Hana mengerjapkan matanya. Kepalanya sungguh terasa sangat berat. Dia menatap ke sekeliling dan merasa tidak asing dengan ruangan Itu.
“I-Ini, seperti...”
“Seperti kamarmu kan sayang?”
Deg
Hana menoleh cepat. Jantung berpaju dengan sangat cepat ketika melihat seseorang yang tidak asing Itu melangkah ke arahnya.
“Ma-mama... “ Hana memeriksa tubuhnya Dan berapa terkejutnya dia ketika mendapati pakaian yang sudah berganti.
“A-apaa ini? Kenapa aku ada di sini dan memakai pakaian ini?!”
Hana dengan cepat turun dari ranjang Itu. Gadis Itu menatap kamar itu. Kamar yang sama tempat Di mana dia dulu pernah tidur Dan tumbuh.
“Selamat datang Di rumah Hana... “
Hana memundurkan tubuhnya Ketika Renata mendekat. Gadis Itu sangat ketakutan. “Mama Mau apa?! Kenapa Hana bisa Ada Di sini! Orang Itu... Ya, mereka Pasti suruhan Kalian, kan?! “ serunya keras.
“Kamu harus menikah Hana!” Kata Renata membuat Hana membelalakan matanya.
“MENIKAH apa?! Siapa yang MENIKAH! Bukankah kak Calista yang akan menikah! Kenapa Kalian membawaku kemari!”
Renata ingin berujar namun suara Hilmawan memenuhi kamar itu. “Karena Calista kabur, Jadi Kau harus mengantikannya menikah dengan calon suaminya. “
Hana menatap tak percaya pada kedua orang tuanya. “APA-APAAN KALIAN?! SELAMA BEBERAPA TAHUN AKU KELUAR DARI RUMAH INI DAN SEKARANG SEENAKNYA KALIAN MENYURUH AKU MENGGANTIKAN CALISTA MENIKAH?”
“Aku tidak mau?! “ tolak Hana keras.
“Kecilkan suaramu Hana!” desis Hilmawan.
Yang benar saja. Hana berteriak sangat keras membuat Renata dan suaminya tentu saja cemas.
Bagaimana jika ucapan Hana di dengar oleh Tuan muda. Bisa mati mereka jika sampai Hana juga menolaknya.
“Kamu harus tetap mengantikannya! Suka ataupun tidak. Itulah yang akan terjadi. Papa Sudah biarkan Kamu bebas selama ini. Tapi sekarang kamu harus menuruti papa!” Tegas Hilmawan.
Hana menatapnya remeh. Walaupun dalam hati gadis Itu sangat sakit sekali.
“Kalian benar-benar masih berani menyebut diri Kalian orang tua? Huh?!” lirihnya.
“Kenapa harus aku yang bertanggung jawab Kalau anak kesayangan Kalian itu kabur Dari pernikahannya?! Kalian pikir aku ini apa!” sentak Hana.
Gadis Itu hampir pada batas kesabarananya. Selama ini Dia tidak pernah bersuara keras kepada orang lain.
Namun hatinya begitu sakit saat ini. Orang tua yang sangat Dia rindukan yang Nyatanya ingin selalu Dia temui dia pikir akan berubah setelah lama tidak bertemu.
Ternyata mereka benar-benar tidak punya sedikit pun kasih sayang kepada Hana. Begitulah Pikirnya.
“Han—“ Renata ingin mendekati Hana.
“Enggak! Hana Nggak akan menikah Smaa siapapun! Aku sudah Cukup bahagia Tanpa Kalian selama ini. Dan kenapa sekarnag Kalian kembali Datang Dan merusak kebahagiaanku!”
Wajah Hana yang Tadinya Sudah Di rias Semenjak dia pingsan sudah berantakan. Karena air matanya yang terus mengalir.
“Aku mau pergi! Di sini bukan rumahku!”
“Hanaa...” keduanya panik saat Hana mulai mengangkat gaun yang dikenakannya dengan susah payah.
Gadis Itu berusaha melangkah pergi. “Pa, gimana ini, pa! “ cemas Renata.
Tepat saat Hana melewatinya. Hilmawan mengatakan kalimat yang sangat pedas. “Jika Kau mau menikah dengannya akan Ku anggap setidaknya kelahiranmu ke dunia ini memiliki manfaat untukku.”
Deg
“Ya, anggap saja begitu Hana.” Hilmawan berdiri di hadapannya. Pria paruh baya Itu menekan kedua lengan Hana sambil mengguncangnya keras.
“Kali ini saja. Kau paling tidak bisa membuatku bangga dengan menutup aib keluarga denhan menikahi calon suami kakakmu.” Pria itu terlihat begitu bangga menggatakannya.
Hana mengangkat kepalanya dengan air mata yang terus tumpah di pipinya. “Kenapa... Kenapa Kalian selalu memandangku rendah seperti ini, pa! KENAPA?! “
Hana menepis tangan sang ayah Dari lengannya. “A K U, T I D A K ...A K A N... MENIKAH!” putus Hana penuh penekanan.
Hilmawan benar-benar murka mendengarnya. Tangan pria itu terkepal erat dengan ranjangnya yang mengetat.
Tiba-tiba saja tangannya terangkat ke udara. Hingga sebuah tamparan keras Hana rasakan dipipinya.
“PA! “ pekik Renata. Wanita itu sangat terkejut Ketika Hilmawan menampar Hana.
Kepala Hana tertoreh ke samping. Gadis Itu memegang pipinya yang terasa sangat perih. Matanya terpejam erat, air mata Itu kembali mengalir deras.
“Anak sialan! Tidak berguna?! Kau sellau sjaa membuat sial sejak kelahiranmu. Aku tidak peduli lagi. Hari ini ijab kabul Itu akan tetap terjadi. Kau Setuju ataupun tidak?! “
Hilmawan pergi begitu saja. Renata menatap Hana yang masih mematung. Wanita paruh baya Itu sedikit menatapnya iba.
Namun Setelahnya Renata menyusul sang suami. Saat pintu tertutup tubuh Hana merosot kelantai.
Hana menarik kedua lututnya menekuk. Tubuhnya Begitu gemetaran. Hana memeluk erat kedua lututnya. Isak tangisnya tak lagi tertahan.
Sayup ketika Dia mendengar sebuah suara yang menggema Dari lantai bawah.
Kata ‘SAH'
Yang saat Itu juga membuat Hana merasa hidupnya sangat hancur. Kebahagiaan yang baru saja dia rasakan bersama Clara seakan musnah saat Itu juga.
Tubuh Hana terasa sangat Lemas. Dia terhuyung kebelakang dan tubuh rapuhnya jatuh kelantai.
Mata Hana mulai menggelap. Kegelapan itu bagaikan kebahagiaannya yang akan segera hilang. “Allah.... Clara, maafkan aku.” Dan matanya pun terpejam erat.
***
Sebelum akad....
Samir masih menunggu dengan sabar. Setengah Jam telah berlalu. “Tuan, anda yakin akan menunggu lebih lama?” tanya Jefri khawatir.
“Katakan pada mereka aku tidak akan menunggu lebih dari satu jam.” Titah Samir.
“Baik Tuan.” Jefri berpamitan pada Samir untuk menemui Renata yang masih menunggu dengan cemas di kamarnya.
Saat dalam perjalanan tak sengaja dia melihat Renata turun terburu-buru dari tangga. “Kenapa dengannya? Hmm... Sangat mencurigakan!” pikir Jefri.
Diam-diam pria itu mengikuti Renata yang berjalan menuju dapur. Ah, lebih tepatnya pintu belakang rumah mereka.
Jefri bersembunyi Di balik tembok yang membatasi area dapur mereka.
Tampak Hilmawan muncul dari pintu dapur. Keduanya terlihat berbicara sangat serius. Tak lama beberapa orang lain juga ikut masuk.
2 orang pria dewasa yang menggotong. “Wanita? Busett siapa tuh yang di gotong?” Jefri menajamkan pengelihatannya. “Kayak kenal sama tuh muka. Tapi di mana Ya?” pikir Jefri.
Pria itu segera pergi menjauh dari sana Ketika melihat mereka mulai mendekat. “Apa Itu putri kedua mereka? Calon pengantin Tuan muda? Aku harus segera memberitahunya!”
Jefri kembali pada Samir sementara Renata dan Hilmawan kini keduanya menggotong Hana naik ke lantai atas.
Mereka langsung membaringkan gadis Itu ke mantan tempat tidurnya dulu. “Tidak Ku sangka dia bisa tumbuh sebaik ini!” batin Hilmawan Kala menatap Hana.
Renatapun berpikir demikian. “Kenapa Hana bisa tumbuh secantik ini. Bahkan dia sudah mengenakan hijab.”
“Ma, Kamu yang mengurusnya. Papa ganti pakaian sebentar!”
“Iya, Pa.”
Renata menatap Hana yang masih belum sadar dari pengaruh obat bius. Dengan cepat dia mengambil riasan. Dan mendandani Hana.
Kemudian beralih ingin menganti pakaian Hana dengan gaun pengantin milik Calista sebelumnya.
Wanjta paru baya Itu menatap gaun pengantin Calista dan Hana secara bergantian. “Pakaian ini terlalu terbuka untuknya jika dia sudah berpenampilan begitu.”
Renata tampak bepikir keras. “Ah, sepertinya Aku Punya gaun putih yang berlengan panjang.”
Diapun pergi ke kamarnya. Renata mendengar suara air dari dalam kamar mandi. “Syukurlah Dia Mandi.”
Renata dengan cepat membuka lemari pakaian. Mencari-cari gaun putih Itu. Setelah menemukannya Dia kembali ke kamar Hana Dan menganti pakaian gadis Itu.
Beruntung saja Saat Itu Hana Sudah mengenakan hijab yang berwarna putih. Senada dengan gaun yang sudah melekat indah di tubuhnya.
“Dia sangat cantik... “ Jujur Renata sangat kagum dengan penampilan Hana.
Terlihat begitu cantik dalam polesan yang sangat sederhana. “Mama yakin, Tuan muda lumpuh Itu pasti tidak akan menolakmu!”
Renata kembali ke kamar untuk menganti pakaian. Pernikahan sudah di pastikan akan terjadi hari Itu.
Jefri mengadukan informasi Itu pada Samir. “Kau yakin Itu memang putrinya?” Tanya pria itu.
“Sepertinya Iya Tuan. Mereka terlihat terburu-buru. Mungkin sebentar lagi mereka akan turun membawa pengantin anda. “
Tak lama Samir dan Jefri dikejutkan dengan Suara teriakan Dari lantai atas. Moment di saat Hana sedang melupakan amarahnya.
“Anda dengar Itu Tuan? Sepertinya gadis Itu memang putrinya keduanya!” Cetus Jefri.
Samir hanya diam. “Apa dia diperlakukan tidak adil dalam keluarga ini? “ pikir Samir. Saat sekilas mendengar suara Hana.
“Siapkan penghulunya. Acara akad akan segera dimulai!” perintah Samir.
Jefri mengangguk. “Baik Tuan!”
Tak lama Hilmawan turun, di susul oleh Renata. “Tuan muda, acaranya Sudah bisa di mulai. Pengantin anda sudah berada di kamar.”
Samir memcingkan matanya. “Kalian sudah bisa memastikan pengantinku kali ini tidak kabur lagi kan? Atau Kalian akan tahu akibatnya? “
Hilmawan menggeleng cepat. “Tidak, tidak Tuan muda. Saya sudah pastikan kali ini anda akan mendapatkan pengantin anda. “
“Baiklah.”
Mereka berkumpul di sebuah meja. Dengan beberpaa saksi. Akad memang tidak mengundang banyak orang.
Samir membaca sekali lagi nama yang tertulis di secarik kertas yang sudah Jefri tulisakan untuknya tadi. “Anda pasti bisa Tuan.” Bisik Jefri memberi semangat.
“Hanawra kirana Hilmawan... Tidak tahu seperti apa rupamu. Tapi aku akan memberikan posisi istriku kepadamu.”
Samir memejamkan matanya sejenak. Kemudian dia menjabat tangan penghulu.
Setelah penghulu mengucapkan akad. Samir menyahutinya dengan lancar.
“Saya terima nikah dan kawinnya Hanawra kirana Hilmawan in time Emir Hilmawan dengan mahar tersebut di bayar tunai!”
Saat Itu juga seruan SAH terdengar memenuhi ruangan Itu Hingga sampai pula kepada pengantin yang sudah Jatuh pingsan.
Setelah akad Samir meminta Renata untuk membawa turun Hana. Wanita itupun menurut.
Namun setelahnya kembali dengan wajah panik yang luar biasa. Membuat semuanya bertanya-tanya.
“Ada apa, Ma. Kenapa panik begitu?” tanya Hilmawan.
“It-Itu Pa! Hana pingsan di kamarnya!”
“Apa! Bagaimana bisa!”
Samir menghela pelan. “Jefri, kau bantu mengurusnya. Aku akan menunggu di mobil.”
“Baik Tuan! “
Samir pun memutar kursi rodanya ingin beranjak. “Ingat! Jangan sampai kau menyentuh yang sudah menjadi milikku, Jef. Biarkan Tuan Hilmawan yang membawanya padaku!”
“I-iya, Bos! “sahut Jefri kikuk. “Cieleh si Bos! Baru juga akad. Udah posesif aja”
#Bersambung