Setelah melihat Video di ponsel Steve yang masih tergeletak di kamarnya, Louis tau benar dimana tempat yang akan di kunjungi oleh Steve saat ini. Dia tersenyum tipis, karena tak perlu susah payah untuk mencari kemana perginya Steve.
Di sisi lain, Steve mulai turun lewat jendela. Dia terus turun tanpa memikirkan kondisinya saat ini. Akhirnya kakinya bisa menapak ke tanah. Dia mengatur nafasnya yang sudah tak terkontrol karena gemetar.
Dia mengendap-endap keluar berusaha kabur tanpa terlihat oleh beberapa pengawal yang menjaga di rumahnya. Dan sangat beruntung, dia mampu keluar dari gerbang rumahnya.
Sayangnya, tak ada sebuah taksi yang lalu lalang di jalan sekita rumah nya. Terpaksa dia harus berjalan kaki pergi ke halte bus. Saat Steve berada di dalam bus pun, sekujur tubuhnya masih saja lemas. Bahkan dia tak sempat duduk, karena bangku bus telah di penuhi oleh beberapa orang.
Alhasil dia mengorbankan dirinya untuk berdiri. Beberapa dorongan dari orang-orang di belakangnya yang mendesak membuat tubuhnya ingin mual tapi dia mencoba untuk menahan.
Di sisi lain, Irene menendang pintu dengan keras dan masuk ke rumah dengan menjatuhkan tubuhnya ke sofa. Dia menghembuskan nafas panjang, kejadian itu membuat tenaganya terbuang sia-sia.
Setelah beberapa menit Steve berdiri di bus, akhirnya ia pun tiba di kediaman Irene. Langkahnya mulai tertatih-tatih dan tak berdaya. Bahkan suara hembusannya pun terdengar seperti Asma.
Steve menendang beberapa tanaman di depan rumah Irene. Irene terbangun mendengar adanya suara yang terdengar di telinganya. Ia beranjak keluar mencari tau letak suara tersebut.
Nampak dari arah Luar, Steve berjalan dengan langkahnya yang mulai sempoyongan. Dia menghampiri Irene pelan dan menaruh senyum di wajahnya. Tetapi saat langkahnya hampir sampai di hadapan Irene, Dia terjatuh.
Walau demikian, Steve tidak tergeletak di atas tanah rumah Irene. Melainkan dia jatuh ke pundak Irene. Jantung Irene kembali berdetak kencang, dan matanya mulai terbelalak lebar.
“ hei bocah? heii..” bisik Irene dengan pelan tapi Mulut Steve tetap bungkam.
Irene tak menyadari bahwa Steve pingsan di pundaknya. Dia mengangkat kepala Steve dan semakin terkejut setelah melihat Steve memejamkan mata.
“ Steve, kau baik-baik saja. hei” teriaknya menepuk-nepuk wajah Steve.
Irene menggotong tubuh Steve dengan badannya. Dia membawa masuk bocah itu dan merebahkannya di kamar. Seperti hal nya seseorang yang merasa simpati, Irene membuka sepatu Steve dan mulai melakukan sesuatu agar Steve bisa terbangun.
“ dia pingsan lagi. Dia masih bernafas, ahh sial badannya panas” kata Irene yang meraba kepala Steve.
Rasa khawatir itu mulai muncul pada diri Irene. Dia beranjak kesana kemari mengambil kain dan Air untuk menurunkan suhu tubuh Steve yang panas. Dia pun rela pergi berlari membeli beberapa obat untuk Steve.
Sudah lama akhirnya tapi Steve masih tak kunjung siuman. Irene terus risau akan kondisi Steve. Dia mengompres kepala Steve berkali-kali berharap panasnya mereda.
Irene berdiri di samping Steve dan menatapnya dengan tatapan kosong. “ apa-apaan aku ini mengapa aku menolongnya” katanya dingin.
Beberapa detik kemudian, air mata Irene menggenang di pelupuk matanya. Louis datang dan segera masuk ke kamar Irene yang pintunya terbuka. Dia menatap Steve yang nampaknya telah di rawat oleh seseorang.
Ia pun menatap kakaknya yang berdiri di samping Steve dengan tatapan khawatir. Louis berdiri di samping Irene, “ pemandangan apa ini? pemandangan apa yang telah ku lihat. Kau merawat anak cecunguk yang menghabisi ibu dan ayah kandungmu sendiri. Ahh benar-benar” desis Louis sambil tertawa pelan.
Irene membisu, matanya tak berkedip. “ bertahun-tahun kita bungkam dan berkecamuk dengan dendam. Apa hanya sampai disini pengorbananmu?” tanya Louis pelan. Dia pun tak bisa menahan air matanya, setelah melihat kakanya yang mulai menaruh rasa pada Steve.
“ aku, tidak mencintai...”
“ hah sial jangan berbohong. Aku bukan anak kecil seperti dahulu kau mengelus-elus kepalaku seperti kucing Irene” ketus Louis.
“ darah ibu, ayah, dan alana mengucur dengan pisau yang di genggam ayah bocah itu. Kau membalasnya dengan cinta? ada apa denganmu kali ini” tambahnya.
Irene menundukkan kepalanya, tak bisa menjawab ucapan dari Adiknya. Louis menyeka air matanya yang jatuh karena Irene.
Dia menghela napas panjang, sambil menyeka air matanya. Louis berbicara dengan pelan namun penuh penekanan pada Irene. “ jika kau masih ingin melanjutkan perasaanmu, berhenti bercita-cita ingin menumpas dendam” ucap Louis dan melangkah pergi meninggalkan Irene.
Air mata Irene tiba-tiba menetes, dia hidup di dalam dilema antara dendam dan rasa cintanya. Irene duduk di kursi samping ranjangnya, dia menyenderkan kepalanya ke perut Steve yang terbaring.
Kejadian masa lalu itu terus datang mengisi penuh kepala Irene. Wajah orang tuanya pun terlihat jelas. Dia menangis tersedu-sedu membasahi baju Steve. Irene mengambil napas dalam, dan mencoba berhenti menangis.
Dia memejamkan matanya, dan meraba tangan Steve. Tapi Air matanya tak kunjung berhenti menetes. Tangan Steve mengelus-elus kepala Irene yang menyender di perutnya.
“ jangan membuang air mata berhargamu itu” kata Steve dengan suara pelan.
Ya, kalian benar. Steve telah bangun dari pingsannya. Tangan kanannya meraba kain kompres yang sudah berada di dahinya dia tersenyum. Namun perhatian di matanya tersorot oleh gadis yang menyender di perutnya dengan tangisan.
Tangannya kini meraba dan mengelus rambut halus gadis yang di cintainya itu. Dia mencoba memberhentikan suara dengusan hidung sang gadis yang mencoba menahan tangis.
“ aku tidak suka mendengar satu suara isak tangismu Irene” tambah Steve
Mata Irene yang terpejam perlahan-lahan terbuka. “ berhenti menangis, jangan membuat jiwaku sakit” ucap Steve yang terus mengelus kepalanya
Ucapan Steve tak mampu membuat Irene berhenti menangis. Irene semakin menangis karena ucapan Steve yang terdengar tulus dari lubuk hati terdalamnya. Irene menangis menjadi-jadi karena dia merasa gagal tak mampu menahan perasaannya.
Walau dia tak tau perasaan apa yang di rasakannya pada Steve. Apakah Irene benar-benar jatuh Cinta padanya. Tapi yang jelas melihat Steve terkapar lemas membuat jiwa Irene pun ikut lemas. Oh jadi apa ini yang dinamakan Cinta.
“ aku sangat malang, aku sudah gagal” gumam Irene dalam hatinya.
Irene memberhentikan suara isak tangis dan mengusap Air matanya. Dia mendongakkan kepalanya dan mencoba melirik Steve. Steve bangun dari ranjang Irene, dan menatap balik mata Irene.
“ ada air mata yang tersisa di wajahmu” Ucap Steve sambil menyeka air mata Irene dengan tangan nya yang berurat.
“ apa yang membuatmu menangis?” tanya Steve lemah lembut.
Irene menggelengkan kepalanya dan membuang mukanya dari hadapan Steve. Steve kembali bersender di bahu Irene sambil berkata.
“ ya baiklah, aku tak ingin tau. Tapi tolong jangan menangis lagi di hadapanku. Jangan membuatku semakin terpuruk” ujar Steve
irene membungkam sembari menyeka sisa Air matanya. “ ada apa ini, mengapa tak menjawab ucapanku. Kemana nenek sihir yang sering bersikap dingin padaku hmm? jangan berubah jadi bisu”
Mulut mungil Irene mulai melontarkan sepatah kata, “ Steve, maafkan.....aku” ucap Irene pelan
Steve terkekeh pelan, “ kau tak tau betapa berartinya kalimat itu untukku Irene” ucap Steve mengusap-usap tangan Irene.
“ sebaliknya jangan pingsan di hadapanku lagi.” ujar Irene.
“ iya Irene, maafkan aku” desis Steve.
***
Perasaan Louis menjadi campur aduk sekarang. Dia terus menahan air matanya yang hendak berjatuhan. Ia mendengus sebal, memerhatikan kakaknya yang ternyata memiliki perasaan pada anak Zacklee.
Louis berlari jauh, melewati jalan raya yang luas. Sampai mobil pun hampir menabrak pada dirinya. Dia pergi ke klub untuk meluapkan kekesalannya dan bersenang-senang di sana bersama para wanita jalang.
“ Wine satu botol” ucap Louis sambil memukul meja.
Seorang bartender mengangguk dan segera menyiapkan pesanan Louis. Dia bergoyang ria bersama para wanita-wanita seksi di tengah bar sambil mengangkat tangannya dan bergoyang.
Beberapa para jalang berkumpul mengitari Louis. Louis mengambil botol Wine yang di pesannya dan meminumnya dengan semangat tanpa memikirkan masalah yang terjadi antara dia dan kakaknya.
Beberapa saat kemudian, kepala Louis mulai terasa berat. Dia bergoyang sempoyongan. Louis melangkah duduk di atas sofa bar. Dan merebahkan badannya.
Seorang wanita dengan pakaian bikini khasnya menghampiri Louis. Namun siapa sangka bahwa perempuan jalang itu merupakan bibi Tiffany, bibirnya sendiri. Tiffany berniat untuk membawa Louis ke kamar kosong dan membelainya. Dia tak menyadari bahwa pria muda itu adalah Louis.
“ waww masih muda, dia juga tampan” ucapnya tersenyum sembari mengelus-elus wajah Louis dengan manja.
Tiffany memapah Louis masuk ke kamar kosong yang tersedia di bar. Dia melucuti pakaian Louis dan meraba-raba bagian perut Louis yang sixpack. Mata Tiffany berbinar, menatap seorang berondong tampan yang ada di depannya.
Tapi berondong alias Louis itu belum bisa sadar diri. Louis melantur, “ kakak, kau memang seperti anjingggg” kata Louis melantur.
“ apa-apaan anak ini memanggilku kakak?apa aku semuda itu?” pikir Tiffany.
“ walau aku diamm, akuuu ingiiinnnnn menamparmu kak” Ujar Louis sambil menampar pipi Bibi Tiffany dengan pelan.
“ padahal kita punya impian untuk membalas dendam bukan? ayo kita tumpaskan” tambah Louis dengan mata terpejam.
Tiffany termenung sejenak, memikirkan tiap perkataan Louis. Dia tetap melucuti pakaian Louis untuk melakukan tindakan asusila. Ponsel Louis berada di saku blezernya. Tiffany kemudian tak sengaja membuka ponsel Louis.
Mata Tiffany melotot ketika melihat tampilan layar Louis yang menampilkan foto kecilnya bersama Irene.
“ apa? anak kecil ini adalah Irene kan? apa dia Louis?” gumam Tiffany yang berkali-kali matanya menatap ke arah ponsel dan wajah Louis.
“ apa pemuda tampan ini, Louis keponakanku?” pikirnya lagi.
“ siapa namamu?” tanya Tiffany menepuk pipi Louis.
“ apaaa kau tak mengenaliku kak?jahat! aku adalah Louis adikmu yang nakal” jawab Louis.
Tiffany kembali menganga, “ jadi benar kau keponakanku?” ucap Tiffany yang kemudian menutup mulutnya.
Dia melacak ponsel Louis untuk mencari nomor telepon Irene. Tiffany kini mulai khawatir. Dia kembali memasangkan baju yang telah dilucutinya.
***
Di lain sisi, Steve akhirnya bangun setelah dia menyenderkan kepalanya pada Irene. “aku sudah sehat sekarang” ucap Steve sambil tersenyum.
“ apa secepat itu?” tanya Irene.
“ menyender di bahumu membuatku menjadi berenergi” sahut Steve.
Ponsel Irene tiba-tiba bergeming, Irene spontan mengambil ponselnya yang di taruhnya di laci.
“ aku ingin memberitahumu, Adikmu terkapar lemas disini” kata bibi Tiffany dari seberang
“ siapa ini?”
“ bibimu, Tiffany. Dia di bar sekarang, jika kau masih sibuk bekerja paruh waktu. Biar aku yang menjaganya”
“ apa?”