bc

AKU MAH JONES

book_age16+
1.8K
IKUTI
16.0K
BACA
love-triangle
contract marriage
love after marriage
second chance
drama
comedy
twisted
sweet
weak to strong
virgin
like
intro-logo
Uraian

Bersuami, tapi berasa jones abadi!

Alma bahagia. Akhirnya dia bebas dari keanggotaannya sebagai sekte pengabdi kesendirian, padepokan jones sakti.

Pria bernama Erfan menolongnya terentas dari kesendirian, dengan sebuah ijab qobul dalam satu tarikan napas.

Begitulah, awalnya Alma mengira pernikahan merupakan akhir dari permasalahannya. Namun pemikiran wanita setengah akar alang-alang ini salah. Pernikahan justru jadi awal neraka dunia, ketika dia mengetahui sang suami ternyata homo.

Konon katanya bergibah dan menertawakan nasib orang lain itu menyenangkan. Jadi buat kamu, jamaah jomblohiyah w*****d yang dilupakan mantan, silakan baca kisah Alma jika kamu butuh hiburan.

chap-preview
Pratinjau gratis
Nasib Gue
Burshhhhhhhh... Anyink! Lagi-lagi wajah cantik semi antik gue kena sembur! Dukun b*****h dari penjuru mana lagi kali ini? Kalau tidak salah hitung, sudah tujuh onggok dukun silih berganti kami-mama dan gue-datangi dalam satu bulan ini. "Tinggal satu ritual lagi. Nanti malam Dek Alma harus kem-bali. Sendiri aja, ibunya ndak usah ikut. Jangan lupa bawa kembang tujuh rupa, buat mandi 'sesucen' agar auranya terbuka." Mata Mbah Darmo mengerling kecil ke arah gue. Konyol tuh dukun! "Aura apa aurat yang terbuka, Mbah?" timpal gue sinis. Si Mbah berwajah m***m menggemuruhkan dehem berat-nya. Sehingga mama gue langsung melaserkan tatapan maut pe-nuh peringatan. Bangke bener dah nasib gue. Sudah jodoh tak kunjung bertamu, Mama rempong menahun. Sekarang pakai acara main dukun. Iya kalau dukunnya bener. Iya kalau manjur. Perasaan gue mengatakan dukun kali ini agak c***l.  Bakal diapain gue nanti malam? Mama pamit dengan sopan, sambil menyalamkan amplop berisi ongkos nyembur wajah gue pada si aki bantet. Sumpah ya, gue berasa hidup lagi setelah keluar dari rumah praktik dukun am-buradul itu. Udara di luar sangat segar menyejukkan, enggak kayak udara di dalam yang intens oleh aroma dupa dan kemenyan. "Pokoknya aku enggak mau balik ke sini!" Bacot gue lang-sung ngegas. Gue menyanggah perintah mama, seraya menya-lakan mesin mobil. Kaki gue bermain sama kopling dan gas dengan emosi. "Satu ritual lagi, Sayang. Mama mohon," rengek mama bernada khas telenovela. Melankolis penuh drama. "Ma! Mama boleh nikahin aku sama siapapun pilihan Mama. Tapi, please, jangan paksa aku balik ke dukun gesrek ini lagi. Mama mau aku diperkosa, lalu disantet sampai perutku mblendung?" Mama gue mendelik dongs. Tatapannya nyalang bukan kepalang. "Kamu ini gimana sih. Kalau diperkosa mah nggak perlu disantet juga pasti mblendung. Masalahnya bukan cuma soal jo-doh, Alma. Ini soal nasib kamu. Mbah Darmo bilang ada bayangan hitam yang membelenggu. Kamu harus dibuka auranya, biar tidak sial lagi." Mama berujar lantang sambil mengacung-acungkan jari telunjuknya ke kepala gue. Heh, Sial? Sejak kapan gue sial? Mama salah, Ma. Gue bukan sial, gue mah JONES! "Sumpah ya, Mama luar biasa kalau narik kesimpulan. Aku sial dari mana sih, Ma? Kuliahku lempeng, usaha yang kupegang juga lancar, cuma jodoh doang yang nyempil dan belum kelihatan." Bibir gue manyun-manyun tidak jelas walau perhatian gue dituntut untuk fokus pada jalanan depan. Gimana enggak fokus, jalannya banyak lubang begini. Ka-yak hati gue, upsss. Astaga, mobil gue bakalan kotor enggak karuan kena cip-ratan lumpur. Padahal black jack udah ganteng banget, baru pulang dari salon mobil. Mama gue parah nih. Dapat rekomendasi dari siapa coba? Sampai beliau nemu dukun di lembah dusun begini. Gue jadi harus mendaki gunung lewati lembah, sungai meng- Tunggu, kenapa gue malah nyanyi? Kembali ke topik keresahan hidup gue. Oke, gue akui gue JONES. Tapi apa salahnya jadi JONES? Ini bukan penyakit kronis keleusssss. Lo enggak akan mati cuma karena menyandang gelar ini. Lagi pula gue masih muda, ya. Usia gue baru 23 tahun kok, tapi dibalik, ehehehe. Wajah gue juga cukup cantik, kalau pas mati lampu. Dan yang pasti, gue berasal dari keluarga terpandang, ini kalau kalian mandangnya dari belakang. Paling utama, body gue itu aduhai. Serius. Coba lo liat dari ujung sedotan, aduhai enggak keliatan maksudnya. Sa ae lo, Malih. Hehe, jangan ngambek dulu, tadi gue cuma bercanda. Se-karang gue jujur-jujuran nih. Dari segi fisik, gue tidak bisa dikatakan jelek, tapi tidak terlalu cantik juga. Urusan kekayaan. Bukan sombong lho ya, gue cuma berusaha jujur. Gue ini termasuk anak keluarga kaya, meski enggak raya-raya amat. Mama gue seorang pengusaha. Beliau punya tiga butik di beberapa Mall elit Jakarta. Salah satu butiknya telah diwariskan ke gue dan gue pegang sepenuhnya. Selain bisnis perbutikan, keluarga gue juga mendapatkan penghasilan dari menyewakan vila pribadi kami di Bali dan Lombok. Intinya gue bukan anak janda missquen. Sumber kekayaan keluarga kami masih cukup untuk menghidupi gue sekalipun tidak ada suami yang menafkahi. Tsah, sudah hype belum kesombongan gue? Dari itu gue santai-santai saja menjones. Enggak masalah. Sama sekali enggak masalah, karena bahagia itu enggak harus menikah. Toh gue jones bukan karena enggak laku. Emang pasar lagi sepi saja. Harga cabe anjlok, sehingga stok cewek cabe-cabean kayak gue pada banting harga. Gue mah bukan jenis cabe-cabean merindukan terong. Jadi hidup tanpa laki terong-terongan mah enggak mengubah hikmatnya hidup gue. "Gimana Mama nggak bilang nasib kamu sial. Kamu kurang apa? Kulit putih, body semlohay, wajah cantik tak tertolong. Tapi kenapa hampir semua lelaki yang Mama kenalin ke kamu nggak pernah nyantol. Ada saja kendala yang membuat kamu gagal nikah. Coba pikirin, apa yang salah dengan kamu?" "Mama kebanyakan mikir, ihhh." "Alma kamu sudah 32 tahun, lho!" "Kan belum 40 tahun, Ma. Sans aja, keleusss," jawab gue santai, menuai pukulan anarki Mama. "Ternyata, tas mahal kalau buat nabok muka sakit juga ya." "Bodo amat!" Mama gue melengos, sok cuek. "Pokoknya Mama mau kamu menikah sebelum usia tiga puluh tiga tahun." "Iya, Ma. Asal jodohnya datang dan KUA nggak tutup, aku pasti nikah kok." "ALMA!" Sekali lagi, tas seharga dua puluh juta milik mama, mendarat cadas ke muka gue. Ya Tuhan! Lama-lama otak gue keguguran. "Kalau kamu nggak mau balik ke Mbah Darmo untuk ritual mandi kembang, Mama mau mogok makan." "Nggak sekalian demo di bundaran HI, Ma?" Ketiga kali, bukan tas bermerek milik mama yang melayang ke kepala gue. Melainkan bogem mentah dihias berlian 3 krat, eh. Bohong ding! Ternyata ancang-ancang mau melayangkan pukulan ala Chris John tadi cuma gertakan. Mama gue cuma jewer telinga ini, tapi pengang juga sik. Coba gue kagak butuh warisan, mending gue tuker tambah nyokab sama yang agak sabaran dikit. Astaga, mulut gue lemes banget. Maaf, Ma. Lidah tak bertulang ini khilaf, suer deh khilaf. "Lihat saja kalau besok-besok kamu sial, tanggung sendiri!" Hadeh, masih aja bahas kesiyalan guweh, yang jelas-jelas selalu beruntung. Petir menggelar tepat setelah gue membatin, padahal enggak lagi hujan ataupun mendung. Duh, jangan-jangan langit mau mengganjar gue yang takabur. Kok perasaan gue jadi buruk ya? Harus banget gue balik ke Mbah Darmo nanti malam? _-_

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

My Boss And His Past (Indonesia)

read
238.4K
bc

MENGGENGGAM JANJI

read
484.2K
bc

Long Road

read
148.2K
bc

FINDING THE ONE

read
34.5K
bc

DIA UNTUK KAMU

read
39.9K
bc

Touch The Cold Boss

read
242.0K
bc

Imperfect Marriage

read
333.0K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook