HALUSINASI

1521 Kata
Beberapa hari setelah kejadian itu, Semuanya terulang seperti semula. Tidak ada aktivitas untuk merencanakan sesuatu atau membalas dendam. Karena pasalnya, aku lebih fokus pada kesehatan adikku, Louis. Kondisi Louis semakin membaik, Luka tusuknya telah mengering. Aku dan paman selalu menjaganya setiap waktu. Bahkan paman selalu mengingat masa lalu bersama Louis. Louis selalu bertanya, Bagaimana kondisi paman di penjara. Bagaimana dia bisa hidup, Bagaimana dia bisa bertahan. Paman selalu berkata bahwa yang membuatnya bertahan adalah semua teman-temannya yang baik dan selalu ada untuknya. Dia selalu berkata, Bahwa seseorang yang berada di penjara bukan seutuhnya orang yang jahat. Terkadang yang menjadi penjara bagi seseorang adalah pikiran mereka sendiri. Masih banyak orang yang jahat di luar sana, menutupi wajahnya dengan topeng yang sejatinya bukan sifat aslinya. Itu Munafik yang sesungguhnya! “ Kondisi Louis sudah membaik” kata dokter seusai membuka perban di paha Louis. “ kapan aku bisa pulang?” tanya Louis tertegun. “ Tunggu beberapa hari lagi sampai kau pulih total” jawabnya. Louis menghela nafasnya sebal, Dia tiba-tiba turun dari ranjangnya dan menendang kakinya yang terluka ke kaki ranjang. Lalu dia menepuk luka tusuknya berkali-kali tanpa henti. “ Lihat aku sudah tidak apa-apa kan?” Kata Louis memaksa. Sang dokter membuka matanya lebar-lebar, Dia menggelengkan kepalanya berkali-kali karena Louis yang seakan mati rasa dengan lukanya. “ Lagian, Louis itu baik-baik saja. Mengapa dia harus terus menginap di rumah sakit ini. Bukankah itu menambah beban pikiran nya?” celetukku sambil menguap bosan. Si dokter akhirnya mengalah, “ jika kalian sudah merasa baik. Saya izinkan pulang” Ucapnya yang memasukkan kedua tangannya ke kantong dan beranjak pergi. “ akhirnya, kau pulang juga” Ujar paman Lay bahagia sembari menepuk-nepuk pundak Louis. Dan puncaknya, aku telah bersiap untuk pulang. Kembali ke rumah, dan mulai memikirkan rencana kedepannya. Sesungguhnya rasa sakitku karena ulah Vincent masih tersimpan rapi. Aku sangat ingin menghancurkannya akhir-akhir ini. Tapi aku harus tetap memikirkannya matang-matang. *** Dan hari ini juga menjadi hari wujud penyembuhan bagi seorang Vincent. Dia yang baru-baru ini lebam dan terluka karena tinjuan Irene. Lalu selama sepekan dia menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Pria itu berdiri hadapan cerminnya, mengompres pipi nya yang masih membengkak. Dia menghempas handuk kompresnya dengan keras. “ Wanita itu, membuatku menderita” Gerutunya sambil meraba pipi tirusnya yang kini menjadi chubby. “ Sangat ku akui, dia tak bisa di kutik sekalipun. Aku baru sadar kalau dia sangat kuat” Imbuhnya. Ponselnya tiba-tiba berdering, membuat kepalanya menoleh ke arah laci yang berada di samping sofanya. Dia tetap meraba pipinya sambil berjalan ke arah ponsel dan mulai mengangkat telepon itu. “ ya halo?” Kata Vincent memulai obrolan. “ Halo Vincent, apa kabar? maaf aku baru bisa mengabarimu sekarang. Untuk rencana kita soal reuni itu. Akan ku adakan lusa, di Hotel Bluesky. Hotel bintang lima yang terkenal itu” Jawab Marcus. Ya, Pria yang menelpon Vincent adalah Marcus. Salah seorang teman kelasnya kala itu. “ Lusa ya? Baiklah aku akan datang” Ujar Vincent sambil berjalan ke arah lemari untuk mengambil jas kerja. “ baiklah, aku akan mengabari yang lain” Ucap Marcus lalu menutup panggilan. *** Di sisi lain, Seorang sekretaris Zacklee memasuki ruangan kerja. Dia membawa sehelai surat berwarna merah menyala. Surat yang cukup mewah, seperti surat-surat para konglomerat pada umumnya. Zacklee menyuruh sekretaris nya keluar dari ruangan kerjanya. Dia tampak penasaran melihat isi surat itu. “ ini bukan surat, ini undangan”pikirnya. “ Apa? undangan reuni? apa mereka mengundangku?” tanyanya lagi yang terheran sambil mengusap dagunya berkali-kali. Kemudian sebuah telepon berdering, Telepon itu dari nomor yang tidak di kenal. Zacklee mengangkat telepon. “ ya, ini siapa?” ucapnya datar. “ ahh Zacklee, kau masih ingat aku? Aku marcus, teman sekelasmu” jawab Marcus yang tampak antusias. Zacklee mengernyitkan keningnya, dan memegangi kepalanya yang berusaha mengingat sesuatu. “ oh Marcus” jawabnya dingin, Yaa karena dia mulai ingat bahwa Marcus teman sepergeng-annya dari kakak tirinya itu alias Vincent. “ apa undangan itu telah sampai padamu? Tolong kehadirannya lusa“ Ujar Marcus. “ entahlah, aku sangat sibuk. Jadi terkadang aku tak bisa” Jawab Zacklee sambil memasang wajah judes. “ Apakah kau sesibuk itu? ahh aku tak percaya” Ucap Marcus. “ sudahlah, aku sedang bekerja” Kata Zacklee dingin sambil menutup telepon. Zacklee membuang teleponnya ke meja, “ untuk apa aku berkumpul dengan orang-orang sialan seperti kalian” umpatnya. *** Aku telah tiba di rumah, Kami semua turun dari taksi. Louis dengan santai berjalan seolah dia tidak terluka. Paman Lay menganga melihat rumahku yang sangat megah. “ Irene, apa ini rumahmu?” tanya paman Lay. “ Aku membeli ini setelah mendapat aset yayasan Oxford Paman” Jawaku pelan. “ wow kau sudah benar-benar sukses sekarang” katanya pelan. Aku tersenyum dan mengajak paman Lay masuk. Dia kembali terharu melihat seisi rumahku. “ pasti ini semua mahal” katanya lagi. Mereka semua menghempaskan tubuhnya ke sofa. Aku mengambil beberapa botol soju untuk kusuguhkan kepada paman. “ karena kau sibuk berada di rumah sakit, kau jadi tidak tau soal rumahku. Aku membeli ini sudah beberapa Minggu yang lalu” ucapku sambil memposisikan diri ke sofa dan menuang soju ke cawan. “ ini sangat luar biasa” kata paman memuji. Pomsel Louis berdering, menganggu obrolanku dengan paman. Dia mengangkat telepon seluler itu. Siapa sangka bahwa itu dari bos nya, Zacklee. “ ya halo Zack?” kata Louis, sontak hal itu membuatku membungkam mulutku. Louis pergi menjauh dariku dan paman Lay. Dia menjawab panggilan dari Zacklee di taman. Paman Lay belum mengetahui apapun soal rencana pembalasan dendamku pada Zacklee. Bahkan dia belum mengetahui siapa itu Zacklee. “ ngomong-ngomong mengapa Tiffany tak datang ke rumah sakit selama berhari-hari?” tanyaku pada paman sambil meneguk soju. Paman mengedikkan bahunya, “ aku tak tahu, apa kau dan Louis tinggal bersama?” “ tidak, Dia tinggal di rumah bosnya” jawabku singkat. Paman Lay mengangguk pelan. Kemudian dia berdiri dan mulai berjalan-jalan ke area sekitar rumah. Mengitari lantai dua dan melihat-lihat interior. Aku dengan cepat pergi ke hadapan Louis untuk menanyakan sesuatu. “ Louis apa terjadi sesuatu?” tanyaku setelah Louis mematikan ponselnya. “ kau tahu, Zacklee akan mengadakan pertemuan besar” Ucapnya. “ pertemuan apa?” “ Reuni besar-besaran bersama teman seangkatannya. Apa kau tahu, bahwa Vincent juga teman seangkatannya?” Kata Louis. Aku menaikkan alis kananku. Otakku mulai memikirkan sesuatu, “ Louis, apa seharusnya kita menyusun rencana lagi?” tanyaku meminta pendapat. Louis mulai berfikir keras, sambil mengetuk dagunya dengan jari telunjuk berulang kali. *** Tiffany duduk di ranjangnya, Dia lagi-lagi menahan sakit. Beberapa obat yang seharusnya menjadi penguat seketika lenyap di atas lacinya. Mau bagaimana lagi dia tidak memiliki uang untuk membeli semua itu. Setelah paman Lay bebas, Dia bahkan tak memberi tahu soal penyakitnya pada paman Lay. Di pikirannya,dia tak ingin menambah beban dari paman. Bahkan setelah dia melakukan hal intim bersama Vincent, Bagian rahimnya terasa lebih sakit dan nyeri tak berkesudahan. Tiffany meneteskan air matanya, Dia mulai tak tahan dengan rasa sakitnya itu. Kantung matanya mulai terlihat, karena dia tak pernah tidur. Tangannya tak henti-hentinya memegangi perutnya itu, menandakan bahwa betapa sakitnya dan menderitanya dia. Hanya tersisa sebotol obat yang memang sedari dulu di minumnya, yaitu obat penenang. Setelah kepergian Mihaw yang membuat dia bertahan hidup sendirian, Hal itu membuat Tiffany Stress bahkan dia tak bisa menenangkan dirinya sendiri. Terkadang tekanan saat dia menjalani pekerjaannya, dengan bersetubuh bersama orang lain yang berbeda berkali-kali membuatnya tak tahan. Meski hal itu ia lakukan untuk mempertahankam hidupnya, bagi Tiffany itu adalah sebuah neraka. Dia mulai mengambil sebotol obat yang di simpan rapi di dalam laci. Lalu dia memandangi obat itu dengan mata yang sama sekali tak berkedip. Dia menghempas tubuhnya ke ranjang, Sebulir air matanya jatuh membasahi ranjangnya. Tangannya membuka tutup botol obat itu dan mengambil sebutir pil di dalamnya. Tiffany meminum itu untuk menghentikan rasa stress nya yang membubung berkali-kali. Dia gemetar mengambil segelas air yang berada di atas lacinya. Apakah ini yang dinamakan serangan mental? bahkan ketika Tiffany bertemu dengan benda tajam. Seolah ada seseorang yang berbisik di telinganya, “ bunuh Aku” itulah bisikan lembut yang biasa di dengat Tiffany. Seperti dia harus menyakiti dirinya sendiri ketika melihat benda-benda tajam seperti pisau, beling, atau yang lainnya. Bahkan sebelum tidur dia selalu berhalusinasi. Apa itu yang di sebut gangguan mental? Kini Tiffany mulai menulis selembar surat penting kepada Lay. Dia menaruh surat itu di atas laci. Surat yang masih utuh dan belum di tekuk sama sekali. Kemudian Tiffany tersenyum, Matanya mulai berbinar setelah dia menatap Mihaw yang berada di depannya. Iya, Dia berhalusinasi. Dia sudah tidak benar, Dia sudah tak bisa di selamatkan. Padahal di hadapan nya kosong, bagaimana mana mungkin seorang mayat bisa hidup kembali? itu tidak mungkin. Tiffany kemudian tertawa keras seperti orang yang benar-benar gila. Dia menghempas tubuhnya lagi ke ranjang, dan mulai membuka botol obat penenang itu lagi. Botol itu tepat berada di atas mulutnya, dia telentang di ranjang. Lalu membuka botol itu, seluruh obat jatuh ke bawah. Dia membuka mulutnya lebar-lebar, beberapa obat masuk ke mulutnya. Dan dia menelan seluruh obat itu! “ Jika aku mati, aku akan bertemu denganmu Mihaw dan aku akan menangkapmu” ucapnya yang setengah sadar sambil menatap ke dinding yang dalam halusinasinya Mihaw tengah berdiri di dinding itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN