PERTEMUAN PERTAMA DENGAN SANG BIBI.

1622 Kata
Mata Steve tersihir dengan seisi rumahku yang dinilai mewah olehnya. Lampu gantung mahal yang menyala di langit-langit rumah, dan beberapa souvenir souvenir antik berhasil menyapu bersih pandangannya. “ kau sudah bekerja keras Irene. Aku bangga padamu” ucapnya. Kemudian dia menarik pergelangan tanganku dan menyuruhku duduk dan meminta izin untuk mengambil beberapa obat pertolongan pertama di dapur. Lalu aku pun mengizinkannya. Steve membuka ikatan baju yang di jadikan perban untuk menghambat aliran darah. Beberapa luka membuat wajah Steve sedikit muram. Rasanya memang perih, tapi mengapa saat Steve mengobatinya semua rasa perih itu menjadi sirna. Sialan, aku sudah mencintainya. “ maafkan aku Irene” katanya pelan sambil membuka perban secara perlahan. “ karena ku, kau merasakan perih seperti ini. Maafkan aku yang belum bisa melindungimu sepenuhnya. Aku sungguh merasa bersalah padamu” imbuhnya. “ tak perlu mengucapkan permintaan maaf, tidak ada yang perlu di maafkan” jawabku pelan. Steve menghela napasnya dalam-dalam dan menghembuskannya, “ mengapa kau tak mengeluh pada lukamu?” “ ini tidak sakit” “ luka gores dan luka dalam yang membuatmu kehilangan banyak darah bahkan tak bisa membuatmu merasakan rasanya kesakitan. Sebenarnya kau sekuat apa?” ucap Steve. “ Aku bisa menahan semuanya, itulah sebabnya aku tidak meninggalkanmu sendirian di gudang” kataku. Steve menundukkan kepalanya, “ aku sungguh minta maaf telah membuatmu terlibat” Ku tatap wajah manis Steve yang mulai muram. Dengan nada bicaranya yang berulang kali melontarkan kata maaf. Sedangkan seharusnya aku yang membuat permintaan maaf padanya karena ulah adikku, Louis. “ aku tidak ingin mendengarmu meminta maaf lagi” ketusku. “ habisnya, aku membuatmu terluka” jawabnya. Salah satu hal yang ku lakukan untuk membuatnya berhenti khawatir adalah dengan meregangkan telapak tanganku yang terluka. “ lihat, ini tidak sakit” Matanya terbelalak dan segera mengobati tanganku lagi. “ jangan membuat tanganmu bergerak, darahnya akan keluar” ucapnya. “ habisnya kau tak percaya bahwa ini tidak sakit” ujarku. *** Louis berada di jalan pulang, tiba-tiba notifikasi pesan masuk di ponselnya berdering. Membuat ia dengan cepat mengambil ponsel yang berada di sakunya. “ Irene” Ucapnya. Dia membaca pesan singkat yang dikirimkan oleh kakaknya. Dan dia mulai merasa emosi dengan kejadian yang terjadi di gudang. Seseorang menabrak Louis yang tengah asik menyoroti ponsel, Sontak membuat ponselnya terlempar ke jalan. Segerombolan para berandalan menabrak Louis berulang-ulang. Sekujur tubuh Louis merasa pegal. Di antara segerombolan itu terdiri dari pria bertatto dan berotot yang gaya pakaiannya menyerupai anggota gangster. “ ahhh sialan, benar-benar tidak memiliki mata ya” Teriak salah satu dari anggota berandalan tersebut yang mengemut sebuah tusuk gigi. Louis mengambil ponselnya yang terjatuh dan menolehkan kepalanya ke arah mereka. “ apa kalian tidak salah? bukankah kalian yang menabrakku?” jawab Louis yang nada bicaranya masih terdengar santai. Salah satu dari mereka mulai mendekat ke arah Louis. “ hukum alam kami mutlak, Jika salah satu dari kami menabrak seseorang. Yang di salahkan bukan kami melainkan orang itu sendiri.” ucapnya dengan suara menggelegar. “ oh jadi seperti itukah pemikiran yang dihasilkan dari otak kecil kalian?” Kata Louis. “ huh, sepertinya kau belum mengenal siapa kami ya?” Ujar nya sambil menyenggolkan dadanya ke d**a Louis dengan sengaja sebagai tanda perlawanan. “ huh, aku tidak ada waktu. Sebaiknya aku pergi saja” balas Louis sambil membalikkan badan. Dan di saat itulah sang preman menendang arah punggung Louis. Louis terpental ke depan dan secara langsung membalikkan badannya lagi untuk membalas serangan. Perkelahian di jalan raya terjadi di antara ketua gangster dan Louis. Sang ketua memukul wajah Louis hingga dahinya lebam. Sedang Louis membalasnya dengan tendangan menukik dan tajam. Empat anak buah ketua gangster itu menyerang Louis. Louis dan mereka di jadikan sorotan oleh seluruh pengguna jalan raya. Tapi walau ke empat-empatnya menyerang Louis, dia bisa mengatasinya dengan mudah. Sampai sesuatu yang tak di inginkan terjadi. Walau dari kejauhan para Gangster itu menyerang Louis dengan tangan kosong tampaknya salah satu dari mereka mengeluarkan pisau yang berada di sakunya. Dan melayangkan senjata tajam itu ke area bahu Louis. Darah mengucur dari sekitar tulang selangka. Louis berteriak dan meringis kesakitan. Sang petugas keamanan dengan mendadak datang, dan mengamankan para Gangster. Walau demikian, Louis di larikan ke rumah sakit terdekat untuk di lakukan penanganan lebih lanjut. “ sialan, aku kehilangan banyak darah” gerutu Louis di dalam ambulance sambil menutup lukanya dengan tangan. Dua perawat rumah sakit secara bersamaan membawa Louis masuk ke ruangan inap. Louis terus meringis kesakitan karena darahnya tak kunjung berhenti mengalir. Di samping itu, Polisi terus mendampingi Louis dan memantau keadaannya di rumah sakit. *** “ bagaimana mengenai keadaan saya?” tanya Tiffany pada sang dokter yang mengontrol kesehatannya. “ sejauh ini masih belum ada perubahan, kondisinya masih sama” jawab sang Dokter. Tiffany keluar sembari memegangi daerah rahim nya yang terasa sakit. Dia kemudian tersorot dengan berdirinya dua polisi di depan ruangan yang bersebelahan dengan ruangannya. Pintu ruangan Louis sedikit terbuka. Tiffany tak bisa menghentikan rasa penasaran nya. Dia bertanya kepada polisi yang tengah berjaga. “ apa terjadi sesuatu di kota ini?” tanyanya. “ sedikit terjadi perkelahian di jalan raya” Jawab si polisi itu. Tiffany menatap ke arah dalam. Dia melihat seorang pemuda yang berusaha menahan rasa sakitnya. Tapi dia merasa familiar dengan keberadaan bocah yang sedang di beri perawatan itu. “ anu, siapa namanya?” tanya lagi Tiffany. “ kami belum mengetahui, sebentar lagi kami akan melakukan penyelidikan” jawab lagi sang polisi. Tiffany mengangguk pelan, dia mulai berjalan ke arah luar untuk pulang. Proses perawatan Louis pun akhirnya usai. Dia mulai keluar sambil memegangi tulang selangkanya yang terasa nyeri. “aku tak apa, lain kali tak perlu dijaga” Ujar Louis yang merasa acuh dengan kejadian ini. Tiffany membalikkan badannya, Dia masih di hantui rasa penasaran terhadap korban perkelahian. Matanya membulat setelah melihat Louis yang berdiri tegap memegangi bahunya. Dia menghampiri Louis, “ Louis..?” panggil Tiffany Louis mengalihkan pandangannya ke arah suara yang memanggil namanya. Dia pun turut terbelalak setelah mengetahui bahwa seseorang yang memanggil namanya adalah bibinya sendiri. “ Bibi Tiffany?” ucap Louis. “ jadi kau yang menjadi korban perkelahian saat ini?” Tanya Tiffany yang kemudian meraba-raba tubuh Louis. “ apa kau tak apa-apa? kau baik-baik saja?” imbuh Tiffany khawatir. “ ya aku baik-baik saja,” jawab Louis melepas tangan Tiffany yang meraba tubuhnya. Tiffany merasa paham dengan sikap Louis yang merasa canggung dengannya. Dan karena setelah kejadian di masa lampau membuat Louis dan Irene membangun luka begitu dalam karena ulahnya sendiri. “ apa bibi bisa bicara denganmu?” ucap Tiffany. Louis membungkam, “ maaf, apa kalian adalah kerabat atau keluarga?” celetuk si polisi. “ emmm...” sahut Louis. “ iya, kami adalah keluarga. Dia keponakanku” Kata Tiffany memotong perkataan Louis yang hendak menjawabnya. “ aku sudah merasa baik, jadi tak perlu lagi menjagaku.” ucap Louis. “ kami ingin meminta laporan dari anda”jawab sang polisi. Louis menghela napas, “ baiklah, tapi setelah aku mengobrol dengannya terlebih dulu” Tiffany memasang senyuman di bibirnya. Mereka akhirnya mulai berbicara satu sama lain di kursi yang tersedia di rumah sakit. “ aku ingin berbicara padamu, karena aku datang ingin meminta maaf” Ucap Tiffany membuka obrolan. “ maafkan aku untuk semua kesalahan yang telah ku lakukan di masa lalu. Karena aku sering memperlakukanmu dengan tidak baik. Padahal kau sendiri adalah keponakanku” imbuhnya. Louis diam mematung tak bisa melontarkan sepatah kata pun kepada Tiffany. Dia menatap mata Steve dan mulai bertanya padanya. “ mengapa kau terlibat dalam perkelahian dengan Anggotan Gangster?” tanya nya lembut. “ ya, mereka menabrakku saat aku di jalan. Dan mereka berkata aku tidak punya mata. Lalu mereka melakukan penyerangan terhadapku” Jawab Louis “ kau masih tinggal bersama kakak mu kan?” Tanya sang bibi. “ tidak bi, aku sudah bekerja. Aku tinggal di rumah bos ku” ucap Louis. “ Irene, dia tumbuh dewasa. Sikapnya sangat keras. Saat aku bertemu dengannya di bar, dia tak menganggapku sebagai bibinya” ujar Tiffany yang berpura-pura tegar. “ Mungkin aku bisa memaafkan kesalahanmu dulu, tapi bagi Irene kau terlalu jahat” jawab Louis. “ iya aku mengerti dan aku ucapkan terimakasih karena kau telah memaafkanku Louis.” “ emmm aku ingin berpesan. Jangan pernah kau bertengkar hebat dengan kakakmu. Karena kalian ini adalah saudara. Kalian harus mencintai satu sama lain. Walaupun masalah menghadang kalian sebesar apapun, kalian harus menghadapinya bersama” tambah Tiffany dengan nada pelan sambil mengusap-usap pundak Louis. Louis merasa tenang dan dia menolehkan wajahnya ke arah Tiffany, “ terimakasih bi” jawab Louis sambil tersenyum. “ aku tau kalian sedang bertengkar hebat sekarang” ucap Tiffany. Senyuman Louis kembali datar setelah Tiffany mengatakan hal seperti itu padanya. “ bagaimana kau bisa tau?” “ Saat kau pingsan di Bar aku menolongmu. Aku membaringkan mu di ruang Vip di bar. Aku pun menelepon Irene, karena saat aku melacak ponselmu aku melihat wallpaper foto masa kecil kalian. Jadi aku menyangka kalau kau keponakanku” “ Irene menyuruhku untuk keluar saat dia sudah datang ke bar. Aku keluar, lalu saat itu aku hendak memberikan sup pengar yang telah ku beli di kedai dekat bar. Tapi saat aku hendak masuk, aku mendengar kalian berteriak satu sama lain” Jelasnya panjang lebar. “ Apa masalah kalian seberat itu?” tanya Tiffany. “ hmmm itu bi, tidak kami tidak mempunyai masa...” “ Dan saat kau pingsan, kau sempat berkata dengan perkataan melantur. Kau sempat mengatakan bahwa kau dan Irene mempunyai suatu impian untuk balas dendam. Kepada siapa?” Celetuk Tiffany memotong perkataan Louis. Ini adalah pertemuan yang tak di sengaja antara dirinya dengan sang bibi. Tapi Louis merasa bahwa ini bukan pertemuan yang pertama. Karena Tiffany telah banyak mengetahui sesuatu yang terjadi di kehidupannya. Mulut Louis semakin membungkam karena bibinya telah mengetahui soal kondisinya saat ini. Apakah Louis akan menjelaskan pada Tiffany dan meminta bantuan padanya?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN