal Vincent. Namun di antara mereka yang bisa balik menyerang Irene. “ Serang aku atau tuan kalian mati” teriak Irene membuat semua pengawal itu tak bisa melakukan apa-apa. “ kalian bergerak atau tuan kalian mati” teriaknya lagi. Alhasil semua pengawal tak ada yang berani beranjak kemanapun, salah seorang pengawal itu menahan sakit karena kakinya mengucurkan darah. “ kau lihat anak buahmu, mereka menahan sakit karena aku menembaknya. Sama seperti anak buahmu yang menusuk kaki Louis. Kau tau itu?” bisik Irene pada Vincent dan semakin mempererat tangannya yang mengunci kepala orang itu. Irene mulai membidik satu persatu kaki pengawal Vincent itu, Dia terus menembakkan peluru ke kaki mereka. Dari mereka hanya pasrah, semua peluru mengenai kaki kesepuluh pengawal Vincent. “ Kau bisa rasakan penderitaan adikku saat kakinya terluka? Itulah yang Louis rasakan. Aku senang kalian merasakannya” Teriak Irene, semua pengawal Vincent menahan sakit di kaki sebelahnya yang tertembak. Lay menatap kagum Irene yang bertingkah seperti mavia pintar, “ Irene, kau cukup cerdik” kata pamannya yang terus tersihir pada kehebatan Irene. Vincent sendiri terus bersikeras membuka tangan Irene yang mencengkeram lehernyam Akhirnya dia menemukan ide untuk membuat Irene kesakitan, yaitu dengan memukul perutnya menggunakan Sikut. Dia mencoba cara itu beberapa kali ke perut Irene sambil berakrobat. Irene menahan sakit, bagaimanapun Irene tetap wanita lemah. Dia tak sepenuhnya kuat seperti pahlawan sesungguhnya. Irene melepas tangannya yang mengunci leher Vincent, dia memegangi perutnya yang terasa sakit. Vincent berhasil kabur, Dia lagi-lagi menarik tangan Vincent. Vincent menarik tangannya dan menghempaskan Irene. “ Sialan, kau mau kabur kemana baj*ngan?” teriak Irene. Vincent kabur ke arah pengawalnya, kemudian dia berteriak dan memberi komando. “ Semuanya, angkat senjata kaliannnnnn!!!!!!” Teriak Vincent sembari mengangkat tangannya ke atas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN