Bab 1

1101 Kata
Hari ini adalah hari senin yang berarti seluruh murid SMA Harapan Bangsa ini harus mengikuti kegiatan rutin, yaitu upacara bendera. Mungkin, bagi sebagian besar siswa hari senin adalah hari paling menyebalkan, bukan hanya karena ada upacara tetapi juga karena jauh dari hari libur. "Zahra bangunnn, udah siang, nanti kamu telat loh" Kata Anjani, mama Zahra yang sejak tadi sudah mencoba membangunkan anak gadisnya itu. Tetapi, Zahra masih sibuk memeluk gulingnya dan enggan udah membuka matanya. "Azzahra Paramita Rafardhana, bangun sekarang atau mama siram pake air" Teriak sang mama. Zahra masih enggan untuk membuka mata dan membuat mamanya bertindak. Anjani segera menuju kamar mandi dan mengambil segayung air untuk menyiram anak gadisnya itu. Kebiasaan buruk Zahra dari dulu adalah susah untuk tidur dan susah pula untuk dibangunkan. Byurrrrrrr.... Anjani benar-benar menyiram Zahra dengan air. Jangan tanya nasib kasur, bantal, dan gulingnya, karena sudah pasti basah semuanya. Zahra terlonjak kaget, ia segera bangun dan duduk di kasurnya yang basah itu. Penampilannya pun tak karuan akibat siraman pagi mamanya itu. "Mamaaaa.... Kenapa Zahra disiram sih? Zahra kan bisa mama bangunin dengan cara manusiawi" Omel Zahra kepada sang mama. Ia memasang muka cemberut tanda ia sangat kesal kepada sang mama. "Manusiawi bagaimana? Mama dari jam setengah 6 udah teriak-teriak, tapi kamu masih aja tidur. Mama capek bangunin kamu tau gak" Anjani kembali mengomeli anaknya. "Hari ini tuh hari senin, Zahra. Hari ini juga pertama kali kamu masuk sebagai siswa baru di SMA, kamu mau telat terus gak dapet tempat duduk di kelas kamu?" Lanjut Anjani. "Tau ah, mama nyebelin" Ucap Zahra lalu ia beranjak dari tempat tidurnya untuk mengambil handuk dan segera menuju ke kamar mandi. Anjani hanya menggelengkan kepala. Kadang ia bingung, sebenernya sifat siapa yang Zahra tiru? Anjani dari dulu tidak pernah susah bangun. Jika sudah dibangunkan, Anjani segera bangun, tetapi mengapa anak gadisnya ini berbanding terbalik dengan perilakunya. Setelah bersiap dengan seragam dan tasnya, Zahra segera menuju ke ruang makan, disana sudah ada papa, mama, serta kakaknya, Raditya. Mereka sedang menyantap sarapan yang sudah ada di meja. Zahra sebenarnya sudah sangat lapar, tetapi ketika melihat jam, rasanya Zahra tak punya cukup waktu untuk sarapan terlebih dahulu. Ia memutuskan untuk berangkat saja tanpa sarapan. "Pagi, Pa, Maa" Sapa Zahra lalu mencium pipi Papa dan Mama nya secara bergantian. Ia tidak duduk dulu, karena jam tangannya sudah menunjukkan pukul 7 yang artinya upacara akan dimulai dan ia tak sempat jika harus sarapan dulu. "Pagi. Sini makan dulu. Hari ini pasti kan ada upacara, nanti kalo gak makan kamu pingsan lagi" Ucap Papa yang masih menyantap sup ayam buatan Mama itu. "Tau nih. Lo tuh berat. Ngaca dong. Ntar kalo pingsan gak ada yang mau tolongin baru tau rasa, lo" Kali ini kakaknya ikut-ikutan. "Enak aja lo kalo ngomong. Gue tuh kurus ya, jadi gue enteng, gak kaya lo, badan udah kaya badak" Ucap Zahra frontal. Begitulah Zahra, jika ia ingin mengumpat, ia akan mengatakan tepat didepan orangnya. Daripada ngomong dibelakang yakan? "Huss, kalian berdua ini, selalu gangguin Papa makan aja" Omel Eza, Papa mereka. Omelan Papa mereka yang hanya beberapa kata saja, membuat Radit dan Zahra terdiam. Mereka memang tak punya nyali jika sudah berhadapan dengan Papanya itu. "Papa berangkat dulu. Zahra, kamu nebeng sama kakak kamu ya, kalian kan satu sekolah, jadi enak kalo bareng. Papa gak bisa anter karena ada meeting mendadak" Ucap Eza, lalu ia beranjak dan mengambil jas nya yang tersampir di kursi yang ia duduki. "Pa, kok bareng kak Radit sih? Aku gak mau, Pa. Kak Radit tuh kalo naik motor kaya orang kesetanan. Zahra bisa mati tau gak, apalagi motornya tinggi banget. Zahra takut" Protes Zahra kepada papanya. Ia memang takut jika dibonceng Radit. Tetapi bagi Radit, itu adalah kecepatan normal untuk sejenis motornya. Masa iya, motor sebesar itu tetapi kecepatannya hanya 40 km/jam, kan gak lucu. "Kalo gak mau bareng juga gak papa. Lo jalan kaki aja sana, itungg-itung buang lemak yang ada di badan lo" Ucap Radit seenaknya lalu ia kembali menyantap sup yang ada dihadapannya hingga habis. "Gimana, Zahra? Mau kamu jalan kaki? Kalo Papa ya mending bareng kakak kamu" Ucap Eza melirik jam tangannya. "Papa udah hampir telat, Papa mau berangkat sekarang. Terserah kamu, Zahra mau bagaimana. Papa udah kasih saran kamu buat bareng Kak Radit" Ucap Eza lalu ia mengambil kunci mobil yang masih ada di meja makan dan segera keluar diikuti oleh Anjani. Zahra masih diam ditempatnya. Ia bingung, haruskah ia bersama kakaknya yang biadab ini? Nanti kalau dia mati bagaimana? Zahra kan masih ingin menikah dan punya anak. Tetapi jika jalan kaki juga tidak mungkin. Jarak antara rumah dan sekolahnya cukup jauh. Radit telah menyelesaikan sarapannya. Ia beranjak dan mengambil tasnya. Saat ia akan berjalan keluar, ia menoleh kepada adiknya yang masih terdiam ditempatnya. "Lo ngapain disitu? Bertapa? Mau bareng kagak? Kalo gak, gue berangkat sekarang" Ucapnya, lalu ia segera berjalan keluar. "Kak, tunggu. Aku bareng" Zahra mengejar kakaknya. Ia memilih untuk bareng Radit hari ini, ia hanya berdoa agar selamat sampai di sekolah. ***** Zahra bernafas lega karena telah sampai di sekolah dengan selamat. Meskipun ia harus menahan diri agar tidak teriak di jalanan karena ulah kakaknya itu. Pemikiran Zahra benar, kakaknya mengendarai motor dengan kecepatan tinggi. Zahra hanya memejamkan mata sambil berdoa kepada Tuhan agar diberi keselamatan. Ia memegang kuat seragam kakaknya hingga menimbulkan bekas tangannya. Tetapi Zahra tidak peduli, karena itu adalah cara untuk menjaga keselamatannya. Kak Radit segera mengendarai motornya menuju ke parkiran sekolah. Sesampainya disana, banyak pasang mata yang melihat ke arahnya dan kakaknya. Mereka melihat dengan tatapan tajam, seperti sedang bertanya "Lo siapa". Zahra yang ditatapnya pun bingung, karena menurutnya ia tak melakukan kesalahan apapun tetapi mengapa ia mendapat tatapan tajam seperti itu. "Santai aja. Itu semua para fans gue. Paling dikira lo tuh pacar gue, makanya lo ditatap sinis gitu sama mereka" Ucap Radit yang sudah merangkulkan tangannya ke bahu Zahra. "Hah? Cowok kaya lo gini punya fans? Matanya pada katarak kali ya. Muka dekil kaya gini kok banyak yang ngefans. Ewhh" Zahra memasang muka jijiknya itu, dan ia baru sadar jika Radit sudah merangkulnya daritadi. "Eh lo gak usah modus deh. Udah lepasin, gue gak mau ya jadi cewek yang dilihatin sama banyak orang cuma karena jalan barengan sama lo" Zahra melepaskan tangan Radit dari bahunya, ia segera berlari mendahului Radit dan segera menuju ke kelasnya. Jujur, ia sangat risih karena ditatap oleh cewek cabe-cabean yang katanya fans kakaknya itu. Lebih baik ia segera berlari dan menjauh dari Radit. "Aduhhhh" Rintih Zahra, ia tertabrak oleh seseorang. Ia mendongakkan kepalanya dan melihat siapa yang sudah menabraknya tadi. "Kalau jalan pake mata" Ucap cowok itu. Lalu ia segera pergi meninggalkan Zahra yang masih terduduk di lantai koridor sekolah. Cowok itu tak berniat membantu Zahra sedikitpun. "Dasar cowok gak punya hati!" gerutu Zahra. "Dia yang nabrak, nggak minta maaf malah ditinggalin!" *****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN