Ini bukan kunjungan pertamanya ke Dunia Bawah, tapi tetap saja semua terasa mengejutkan, terutama hawa panas itu. Nada merasa sekujur badannya mendidih. Tak mencapai suhu yang membuat kulit mengelupas dan daging terbakar, tapi tentu saja manusia biasa susah untuk membiasakan diri hidup dengan temperatur seperti itu.
Untung ia bisa beradaptasi dengan cepat. Lagian tak guna malah memikirkan hawa panas selagi nyawa Aren berada dalam bahaya. Nada menatap segala arah. Dayu benar. Pemandangan alam semesta di sini sama persis dengan yang baru saja ia tinggalkan, yaitu rumah sakit. Ada koridor, ada gedung-gedung bangsal, ada taman. Bedanya, di sini semua berwarna kemerahan dan penuh nyala api. Langit malam pun penuh semburat merah, dan menggeliat menari-nari seperti nyala api unggun.
Menyeramkan. Sekaligus indah.
Dan fakta bahwa ini dimensi berbeda terlihat dari bayangan Dayu yang tak nampak di titik tempat mereka berdiri tadi. Hanya ada robekan Gateway, tapi tak ada siapapun di sekitarnya. Dayu pasti masih ada di titik itu juga, hanya saja di dunia sebelah. Mungkin gadis itu sekarang tengah sibuk mencari tempat untuk tidur.
Semoga dia tak lama, karena Nada bakal butuh bantuan jika urusannya dengan makhluk bernama Arheum itu tak berlangsung lancar.
Tak punya waktu memikirkan hal-hal lain, ia memacu langkah mengikuti arah kepergian Aren dalam tempat tidur beroda tadi. Tak perlu membaca denah untuk mencari letak UGD dari situ, karena Aren belum terlalu jauh pergi, baru saja membelok di ujung koridor yang ini melintasi koridor panjang yang menghubungkan bangsal rawat inap dengan UGD.
Tepat pertigaan koridor, Nada menemukannya. Aren tengah akan memasuki pintu ke gedung lain, yang sepertinya adalah sisi terluar poliklinik umum. Di sana, pemandangan yang tersaji sangat ganjil, karena tempat tidur bergerak sendiri. Para suster pendorong tak nampak dari sisi dunia yang ini. Sebaliknya, yang terlihat jelas adalah makhluk mengerikan itu—luar biasa besar menjulang, duduk berjongkok di atas tubuh Aren, dan sedang mengunyah sesuatu.
Barangkali itulah caranya makhluk halus menyedot energi hidup manusia biasa, untuk membuat kesehatannya tergerus hingga sampai pada tingkat kehilangan nyawa. Dengan cara dikunyah pelan-pelan, hingga habis tak bersisa lagi.
Dada Nada panas melihat itu, pada wajah dan kulit Aren yang sangat putih pucat dan begitu kontras dengan keadaan sekeliling. Ledakan di kepala ia tumpahkan lewat teriakan.
“Woi! Carilah lawan yang sepadan! Jangan ganggu temanku!”
Makhluk itu menoleh, menyeringai. Taringnya memanjang, demikian pula kuku jari-jemarinya. Dan saat sayap mengembang, tahulah Nada bahwa ujung tiap helainya adalah berupa pisau-pisau runcing yang berkilauan dalam warna darah. Saat ia menggigil melihat penampakan yang amat mengerikan itu, Arheum menjejakkan kaki dan melesat terbang ke arahnya.
Sayap mengepak seperti burung. Cakar mengambil ancang-ancang tinggi ke atap, siap menggebrak mencakar. Dan Nada masih belum tahu apakah pisau-pisau di ujung sayap itu sekadar merobek-robek atau bisa meluncur menyerang dari jarak jauh.
Tapi apa pun itu, ia harus fokus karena urusan yang ini jauh lebih gawat daripada yang ia bereskan dengan mudah tempo hari di Cibaduyut. Belum selesai mata berkedip, serbuan Arheum tiba. Nada menangkis secara refleks, dan menjumpai tangan di balik lengan jaketnya memadat seperti baja. Umpama tidak, kulit dan tulang manusia biasa miliknya pasti akan remuk tak tertolong tersambar kuku-kuku hitam itu.
Yang belum ada dalam frame berpikirnya adalah soal tenaga, karena ia tak tahu energi pukulan dari jin menyeramkan itu luar biasa besar. Ia memang bisa menangkis semua serangan awal dengan baik, namun tenaga yang kalah kuat membuat tubuh mungilnya mencelat menabrak tiang koridor.
Naluriah ia bergeser menjauh untuk mencari titik aman. Arheum datang lagi, kali ini menyerang dengan pisau-pisau di sayap. Nada tak punya pilihan lain kecuali mundur untuk terus menghindar. Edan! Itu pisau sepertinya jauh lebih tajam dari pisau dapur milik Mama yang bisa memotong tulang ayam dengan mudah. Kalau sampai kena sambar, ia bakalan butuh dilarikan ke UGD untuk menerima cukup banyak jahitan di kulit.
Tak bisa terus-terusan dipaksa lari, mata Nada mencari celah untuk bisa balas menyerang. Ia meliuk mendekati tiang koridor lainnya lagi. Pada momen sepersekian detik yang sangat cepat dalam arah luncurannya, ia menjejak tiang itu, memaksa tubuhnya membelok mencari arah lain.
Sang makhluk halus melongo karena buruannya sempat hilang. Saat ia menoleh mencari, Nada sudah melintas menikung melewati tengkuk makhluk itu, dan mengirimkan tendangan putar ke arah kepala dalam arah luncuran menjauh.
Nada baru menyadari bahwa tubuhnya berbobot lebih enteng di sini daripada di alam normal tepat ketika ia melihat sesosok makhluk lelembut nyungsep menyedihkan oleh sepakan di kepala. Ia berjumpalitan dan mendarat di lantai koridor, empat meter dari Arheum yang berteriak marah karena kesakitan.
Hanya berselang dua detik, makhluk itu kembali terbang menyerang. Kali ini Nada sudah jauh lebih waspada, apalagi keberhasilannya menyepak kepala musuh barusan membuatnya sedikit percaya diri. Setidaknya ia bisa menyerang balik. Sekalipun belum cukup untuk mengalahkan makhluk itu, yang terpenting adalah mengulur waktu selama mungkin hingga Dayu muncul.
Benturan keras terjadi empat kali berturut-turut saat Nada berhasil menangkis. Tetap saja ia kalah tenaga. Bagaimanapun, makhluk ini jauh lebih kuat darinya. Tak beda dengan saat klub gurem seperti Norwich City ketemu Liverpool, misalnya. Sesekali balas menyerang tentu masih bisa, namun lama-lama tetap saja ketahuan siapa yang memiliki kualitas lebih baik. Dan kali ini Nada benar-benar merasa seperti itu, terutama saat Arheum bisa mengurungnya dan membuatnya terlempar jauh ke belakang melalui sebuah tendangan yang kena telak di pinggul.
Tak hanya itu, beberapa bilah pisau di ujung sayap sempat menyambar tanpa halangan dan menggores lengan kirinya.
Nada berteriak mengaduh. Ia bergulingan menjauh sambil mencengkeram lengan yang mengucurkan darah segar. Belum lagi ia sempat bangkit, makhluk itu sudah datang lagi. Arheum terbang luar biasa tinggi, dan meluncur turun mengirimkan kakinya ke arah dengkul Nada, hendak meremukkan organ yang itu menjadi serpihan.
Beruntung Nada masih sempat mengelak. Tanah ambles dan retak terhajar kaki Arheum, yang berujung runcing mirip heel sepatu perempuan. Mendapatkan jarak cukup renggang, Nada bisa bangkit berdiri dan mulai mencari lingkungan sekeliling yang bisa dijadikan senjata. Apa di alam yang ini materi berfungsi sama seperti di dunia nyata? Misal, kalau ia ambil genting atap, apakah bisa melukai makhluk itu dengan cara melemparnya pas ke muka?
Sayang pikiran yang teralih membuatnya menjadi sasaran empuk. Kombinasi serangan berantai cakar dan kaki membongkar pertahanan gadis itu. Ia menjerit saat lambungnya kena sodok kaki yang runcing. Dan elakannya dari pisau-pisau di ujung sayap membuat posisi bahu kanannya terbuka. Kuku Arheum merobek tepat di situ. Darah hitam muncrat saat Nada mencelat dengan mata berkunang-kunang, terperosok ke gerumbul semak salah satu sudut taman rumah sakit.
Dan kali ini ia tak bisa bergerak. Otot dan tulang seperti membatu menyatu saat Arheum terbang meluncur deras ke arahnya dengan mata membara dan ujung sayap bergetar hebat. Nada meronta, tapi tanpa guna. Lalu terpikir olehnya, barangkali ujung pisau-pisau di sayap itu mengandung racun, yang membuat seluruh badannya kaku tak bisa digerakkan.
Bahkan untuk menjerit saja tak bisa. Ia hanya bisa memejamkan mata kala kuku-kuku panjang dan pisau-pisau tajam di sayap menggebuk bersamaan ke arah wajahnya.
Akankah berakhir di sini? Bukannya Aren, malahan ia yang mati duluan!
Ia persis tengah mengingat-ingat dua kalimat Syahadat tepat ketika terdengar teriakan gahar dan suara desingan aneh yang disusul bunyi ledakan keras menggetarkan dunia.
Nada membuka mata dan melihat si Arheum mencelat seperti bulu dalam nyala api warna putih yang menyilaukan. Dari arah lain, datang mengejar sesosok makhluk robot mirip Iron-Man namun combat suit-nya berwarna hijau pupus. Saat kedok muka membuka, wajah familiar Dayu muncul di situ dan melotot gemas.
“Bukankah sudah kubilang, di sini kamu bisa menciptakan kostum superhero atau persenjataan apa saja sesukamu!?” teriaknya, sambil menembakkan meriam kecil di lengan robot sisi kanannya ke arah Arheum. “Problem dunia nggak cuman soal kekuatan atau kecerdasan. Use your imagination!”
Nada membuang napas lewat mulut. Sial, betul juga! Tadi sama sekali tidak berpikir sampai ke sana.
“Sekarang kembalilah ke Gateway, balik ke kamarmu lagi! Ntar kuhubungi sesudah kukirim si berengsek ini pulang dan sekaligus menghajar majikannya sampai lumpuh! Cepat, buruan!”
Nada menggeliat bangkit dan mengangguk. Bagus! Sekarang tubuhnya sudah bisa digerakkan lagi.
“Oke, baik. Aku balik ke Gateway!”
Ia merayap bangkit susah payah. Kedua lengan masih berdarah. Ia berharap semoga luka di sini tak menjadi luka yang serupa di alam nyata. Sedikit sempoyongan karena pusing dan mual, ia bergegas meninggalkan lokasi pertarungannya barusan dengan Arheum.
Napasnya terhembus lega saat kemudian membelok di ujung koridor. Robekan Gateway buatan Dayu masih ada di sana. Setidaknya malam ini ia masih bisa pulang dalam keadaan hidup.