Tak terasa 30 menit telah berlalu, akhirnya Zahra dan siswa-siswa lain bisa terbebas dari teriknya sinar matahari. Zahra segera masuk ke kelas agar bisa mendinginkan badannya. Ia duduk di bangku ke dua dari depan. Disebelahnya sudah ada tas berwarna pink, tetapi ia tak tau itu milik siapa. Bagi Zahra, berteman sama siapapun tak masalah. Tak lama kemudian, seorang gadis menghampiri meja Zahra.
"Hai, lo yang duduk disini ya?" Tanya gadis itu. Ia cantik, berambut coklat dan dikuncir kuda, sama sepertinya. Mungkin hanya perbandingan badan, si gadis ini lebih ramping dari Zahra, begitulah pikir Zahra.
"Iya, gue duduk disini. Ini tas lo?" Tanya Zahra, ia baru selesai meneguk minumannya dan beralih memandang gadis itu.
"Iya. Gue duduk sini nggak papa kan?" Tanya gadis itu lagi. "Oh iya, nama gue Nadien Olivia. Bisa dipanggil Nadien" Kata gadis itu mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri.
"Gue Azzahra Paramita, biasa dipanggil Zahra. Lo boleh kok duduk disini, kebetulan emang masih kosong" Jawab Zahra membalas uluran tangan Nadien. Nadien segera duduk di sebelah Zahra, karena guru mereka sudah datang.
"Selamat pagi anak-anak" Sapa guru perempuan berparas cantik itu.
"Pagi buuu" Sahut para siswa yang ada di kelas tersebut.
"Perkenalan nama saya Ar..."
"Selamat pagi, bu. Maaf saya telat" Ucapan ibu guru cantik itu terpotong setelah ada seorang siswa cowok yang masuk. Padahal upacara sudah selesai 15 menit yang lalu, tetapi mengapa ia barusan masuk ke dalam kelas.
Zahra menoleh ke arah cowok itu. Matanya menyipit. Ia sangat terkejut. "Itu kan cowok gak punya hati" batinnya. "Jadi gue satu kelas sama cowok itu? Gilaa" Batinnya lagi dengan mulut menganga, Zahra masih tak percaya dengan semua yang terjadi. Dunia sangat sempit.
"Lo kenapa, Ra?" Tanya Nadien yang melihat ekspresi wajahku.
"Oh nggak kok, nggak papa" Jawabku. Nadien hanya menganggukkan kepalanya.
"Nama kamu siapa?" Tanya ibu guru kepada cowok itu. "Upacara sudah berakhir 15 menit yang lalu, kamu kemana? Mengapa baru masuk kelas?" Tanyanya lagi.
"Saya Raga. Saya habis ke kantin, bu. Laper, tadi gak sempat sarapan" Raga memasang muka cuek tanpa rasa bersalah sedikitpun. Baju seragamnya juga sudah tak rapi lagi. Ia menyampirkan tas nya di pundak kanannya.
"Baru saja masuk hari ini tapi sudah ada yang telat. Gimana ke depannya?" Omel ibu guru. "Ini baju kenapa keluar semua? Rapikan sekarang!" Perintahnya. Bisa k****a dari sini, bu guru ini sangat galak. Wajahnya saja yang cantik tetapi ternyata sangat galak. Cowok bernama Raga itu langsung merapikan bajunya dan enggan untuk berpindah tempat.
"Ragaa, kenapa kamu rapikan disini? Sana keluar dulu" Usir bu guru menutupi matanya. Para gadis di kelas ini pun menutup matanya seketika karena ulah Raga itu.
"Salah saya apa sih bu? Katanya disuruh rapiin. Sekarang saya rapiin malah diomeli lagi" Raga mendengus kesal.
"Saya tidak menyuruh kamu rapikan baju disini. Cepat rapikan bajumu diluar" Ucap bu guru menunjuk pintu kelas. Mata Raga mengikuti arah yang ditunjuk oleh bu guru itu dan ia segera keluar.
5 menit kemudian, Raga kembali masuk ke kelas dan segera duduk di bangku yang tersisa di kelas ini. Ketika berjalan menuju bangkunya, Raga melirik ke arah Zahra yang pura-pura mendengarkan guru mereka. Zahra memang tak ingin bertatapan dengan cowok gak punya hati itu.
"Saya kembali memperkenalkan diri ya. Nama saya Arina Andara. Bisa kalian panggil bu Arina. Saya adalah wali kelas kalian sekaligus guru matematika kalian" Ucap Bu Arina memperkenalkan diri.
"Mampus.. Guru segalak ini kenapa jadi guru matematika gue sih. Gue kan b**o kalo soal matematika. Bisa mati beneran gue" Lirih Zahra tetapi masih bisa didengar oleh Nadien.
"Gue juga b**o kalo urusan itung-itungan, Ra. Lo gak sendirian" Nadien terkekeh. Sepertinya Zahra memang cocok sekali dengan Nadien, belum apa-apa, mereka sudah mempunyai kesamaan.
Tiba-tiba ada yang melempar kepala Zahra dengan buntelan kertas.
"Awwhh" Zahra meringis. "Siapa sih yang kirim ni kertas, gak sopan banget" Pikirnya. Zahra membuka buntelan kertas itu, ternyata ada tulisan disana. Zahra segera membacanya.
"Kancing seragam lo kebuka satu, b**o. Punya mata dipake"
Zahra terkejut membacanya, ia mengarahkan matanya ke seragamnya, dan benar bahwa kencing yang kedua di bajunya terbuka. Zahra malu, mengapa ia baru sadar sekarang? Tapi tunggu, siapa pengirim buntelan kertas itu.
Setelah membenarkan kancingnya, ia menoleh ke belakang dan melihat Raga yang menatap datar ke arahnya.
"Masa dia yang udah lihat kancing gue tadi? aduhhh malu banget gue" Zahra menutupi wajahnya sekilas. Tetapi didalam hatinya, ia sangat berterima kasih dengan Raga karena telah mengingatkannya jika kancing seragamnya terbuka. Coba kalo sampai pulang masih terbuka? Berapa pasang mata cowok m***m yang bakal lihat itu.
*****
Bel istirahat berbunyi, ini adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh Zahra. Sejak tadi, perutnya sudah keroncongan minta diisi mengingat ia tadi belum sempat sarapan.
"Nad, temenin gue ke kantin, yuk" Ajak Zahra. Sebenarnya ia bisa saja ke kantin sendiri tetapi ia hanya ingin kenal lebih dekat dengan teman sebangkunya ini.
"Yukk, kebetulan gue juga laper" Ucap Nadien yang masih membereskan bukunya untuk dimasukkan ke kolong mejanya.
"Kita boleh ikutan nggak?" Tanya dua orang cewek yang menghampiri Zahra. Zahra menoleh begitupula dengan Nadien.
"Boleh kok. Makin rame makin seru. Yaudah yuk!" Ajak Nadien. Lalu, mereka berempat menuju ke kantin. Disepanjang perjalanan, mereka memperkenalkan diri masing-masing. Dua cewek yang menghampiri Nadien dan Zahra itu bernama Rania dan Tasya. Mereka dulu satu SMP, waktu SMA ternyata satu kelas. Enak banget jadi mereka. Udah kenal satu sama lain. Jadi udah tau seluk beluk masing-masing.
Setibanya di kantin, mereka berempat melihat suasananya. Kantin itu sudah penuh ditempati oleh siswa-siswa disini.
"Gimana nih guys? Kita duduk dimana?" Tanya Tasya yang masih celingukan mencari tempat duduk yang kosong.
"Itu cowok yang satu kelas sama kita kan? Yang tadi telat masuk kelas. Namanya siapa, Ragi? Eh siapa? Lupa gue!" tanya Nadien menunjuk tempat duduk yang paling pojok yang ada di kantin ini.
"Raga namanya." jawab Zahra. "Jangan bilang lo mau nyuruh kita buat gabung di mejanya. Gue gak mau" Ucapnya lagi.
"Gimana lagi, Ra. Cuma itu yang kosong karena mereka cuma menempati berempat doang dan itu ada 8 kursi. Jadi cukup kalo kita ikut gabung disana. Daripada kita gak makan. Gue udah laper nih" Rania mengelus perutnya yang sudah berdemo minta diisi.
"Iya bener, Ra. Sekalian kita kenalan sama mereka, kan mereka juga teman kita" Ucap Nadien yang kemudian di angguki oleh Rania dan Tasya. Aku memikirkan kembali ucapan Rania. Jika ia menuruti egoisnya maka ia tak akan makan padahal ia sudah lapar sekali. Zahra mengalah dan akhirnya mereka bergabung di tempat Raga.
"Haiiiii kita boleh gak ikut gabung disini?" Sapa Tasya pada keempat cowok yang sedang makan bakso itu. Mereka serempak menoleh ke arah Rania dan tentunya ke arah Zahra, Nadien dan Rania juga.
"Apa sih yang enggak buat neng cantik. Boleh kok, duduk aja nih" Jawab cowok ber name tag Fikri itu.
"Dasar lo playboy" Ucap pria disebelahnya yang ber name tag Ardan itu. Sedangkan Raga, ia masih asik menyantap bakso yang ada didepannya itu tanpa peduli sekitarnya.
Tasya segera duduk disamping Fikri, kemudian disusul Rania yang duduk disamping Tasya. Aku mengisyaratkan Nadien itu duduk disebelah Raga tetapi malah Nadien beralasan dia akan memesankan makan terlebih dahulu. Aku menghela napas perlahan. Aku harus mengalah dan duduk disebelah Raga, si cowok gak punya hati ini.
Usai makan, mereka saling berkenalan dan ngobrol panjang lebar untuk mengakrabkan diri. Ternyata yang duduk disebelah Raga adalah Reihan, ia juga sekaligus teman sebangku Raga.
Teman-teman Raga ternyata asik juga untuk diajak ngobrol bahkan bercanda. Tapi tidak dengan Raga. Ia hanya diam, dan menanggapi jika ada yang bertanya kepadanya. Selebihnya tidak sama sekali.
******