Semenjak kejadian itu, entah mengapa perasaanku menjadi sedikit berbeda pada Steve. Saat aku melihatnya lemas dan tak berdaya, aku tak tau mengapa aku menjadi rela untuk merawatnya.
Dan karena kejadian itu pula aku menangis sejadi-jadinya untuk kedua kalinya setelah ayah dan ibu tewas. Karena adikku Louis, menjadi kecewa kepadaku. Tapi jujur, aku masih belum bisa mencintai Steve dengan dalam. Karena setiap kali aku melihat wajahnya, Aku terus teringat pada Zacklee.
Dan saat itu, Tiffany menelponku. Dia menemukan Louis terkapar lemas di barclub. Aku menjadi terkejut, karena Tiffany telah menemui Louis adikku sendiri.
“ Louis sekarang berada di bar, Jika kau sedang bekerja paruh waktu. Aku yang akan menjaganya” ucapnya padaku.
“ APA?” aku terkejut mendengarnya.
Steve merotasikan matanya ke arahku yang tengah terkejut. Aku menjadi sedikit membuat Drama agar ia tak curiga.
“ apa? iya manager, aku akan segera kesana” kataku berpura-pura.
Aku segera menutup telepon, Steve kemudian bertanya kepadaku. “ siapa yang menelpon? mengapa kau terkejut?” tanyanya.
“ hanya manager” kataku dingin.
“ panggilan untuk bekerja?” tanyanya lagi dan aku mengiyakan.
“ aku harus pergi sekarang” ucapku datar.
Aku membalikkan badan untuk segera melangkahkan kakiku pergi keluar. Steve menarik tanganku, dan kembali mendekapku. Dia menepuk-nepuk punggung ku. Mulutku tak mampu berkata-kata, namun aku pun tak bisa melepas pelukannya.
“ jangan terlalu lelah bekerja “ bisik Steve dengan lembut sambil mengelus-elus kepalaku.
Elusan itu sedikit membuatku tenang, Aku menjadi sangat terenyuh dengan sikapnya yang lembut. Tapi mengapa aku tak bisa menjauh darinya.
“ kau mau disini atau mau ku antar pulang?”ujarku dingin seolah tak pernah memiliki perasaan.
Steve melepas pelukannya, dia menatapku tapi aku mengalihkan pandangan. “ aku mau pulang, tapi kau tak perlu mengantarku”
“ kau yakin?”
Dia mengangguk, aku hendak beranjak pergi keluar. Tapi tiba-tiba langkahku terhenti. Karena rasa khawatir itu kembali menghantuiku, ku balikkan badanku menghadap ke arah Steve. Dan ku tarik tangannya pergi keluar.
“ mengapa menarikku?” ucapnya.
“ biar ku antar” kataku.
Steve tersenyum dan tersipu malu. “ padahal aku sudah bilang aku baik-baik saja. Jangan terlalu khawatir”
“ aku hanya kasihan melihat bocah ingusan sepertimu. Jangan terlalu percaya diri” ketusku.
Dia hanya tersenyum dan memasukkan tangan kirinya ke saku. Tak berselang lama, Taksi mulai datang. Aku dan Steve masuk, Dia terus melirik ke arahku.
“ ponselmu?” kata Steve.
“ untuk apa?”
“ sini “ jawabnya.
Aku mengambil ponselmu dan memberikan itu padanya dengan kaku. Dia mencatat sebuah nomor dan menelponnya lewat ponselku.
“ sudah, terimakasih” Katanya.
Aku tak menjawabnya karena menjaga image dingin di hadapannya. Tapi hatiku luluh melihat senyum lebarnya yang khas, membuat duniaku seolah teralihkan padanya. Apa ini?tidak, aku benar-benar tidak menyukainya.
Taksi mulai melewati jalanan rumah yang besar. Ini adalah kawasan elit, hampir semua rumah di sekitar sini menyerupai sebuah istana. Tak heran lagi, Zacklee begitu banyak menghasilkan uang.
Tapi jika bukan karena ayah, dia hanya sebuah pengusaha biasa. Yang menghasilkan uang tidak dengan jumlah fantastis. Steve turun di depan rumah yang megah dengan pagar yang menjulang.
lagi-lagi dia mengucapkan sepatah kata terimakasih. Aku hanya mengangguk. Tujuan selanjutnya adalah ke bar club, aku berpikir bahwa Louis sudah sangat kecewa terhadapku
Beberapa menit setelah taksi melaju dengan cepat, akhirnya aku sampai di bar. Biasanya aku bekerja, tapi kali ini aku datang sebagai pengunjung setelah aku mengajukan surat pengunduran diri kepada manager.
Ku cari Louis di dalam. Dia tidak di sini, lalu ku cari dia ke tiap kamar masih saja tidak ada. Aku sedikit kesal pada Tiffany karena dia tak memberitahu keberadaan Louis secara pasti. Aku jadi ingat, Tiffany memang sering memesan kamar di lantai dua.
Aku berlari ke kamar yang biasa di pesan oleh Tiffany. Dia masih telanjang dan mengelus-elus kepala Louis seperti seseorang yang tengah khawatir. Dia melayangkan matanya ke arahku dan aku menghampirinya.
“ kau tak perlu menjaganya, biar aku yang menjaganya” ketusku.
Tiffany menyentuh tanganku, “ tolong sampaikan permintaan maafku padanya”
“ itu tidak perlu” jawabku.
“ jangan bersikap seperti itu, aku hanya perlu minta maaf” katanya.
“ kau urusi hidupmu sendiri” sahutku.
“ ini bukan saatnya memarahiku. Ayo jaga adikmu baik-baik. Dan aku ingin bertanya, kau ingin membalas dendam kepada siapa? dendam apa yang ingin kau tumpas?”
Aku merotasikan mataku pada Tiffany. Aku terkejut setelah mendengar ucapannya yang ternyata mengetahui soal keinginanku. “ kau tidak perlu tau”
“ ya kau benar. Ku harap semuanya sesuai dengan rencanamu” katanya lagi dan mulai beranjak pergi keluar.
Saat ini, aku menjadi sedikit sedih. Aku takut Louis tak mau memercayaiku lagi. Aku takut Louis mulai menjauh dan tak mau menjadi adikku. Dia harta yang selama ini ku miliki, seperti janjiku pada ibu. Aku akan selalu menjaganya!
Beberapa jam Louis masih tertidur pulas di tengah mabuknya. Aku duduk di samping Louis dan terus menatapnya dengan tatapan kosong. Entah apa yang akan ku katakan padanya.
Louis terbangun dari tidurnya. Dia meregangkan kepalanya yang terasa kaku dan memegangi pelipisnya karena pengar. Matanya kemudian melirik ke arahku.
“ Irene..” katanya memanggil.
“ Louis..” jawabku pelan.
“ untuk apa kau menemuiku?” ucap Louis yang kemudian membuang wajahnya padaku.
“ jangan berfikir aku akan memaafkanmu jika kau benar-benar memiliki perasaan pada b*****h itu” imbuhnya.
“ Louis...” lirihku.
“ sangat mengecewakan jika kau benar-benar menyukainya. Seharusnya kau malu dengan semua rencana yang kau impi-impikan dulu. “ Tambah Louis memotong ucapanku.
“ aku tidak ingin mempermalukan diriku pada semua rencanaku” ucapku.
“ bagaimana jika aku tidak mempercayaimu?” jawab Louis yang mulai mengarahkan pandangannya ke arahku.
“ aku masih ingat siapa Zacklee dan dendam kita. Aku tidak akan pernah terkecoh pada Steve”
“ menyedihkan saat aku melihat ke arah matamu yang telah kutemukan kebohongan” Desis Louis.
Aku mengepalkan tangan, “ tolong kali ini percaya kepadaku “ ucapku pelan.
“ aku ingin kembali ke rumah Zacklee. Aku ingin bekerja” ketus Louis yang mulai melangkahkan kakinya untuk pergi keluar.
Aku tetap membungkam, dan membiarkan Louis pergi. Hatiku sendiri saat ini tak tahu harus melakukan apa dan bagaimana lagi. Dia sekarang hanya tidak bisa berfikir dengan kepala dingin, Louis sudah terlanjur kecewa.
***
Louis menutup pintu bar dengan pelan. Tetapi dia masih melihat kakaknya yang termenung di ranjang. Air mata kembali memenuhi pelupuk mata Louis. Dia kasihan melihat kakaknya yang mengemis permintaan maaf darinya.
Kali ini dia ingin pulang, saat melewati kerumunan orang di bar. Salah seorang menatapnya lama, dia adalah Tiffany. Tapi Louis menghiraukan tatapan itu, dia keluar memberhentikan taksi.
Sesampainya di rumah Zacklee. Beberapa pengawal berjaga ketat, Louis masuk ke paviliun untuk merebahkan tubuhnya sebentar. Tiba-tiba dia kembali bertemu dengan Steve.
Steve menatap tajam matanya, “ apa-apaan seorang pengawal pulang dengan lemas seperti ini.” ucapnya.
Louis kembali menatap Steve, “ apa-apa an seorang laki-laki pingsan sehari dua kali? lelaki jantan kah kau?” jawab Louis merendahkan.
Mata Steve terbelalak, bagaimana dia bisa tau bahwa Steve pingsan dalam dua kali. “ kau membututiku?” tanyanya mulai melangkah lebih dekat di hadapan Louis.
“ bagaimana jika aku mengatakan iya?” ucap Louis sambil memiringkan bibirnya.
“ kau masih berani menemui Irene? padahal kau hanya mantan pacarnya?” ketus Steve mendengus kesal.
“ itulah yang dinamakan lelaki jantan” balas Louis.
“ kau pikir aku tidak jantan?” seru Steve.
“ jika iya bagaimana?”
“ aku akan membuktikannya padamu. Aku ingin kau melawanku” ucap Steve.
“ aku tidak takut” Ketus Louis yang mulai melewati Steve untuk pergi ke kamarnya.
“ besok malam temui aku, di taman rumah. “
Louis memberhentikan langkahnya dan membalikkan badan, “ kapanpun dan dimanapun aku siap melawanmu” ucap Louis kemudian melanjutkan langkahya.
Louis telah sampai di kamarnya. Entah mengapa pikirannya sekarang kacau bersamaan dengan rasa khawatirnya kepada Irene. Di tambah lagi di sebal dan kesal pada Steve yang terus mendekati kakaknya.
“ cecunguk itu, mengapa dia tidak berhenti mendekati Irene” gumam Louis.
Dia mulai duduk memangku tangannya di pintu kamar. Dan membuka layar ponselnya. Air matanya mulai jatuh saat melihat foto masa kecilnya di wallpaper ponselnya.
“ apa perasaanmu akan membuat rencana kita gagal Irene?”
“ aku dulu memang sangat tidak peduli pada dendam ini, tapi saat ku lihat bagaimana tamaknya Zacklee aku menjadi semakin ingin melawannya”
“ ku harap dugaan ku itu tidak benar Irene, dan maafkan aku jika saat ini aku menjauhimu” gumam lagi Louis dibarengi dengan air matanya yang mulai menetes.