Bentakan Irene yang menyuruh Tiffany untuk keluar membuat Tiffany terhentak dan pergi keluar dari ruang VIP bar. Tiffany keluar dan menutup pintu pelan, Namun dia keluar dengan membawa suatu hal yang membuatnya mati penasaran.
Soal perkataan Louis yang melantur, menyebut-nyebut bahwa dia dan Irene hendak mewujudkan suatu impian. Impian apa yang di maksud olehnya? begitulah isi pemikiran Tiffany sekarang.
Dia, Tidak berniat membawakan sup pengar untuk Louis. Tapi Dia kembali ke ruangan VIP itu karena penasaran. Tiffany mendekatkan telinganya ke arah pintu untuk menguping.
Boom..Akhirnya rasa penasaran itu tepenuhi setelah mendengar pembicaraan kecil yang memicu perdebatan antara Louis dan Irene. Tiffany mengangguk-angguk menikmati perdebatan itu dan mulai memahami apa yang mereka rencanakan.
“ Dan saat kau pingsan, kau sempat berkata dengan perkataan melantur. Kau sempat mengatakan bahwa kau dan Irene mempunyai suatu impian untuk balas dendam. Kepada siapa?” ucap Tiffany semakin mengajukan pertanyaan yang membuat Louis tak bisa menjawab.
“ Apa maksud mu Bi? aku sama sekali tak mengerti pertanyaanmu. Bahkan saat itu aku sedang mabuk bukan? mungkin itu hanya lanturan” jawab Louis.
Kali ini Tiffany yang mulai membungkam mulutnya, apakah dia selama ini salah menerka suatu hal tentang Louis dan Irene?
“ hmmm, maaf bi. Aku tidak waktu aku harus kembali bekerja” Seru Louis yang terburu-buru pergi agar bibinya tak terus menerus memberikan pertanyaan rumit padanya.
***
Steve menatap Irene dengan penuh kasih sayang. Akhirnya tangan Irene telah selesai di perban. Steve merasa lebih lega sekarang karena dia mampu mengobati luka Irene dengan baik.
“ apa aku harus menjagamu seharian di sini?” tanya Steve menatap wajah Irene.
“ tak perlu, kondisi ku tak terlalu parah bukan?” jawab Irene
“ padahal aku ingin menjagamu” Ujar Steve sambil memasang komuk sok sedih.
“ apa-apaan wajah itu?” ucap Irene mengomentari wajah imut Steve yang termanyun.
“ yahhhh mengapa aku sangat sedih ingin meninggalkanmu sendirian sendirian” Tambah Steve semakin menjadi-jadi dengan wajah imutnya.
Pipi Irene bersemu merah, dia tak bisa menahan rasa ingin tertawa setelah menatap wajah Steve. Tapi dia tetap saja memasang wajah datarnya.
“ ayo kau pulang saja, kau juga harus beristirahat bukan?” ucap Irene dengan dingin.
“ uummm sayang sekali” sahut Steve kemudian ia berdiri.
Irene mengantar Steve ke depan rumahnya. Setelah kejadian yang membuat Steve gemetar, mereka menjadi sedekat. Bahkan yang dulunya mereka jauh sejauh matari, sekarang mereka menjadi dekat sedekat nadi.
Di detik-detik terakhir Steve hendak pulang dan menuju ke mobilnya. Dia memberikan sentuhan halus dengan mengusap rambut Irene.
“ Jaga kesehatanmu ya” Kata Steve dengan memasang senyumannya.
Irene mengangguk, “ Soal mobilmu, aku ingin mengucapkan maaf” kata Irene menunduk.
“ Tidak apa-apa. Aku bisa membelinya lagi nanti” Jawab Steve.
Steve kemudian masuk ke mobilnya sambil melambaikan tangannya kepada Irene. Anehnya, Irene pun melambaikan tangannya juga. Seolah mereka telah membangun chemistry dengan baik.
***
Vincent hendak berjalan ke ruangan di rumah sakitnya. Dia membalikkan badannya setelah melihat keberadaan Tiffany dengan Louis di kursi rumah sakit yang di sampingnya berdiri dua orang dari badan kepolisian.
“ Jalang itu? tunggu sepertinya aku mengenal pria yang berdiri di sampingnya” gumam Vincent yang memandangi Tiffany dari balik dinding.
“ tapi siapa pria muda itu? aku cukup familiar dengan wajahnya” imbuhnya lagi yang berusaha mengingat-ingat.
Louis terlihat melangkahkan kakinya untuk pergi keluar dari rumah sakit. Vincent berpura-pura memainkan ponselnya agar tak di curigai oleh Louis yang saat ini melewatinya.
“ aku jadi ingat, bukankah dia adalah Pengawal pribadi Zacklee? apa dia memiliki hubungan dengan Tiffany?” pikirnya.
Kali ini Tiffany yang mulai berdiri dan hendak keluar menuju pintu keluar dari rumah sakit. Tiffany melewati Vincent, dan Vincent menarik tangannya dengan kuat.
“ Vi-vincent?” kata Tiffany sambil memegangi daerah rahimnya yang terasa sakit.
“ apa kau memiliki hubungan dengan pria itu?” tanya Vincent pada Tiffany.
“ Dia Keponakanku” jawabnya.
“ Irene keponakanmu dan dia juga keponakanmu? apa kalian semua adalah kerabat” tanya lagi Vincent.
“ Mereke berdua bersaudara” jawab Tiffany lagi.
Tiffany terlihat sangat tidak nyaman dengan perlakuan Vincent padanya. Dia akhirnya pergi meninggalkan Vincent yang sedang berpikir dengan keras. Vincent membiarkan Tiffany pergi, ia pun turut pergi ke ruangannya.
***
Louis memberhentikan taksi yang lalu lalang di depan Rumah sakit mega bintang itu. Selama di Taksi Louis sibuk memegangi daerah tulang selangkanya yang masih terasa sakit.
Setibanya di rumah Zacklee, tak diduga lawan mainnya Steve juga tiba di rumah. Steve keluar dari mobilnya bersamaan dengan keluarnya Louis dari dalam Taksi. Kedua pasang mata mereka saling bertatapan. Steve dan Louis saling menghampiri satu sama lain.
Hanya tatapan mata tajam mereka yang seolah tengah berbicara. Keduanya bak anjing dan kucing yang tak bisa akur lagi. Karena mereka saling membenci satu sama lain.
“ sebegitukah kau menghukumku?” kata Steve yang mulai melontarkan sepatah kata untuk Louis dengan amarahnya.
Louis terkekeh sedikit, “ mengapa? kau tak bisa menerima?”
Tangan Steve mengepal, “ Kau sama halnya seperti psikopat” ucap Steve.
“ Dan kau sama seperti lelaki lemah tak tahu diri” jawab Louis dengan kata-kata kasar.
“ lain kali jangan mengajakku bertanding jika kau masih merengek seperti anak kecil.” imbuh Louis.
“ jangan terlalu menilaiku seperti itu, karena kau tak akan tahu perubahan seseorang kedepannya. Bisa jadi aku besok menjatuhkanmu” ucap Steve.
Louis hanya melewati Steve sambil memegangi daerag tulang selangka nya. Mata Steve tersihir dengan baju Louis yang menyisakan bercak merah. Apa itu adalah darah?
Steve tak ingin mencari tahu soal itu, sekarang mereka berdua telah sampai di ruangannya masing-masing. Steve masih tak kuasa menahan rasa emosinya yang menjadi-jadi. Ia memukul meja di kamarnya berkali-kali karena kesal.
“ ahhhh aku malu karena aku kalah dengan pria arogan itu” teriak Steve saking sebalnya.
Di sisi lain, Louis menyoroti pesan dari kakaknya. Pikirannya kini masih di penuhi dengan kejadian di gudang. Setelah melihat sikap dan tingkah laku Irene pada Steve, Louis menjadi tak ingin untuk menemui Irene.
Tapi, apakah Louis sanggup untuk menjauh dari kakak tersayangnya itu? Mungkin jawabannya adalah tidak. Kali ini Louis gamang untuk menentukan keputusan.
Dia kembali teringat dengan ucapan bibinya yang berpesan untuk saling menyayangi satu sama lain. Pikiran lain Louis mengatakan, bahwa jatuh cinta itu tak salah.
Karena jatuh cinta sifatnya manusiawi. Dan perasaan antarmanusia itu tak ada yang bisa mengendalikan. Mungkin saja bisa, tapi itu berat. Di kamarnya, Louis terus memikirkan kedua hal itu.
Tangan Louis kini mulai mencoba untuk menelpon kakaknya. Louis menekan tombol untuk melakukan suatu panggilan dengan Irene. Dan Irene menjawabnya.
“ halo, kau dimana?” tanya Irene dengan nada yang sedikit naik.
“ di rumah Zacklee” jawab Louis.
“ ada beberapa hal yang ingin ku bicarakan denganmu” ucap Irene.
“ bukan hal yang hendak kau bicarakan, tapi kau ingin memarahiku kan?” sahut Louis.
“ Itu salah satunya. Aku sekarang sudah pindah rumah, jadi kau bisa kerumahku” ujarnya.
“ aku tidak bisa sekarang” jawab Louis
“ kenapa?”
“ Aku di serang oleh segerombolan gangster jalanan. Jadi aku harus istirahat” ucap Louis santai.
“ APA? DI SERANG? CECUNGUK MANA YANG BERANI MENYERANGMU?” Desis Irene yang mulai berbicara dengan nada tinggi.
“ apa kau mengkhawatirkan ku?” tanya Louis menundukkan kepalanya.
Irene menghela napas, “ Tentu saja. Kakak mana yang tidak merasa khawatir jika adiknya di serang bodoh”
Air mata Louis berlinang, dia tak menyangka bahwa Irene masih peduli terhadap dirinya. “ Maafkan aku Irene” lirih Louis dengan nada lembut dan penuh perasaan bersalah.
Irene terdiam, “ aku sudah memaafkanmu Louis. Aku menyadari bahwa aku pun salah”
“ tapi bukankah aku terlalu egois?” tanya Louis.
“ egois seperti apa yang kau maksud?”
“ Karena aku melarangmu untuk mencintai Steve” ucap Louis.
“ Aku tak bisa mengerti perasaanmu pada Steve. Aku mulai terobsesi dengan rencana kita. Hingga aku sendiri tak bisa mengerti perasaanmu” imbuhnya.
Irene tersenyum sambil menyeka air matanya yang menetes karena terharu,
“ Aku bangga kau sedewasa ini sekarang Louis. Aku tak sepenuhnya menyalahkanmu. Karena kita telah bersama-sama, dan aku mengerti karena kau tak mau aku melupakan rencana awal kita. Tapi yang harus kau ingat ayah, Ibu, dan Alana tetap terukir di sanubariku. Aku tidak akan pernah melupakan mereka. Yaa dan tentu saja janjiku”
“ Aku lega mendengarnya.” ucap Louis.
“ sepertinya kita sudah tak perlu bertemu, karena kita sudah meluruskan masalah ini sekarang” jawab Irene.
“ tapi jika kau ingin melihat-lihat rumah baru kita. Kemarilah, aku akan menunggumu” imbuhnya.
“ baik” jawab Louis.