Arheum

1241 Kata
Nada mengakhiri meditasinya secara prematur oleh bunyi dengung panggilan masuk di ponsel. Buru-buru ia raih benda itu, karena di layar terpampang wajah ayu Dayu. Sudah sejak siang tadi, sepulang dari rumah sakit, segala caranya untuk menghubungi Dayu gagal total. Telepon tak tersambung, dan berkali-kali pesan teks sebatas centang tunggal warna kelabu. Mungkin Dayu sedang sibuk di “alam sebelah”, begitu yang selalu dikatakannya. Dan baru sekarang ini punya waktu untuk mengurusi murid tersayangnya yang di alam Solo ini. “Halo?” Nada menyapa sambil menatap penunjuk jam di ponsel yang menunjukkan pukul 00.30 dini hari. “Ada apa, Nad? Kayaknya urgen banget. Baru aja balik rumah nih dari tugas negara.” “Aren kolaps. Dan sampai malam ini tadi, selain belum sadar, dokter juga masih bingung nentuin penyakitnya jenis apa. Pokoknya tadi pas di sekolah, sekitar jam 9, Aren jatuh lalu kejang-kejang.” “Serangan ilmu hitam lagi?” “Ya. Dan pas jenguk di rumah sakit tadi aku sempat lihat bentuknya.” “Kayak apa?” Nada meneguk ludah. Ia masih perlu waktu untuk mengenyahkan bayangan tadi jauh-jauh dari kepalanya. “Warnanya biru gelap, penuh bulu. Tapi bukan bulu rambut, melainkan kayak bulu burung. Berkilauan gitu. Dan dia punya sayap, warnanya item. Tinggi banget, mungkin tiga meter lebih. Matanya merah menyala, bertaring panjang. Dan kuku-kukunya runcing, langsung berubah jadi luar biasa panjang pas lihat aku dan menyeringai mengancam. Aku takut banget tadi. Nggak bisa ngapa-ngapain. Nggak kayak pas tarung lawan kuntilanak merah di rumah Aren kemarin dulu.” Dayu mengumpat pendek dalam bahasa Inggris. “Itu Arheum, dan sepertinya sudah berumur di atas 2.000 tahun.” “Apa itu Arheum?” “Istilah kaumku untuk jin. Sangat tua, sangat kuat, dan luar biasa keji. Tak aneh dia berani mengancam kamu. Dia memang bukan lawanmu.” “Ja-jadi... karena kuntilanak yang kemarin kuusir balik, Bu Dita lantas mengirim lainnya lagi yang jauh lebih kuat?” “Sepertinya begitu. Makanya bikin aku agak bingung. Kalau cuman ditinggal selingkuh, masa dendam kesumatnya sampai sebegitu besar sehingga dia kuat mempekerjakan sesosok Arheum tua...?” “Tadi aku sempat ngobrol sama ortunya Aren. Dan kata ibunya, mungkin semua disebabkan Pak Bowo, mantan suami Bu Dita.” Nada lalu menceritakan dugaan Bu Irfan soal pria itu, bahwa berita perselingkuhan Pak Irfan dengan Bu Ruth bisa saja hanya hasil rekayasa Pak Bowo untuk menjatuhkan imej Pak Irfan di mata Bu Dita. “Masuk akal. Atau bisa jadi masih ada misteri lain yang belum terbuka untuk orang-orang luar. Tapi yang jelas kita harus berpacu dengan waktu. Dengan ditongkrongi lelembut sekuat Arheum, energi kehidupan Aren bisa saja nggak bertahan lama.” Nada meringis. “Trus gimana ini? Aku juga takut Aren bakalan drop. Wong aku aja nggak kuat, apalagi dia yang polos soal kekuatan-kekuatan begini.” Dayu terdiam sesaat. “Gini aja. Kita lakukan Multi-Dreams...” “Apa lagi itu?” “Infiltrasi Mimpi, tapi bareng. Yang kuomongin di mimpi kemarin. Masih ingat? MultiDreams Connection. Aku sama kamu. Kalau cuman kamu sendiri yang masuk, kemungkinan besar kamu bisa ditendang karena kekuatan di sana sangat besar. Makanya aku harus ikut untuk membantumu.” “Oh, gitu? Oke. Caranya seperti biasa?” “Iya. Kamu tidur aja seperti biasa. Kali ini aku yang akan kontrol.” “Trus aku harus masuk ke mimpi siapa? Bu Dita?” “Ya. Bagaimanapun, dia tersangka utama kita saat ini. Nanti kita langsung ketemu di sana.” Nada mengangguk. “Oke. Tapi ada lagi hal lain yang juga urgen.” “Apa itu?” “Pas barusan meditasi dan aku mengaktifkan Pelacakku, aku melihat noktah tanda bahaya di sekitar sini. Dan gede banget. Aku takut Om San yang mata gelap mencelakai Radit untuk memaksa papanya Radit menyetujui rencana pembelian tanah itu. Peristiwanya kayaknya akan terjadi malam ini juga, sekitar jam-jam sekarang ini.” Dayu mengumpat lagi. “Njur piye iki? Ternyata cepet sekali Om San dan Om Gading tahu Radit diungsikan ke Solo. Apa kita bisa Bilokasi sementara yang satunya lagi Infiltrasi Mimpi?” “Nggak bisa, untuk levelmu sekarang ini. Sama kayak usahamu kemarin soal Message Planting. Belum waktunya.” “Lantas aku harus gimana?” Dayu diam, berpikir. “Mau nggak mau kamu harus memilih, mana yang harus kamu prioritaskan dulu saat ini. Aren, atau Radit? Lalu kita berharap semoga urusan yang di mimpi selesai secepat mungkin sehingga masih sempat ngurusin yang satunya lagi. Baru sesudah bangun nanti, mau Bilokasi di-combine sama Shortcut pun bisa.” Nada ikut-ikutan mengumpat mirip Dayu, meniru para tokoh di film-film Hollywood. “Aku pilih Aren dulu. Keadaannya jauh lebih gawat disandera jin tua.” “Okay. Let’s do it! Atur pernapasan biar gampang merem.” Dan Nada seperti menunggu selama seabad sebelum lelap akhirnya datang juga.   ***   Nada terlompat kaget karena hal pertama yang dilihatnya kemudian adalah Bu Erdita jatuh bersimpuh dan menangis ketakutan. “Bukan! Bukan sayaaa! Sumpah demi Allah bukan saya!” Ia bertatapan heran dengan Dayu, yang mengacungkan pistol dan mengenakan topi serta rompi antipeluru bertuliskan “N.C.I.S.”. Saat itu mereka berada di pekarangan rumah besar Alamanda 108 yang Nada sudah lihat lewat iklan penjualan rumah di laman YourHome. Dan perempuan yang menangis itu memang Bu Dita, yang fotonya pernah ia lihat di f*******:. “Bukan kamu?” sahut Dayu heran. “Apanya yang bukan kamu?” “Yang mengirim kuntilanak dan jin ke rumah Irfan. Bukan saya!” “Lantas siapa?” “Bowo, mantan suami saya.” Dayu menatap sekilas pada Nada. “Masuk akal. Jauh lebih logis kalau datangnya memang dari Bowo, bukan dari sini.” Nada menelan ludah. “Dan dia ternyata masih menyimpan dendam pada ayahnya Aren…” “Istri Irfan bilang, berita yang kamu terima bahwa Irfan selingkuh sama Ruth sengaja dibikin Bowo untuk menjatuhkan Irfan,” Dayu kembali menatap Bu Dita. “Betul begitu?” Yang ditanya mengangguk lemah. “Ya. Mulutnya memang berbisa. Bisa memutarbalik perkataan semau-mau dia. Dan waktu itu saya dengan begitu begonya dengerin semua omongan Bowo.” “Dia bisa mendatangkan jin sekuat itu, apa dia punya dukun yang berkekuatan tinggi?” tanya Dayu sembari menyarungkan kembali pistolnya di pinggang bagian belakang. “Ya dia itu sendiri dukunnya! Sudah sejak kecil dia tertarik ilmu-ilmu gaib. Narik pusaka, mindah buto, ngraga sukma, semua dia pelajari. Termasuk dalam Aji Pengasihan juga. Makanya pas masa itu, meski saya tahu nggak suka dia, tapi kok ya tetep saja takluk dan bisa diajak nikah. Dan mau-mau saja percaya waktu dia bilang Irfan dan Ruth selingkuh. Lalu bahkan saya ganti nomer HP dan menutup kontak dari Irfan dan semua teman lama di Surabaya termasuk Ruth.” “Berarti yang suruh si kuntilanak merah untuk membuat Bu Irfan nggak bisa punya anak adalah Pak Bowo juga?” tanya Nada. “Iya lah. Siapa lagi? Si Bowo itu sudah sejak awal sirik luar biasa sama Irfan. Sirik karena iri. Adaa saja cara dia untuk mencelakai Irfan. Dan yang itu malah direncanakan berlaku seumur hidup. Kalau sampai istrinya keguguran terus sampai menopause datang, kan penderitaannya berlangsung sampai mati.” “Tapi ternyata enggak, dan ada juga anak meski dari sumber lain,” gumam Dayu. “Kamu tahu nggak soal itu?” “Soal Wanda selingkuh sehingga akhirnya bisa punya anak selain dari Irfan?” Bu Dita lalu menggeleng. “Itu terjadi jauh sesudah saya hilang kontak dengan mereka.” Dayu lalu menggeleng-geleng. “Dan kita telanjur nyasar ke sini, padahal sumbernya bukan dari sini.” Nada melotot dengan tubuh menggigil. “Aren…!”  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN