Firdaus melemparkan tubuh Dita ke kasur. Melucuti pakaian wanita itu dengan paksa. Menatap pakaian dalam berenda itu membuat menahan nafas. Dia memang tidur dengan Lady, namun perasaannya tidak pernah berdebar saat berhubungan dengan sang istri. Pikiran itu segera dia enyahkan saat menatap Dita yang menolaknya.
Dia menarik wanita itu, menindihnya dan memberikan ciuman kasar.
Nafas mereka saling terengah-engah. Firdaus masih dalam pakaian lengkap. Tangannya memasuki celah pusat Dita, memasukkan 3 jarinya sekaligus. Menikmati desahan Dita yang terdengar seksi di telinganya.
“Kau sudah basah?”
Senyuman mengejek itu membuat Dita merasa dilecehkan saat ini. Dia tidak bisa menolak, Firdaus mengunci kedua tangannya di atas. Nafas Dita tertahan saat jemari Firdaus memasuki miliknya. Tubuhnya memanas, dan perasaan itu muncul lagi.
Remasan di buah dadanya membuat Dita terkejut. Firdaus benar-benar menyiksanya malam ini.
“Katakan…kau menginginkanku malam ini.”
“Mas…jangan seperti ini, please.”
“Dasar perempuan tidak tahu diri.” Teriak Firdaus marah. “Apa kalian baru saja tidur bersama sehingga kau menolakku?”
“Mas…kenapa kau bersikap seperti itu padaku? Aku hanya makan malam dengan Charlie, dan tidak ada apapun di antara kami. Kamu benar-benar keterlaluan karena memperlakukanku seperti ini, mas. Ini menyakitkan.” Dita balas berteriak, emosinya sudah di ujung ubun-ubun.
Diperlakukan untuk pertama kali seperti ini membuatnya merasa hancur. Namun sepertinya Firdaus tidak mau mendengarnya. Suaminya itu beranjak berdiri, mengambil sebuah kain penutup. Dita berusaha untuk kabur, namun kekuatan Firdaus tidak main-main.
Mata Dita di tutup, dan tangannya di ikat di pinggiran kasur.
“Kau akan tahu siapa yang berhak atas tubuhmu ini, wanita sialan.”
Firdaus menelan ludah kasar. Tubuh naked istrinya membuat miliknya tegang sempurna. Segera dia lucuti pakaiannya, dan mulai menggesekkan miliknya pada milik sang istri. Dia menggeram kasar. Gengsi untuk mengakui bahwa dia sudah merindukan hal ini. Beberapa bulan terakhir dia berusaha tidak berhubungan badan dengan Dita.
Dan itu menyiksa dirinya.
Dita menggigit bibir bawahnya untuk menahan desahan. Dia menggeliat kepanasan karena Firdaus tidak kunjung memasukinya. Lelaki itu tahu kelemahannya. Rasa panas itu menjalar ke seluruh tubuh Dita. Dia bak orang murahan yang masih menginginkan tubuh sang suami setelah apa yang dia terima selama ini.
“Kau menikmatinya kan?” ejek Firdaus.
Dita tidak bisa menolak. Karena tubuhnya benar-benar bereaksi luar biasa dengan sentuhan itu. Dita menaikkan pinggulnya saat merasakan benda itu dipaksa masuk. Bahkan tanpa ada pemanasan sama-sekali. Buah dadanya diremas kuat, dan membuat Dita mendesah.
Dia seperti p*****r saat ini.
Firdaus menaik turunkan pinggulnya. Dia menikmati desahan Dita. Berkali-kali dia melakukannya tanpa memberi jeda. Dan berhenti saat tubuh Dita sudah mulai tidak memberikan reaksi. Firdaus panik, dan segera menarik miliknya.
“It’s hurt.” seru Dita pelan, sebelum memejamkan matanya sepenuhnya. Dita tidak lagi mengatakan apa-apa. Kepalanya masih pusing, dan semuanya gelap.
Segera Firdaus membuka ikatan di tangan Dita, dan menghela nafas. Istrinya itu sudah terlelap dan kelelahan. Segera dia mengenakan pakaiannya, mengambil selimut dan menutupi tubuh Dita. Sebelum pergi dari kamar, Firdaus berhenti dan kembali ke arah ranjang.
Menatap wajah terlelap Dita yang damai. Jika dilihat-lihat, kecantikan istrinya itu natural. Hanya saja dia bosan, dan Lady jauh lebih cantik serta mampu memberinya jabatan. Tangannya hendak mengelus keringat Dita namun terhenti di udara, dan berganti dengan sebuah kepalan. Segera Firdaus pergi dari sana. Dia harus segera ke rumah Lady, gadis itu sudah menelponnya berkali-kali.
***
Rasanya terlalu berat untuk membuka mata. Namun Dita berusaha membuka matanya. Sinar matahari memasuki jendela kamar. Dia memejamkan mata, mengingat kembali kejadian semalam yang dia rasakan. Sakit. Benar-benar sakit.
Dita melihat selimut yang menutupi tubuhnya, dan tangannya yang sudah terlepas. Dita kembali terisak dalam diam. Suaminya benar-benar keterlaluan tadi malam. Dita menarik selimut untuk menutupi tubuhnya lagi. Namun dia mendadak beranjak dan menatap jam.
“Sial, aku telat.” Ujarnya panik, dan buru-buru turun.
Brugh.
Kaki Dita tersandung. Dia terjatuh dari atas ranjang, dan kakinya mengeluarkan darah. Dita diam, menatap betapa tidak beruntungnya Dia. Hanya karena dia tidak sempurna, haruskah seperti ini? Padahal selama ini rumah tangga mereka baik-baik saja.
Apakah memang jika sudah tidak lagi cinta, maka akan sesakit ini? Dita mulai terisak. Tidak peduli bahwa nanti dia akan kena marah karena telat. Pikirannya benar-benar berantakan.
“Kamu harus bertahan, Dita. Harus…kamu tidak boleh lemah. Ayo…kamu harus kerja pagi ini. Ada pasien yang membutuhkan bantuanmu.”
***
Mata Dita bengkak. Dia menundukan kepalanya saat memasuki meja resipsionis. Beberapa perawat langsung mengoloknya. Dan itu terang-terangan. Segera dia berkutat dengan komputer di depannya.
“Dita, tolong selesaikan ini secepat mungkin. Sudah datang terlambat juga, dasar tidak becus.” Aminah menatap Dita tidak suka. Bahkan usianya jauh lebih muda daripada Dita, dan Dita hanya diam saja.
“Lo kenapa telat lagi sih? Gak becus banget jadi perawat. Kalo gak bisa mengemban tugas, gak usah kerja di sini atuh. Banyak juga yang mau kerja di sini.” Jenisa, wanita itu ikutan mengolok Dita.
“Maaf mbak, tadi saya ada….”
“Halah, alasan mulu. Sekarang lo harus ngerjain ini semua. Atau dokter Justin akan memarahimu nanti. Itu tugasmu kan?”
“Tapi mbak, ini kan…”
“Masih berani melawan ya kamu, sudah syukur….”
“Siapa bilang itu tugas Dita?”
Suara itu membuat Jenisa berhenti, lalu menatap ke arah meja resepsionis. Dan Ratna sudah berdiri di sana dengan tatapan garang. Segera keduanya diam, dan tidak berani mengoceh. “Dita, berikan tugas itu pada mereka. itu bukan jobdesk mu kan?”
“Mbak, ini bukan urusanmu kan?” Jenisa membentak Ranta. Dia muak dengan Ratna yang selalu membela si bodoh Dita.
“Pekerjaan itu juga bukan urusan Dita kan? Kenapa dia harus melakukan tugasmu?”
“Dia datang telat, apa dia tidak pantas diberi hukuman?”Jenisa menatap Ratna marah.
“Kamu juga sering molor saat jaga malam. Apa aku harus menunjukkan pasien yang tidak kau tangani karena sibuk dengan kekasihmu itu?”
Wajah Jenisa mendadak memerah karena marah. Dia merampas kertas dari meja Dita kasar dan membanting kursinya. Bahkan bunyi tuts keyboard terdengar jelas. Ratna menggelengkan kepala dan segera duduk di sebelah Dita.
Meletakkan sebuah minuman dingin dan kompres. Dita seperti zombie hidup. Mata bengkak dan hitam, lalu bibir pucat. Sudah seperti mayat hidup lebih tepatnya.
“Sudah sarapan?”
“Sudah….”
Krkkkkk
Bunyi kriuk dari perut Dita membuat gadis itu menundukkan kepalanya lagi. Dia belum sempat tadi pagi, dan perutnya sedikit sakit.
“Ini, makan dulu. Biar mbak yang urus pekerjaan kamu dulu.”
“Tapi mbak, saya…”
“Ini perintah. Daripada kamu pingsan nantinya, lebih baik segera lakukan perintahku. Kembalilah 15 menit lagi.”
Air mata Dita menetes. Dia sangat ingin curhat dengan Ratna. Segera dia pergi, dan menutupi wajahnya. Dia memasuki toilet, dan menatap pantulan dirinya yang benar-benar mengerikan. Mata panda dan bengkak. Dita memakai bedak tipis,dan liptint agar sedikit lebih fresh.
Lalu keluar dan menghabiskan bubur yang baru saja diberikan oleh Ratna. Segera dia kembali lagi, dan mulai melakukan pekerjaannya.
***
“Sudah lihat istrimu selingkuh, masih tidak mau menceraikannya? Aku heran deh, Fir. Kok kamu gak cerian dia sih?” Lady mulai lagi dengan kebiasaannya.
Firdaus yang baru saja selesai operasi menghela nafas. Dia lelah, dan butuh tidur. Tadi malam dia tidak jadi ke apartemen Lady, dan segera ke rumah sakit karena ada operasi. 10 jam dia berada di ruang operasi yang sangat dingin, dan kini seluruh tubuhnya terasa remuk.
“Tadi malam kau juga tidak menepati janjimu, apa sekarang kau sudah mulai….”
“Lady…please. Tadi malam aku sudah memberitahumu bahwa aku ada operasi dadakan. Tidak bisakah kamu melihat aku baru saja selesai operasi?” Firdaus merebahkan tubuhnya di sofa. Menutupi matanya dengan sebelah tangannya. Kepalanya sedikit pusing.
“Justru karena itu. jika kau sudah menjadi direktur di sini, tidak perlu kau melakukan operasi selama itu. sadarlah Fir, si bodoh Dita tidak bisa memberikan apa yang aku berikan. Jika kau tidak kunjung, biar aku yang bertindak.”
“Lady…apa yang kau lakukan? Hey.” Firdaus menghela nafas kasar, Lady membanting pintu kasar. Dia kembali berbaring dan menutup matanya. Tidak peduli apapun yang akan gadis itu lakukan. Dia hanya butuh istirahat sebelum melakukan operasi lagi nanti siang.
Lady menghentakkan kakinya keras. Kesabarannya benar-benar diuji berhadapan dengan Firdaus. Sekarang dia berdiri di meja resepsionis, dan tidak menatap Dita di sana.
“Dimana Dita?”
“Dia sedang bertugas dengan dokter Resa memeriksa pasien lansia, dok. Apa yang bisa saya sampaikan?” Ratna mengambil alih situasi. Dia tidak pernah menyukai Lady. Gadis itu sangat sombong, dan selalu meremehkan para perawat.
Gadis itu memang kaya, dan putri dari pemilik rumah sakit. Tapi itu tidak pantas.
“Jika dia sudah datang, beritahu bahwa saya mencarinya.”
“Maaf dok, anda mencari saya?” Dita bertanya. Dia baru saja tiba dengan dokter Resa.
“Ikut saya.” Lady menarik tangan Dita.
“Dia masih ada urusan dengan saya, dokter Lady.” Resa menatap Dita, dan Lady bergantian.
“Kau sudah selesai baru saja dan sekarang wanita ini harus bicara dengan saya. Kau tidak punya hak untuk melarang.” Lady dengan angkuh dan marah membawa Dita ke arah taman belakang. Ratna menelan ludah kasar, dan mengikuti mereka dari belakang. Dia khawatir jika dita akan disakiti lagi.
Resa hanya diam, dan menatap mereka sudah pergi. Dia juga tidak punya hak untuk itu itu.
“Maaf dok? Ada apa ya?”
Lady mengepalkan tangannya. Dia juga tidak punya alasan untuk menarik Dita seperti ini. Dan tidak mungkin dia memintanya untuk menceraikan Firdaus.
“Dok?”
“Ck, dasar menyebalkan.” Lady pergi. Meninggalkan Dita yang bingung sendiri. Dia hanya menatap punggung Lady yang sudah menghilang di balik tembok.
Menaikkan bahunya, Ditapun segera pergi dari sana bersama Ratna yang tiba-tiba muncul.