SUARA ANEH

1035 Kata
"Kayak ada anak-anak yang sembunyi di situ?" bisik Eno. Ketika langkahnya hendak keluar. Sebuah tangan menggapai pundaknya. "Aaahhh!" Sontak Eno berbalik dengan terkejut. "Sofiaaaa!" "Kamu kok syok gitu?" "Terkejut aku, Sof!" Lantas Eno menarik lengan Sofia, sembari melihat arah dalam. Biar tidak terlihat oleh Alam dan Aulia. "Ada apa?" tanya Sofia berbisik. "Baru saja aku melihat bocah kecil, cewek. Sembunyi di balik pohon jambu itu. Pasti kamu juga sering melihat nya 'kan?" "Bukan sering, En. Tapi pernah. Kalau sering itu waktu masih kecil dulu. Dan lagi menurut aku, dia itu sangat mirip sama aku." "Apa ... dia Sofia Hirang?" tanya Eno menatap nyalang pada Sofia. Gadis itu mengangguk pelan. "Sepertinya iya, En. Walau aku kada yakin pasti, cuman menurut feeling aku, dia emang Sofia." Sampai terdengar derap langkah seseorang yang mengarah pada mereka. Sofia dan Eno bergegeas masuk rumah. Hampir saja keduanya menabrak tubuh Alam yang sudah berada di ambang pintu. "Kalian kok lama di luar? Ngobrolin apa?" tanya Alam mengerutkan dahi, penuh rasa tanya. "Ehhh ... ini lho. Tadi ada bocah kirimin makanan. Aku kira dari siapa, ternyata dari Paman Botek sama bininya, yang kirim. Katanya sih nanti malam kada bisa datang," tukas Eno menjernihkan kecurigaan Alam. "Wahhh, kebetulan nihy. Aku lapar lagi," tukas Aulia, yang mengikuti langkah mereka ke dapur. Keempatnya pun duduk di kursi. Tampak Sofia menyiapkan piring dan mangkok besar. "Masakan apa ini?" tanya Aulia. "Ini namanya ketupat Kandangan. Biasanya si Sofia dibawain." "Ohhh, enak?" ulang Aulia. "Pastilah enak, aku aja selalu pengen makan ini," sahut Sofia. Mereka pun mulai menyantap hidangan yang ada di meja. "Paman sama Bu Mina itu, baik sama kamu ya?" Sofia hanya tersenyum menanggapi celoteh Aulia. "Mereka sudah aku anggap kayak keluarga sendiri." "Agak kecewa sih, mereka enggak datang," celetuk Alam. Seketika Sofia menoleh padanya. "Memangnya Mas Alam ada perlu apa?" "Aku ingin tanyakan perihal kayu hitam yang diberikan nama Sofia HIrang itu." Sontak Sofia langsung melihat ke arah Eno. "Untuk apa lah, Mas?" Kali ini Eno bertanya, setelah mendapat kode dari Sofia. "Ya, aku ingin tahu aja, Eno. Menurut aku ada hal yang ganjil saja. Kenapa bisa ada kayu hitam, yang diberi nama Sofia HIrang. Apa kalian enggak sadri itu?" Sofia dan Eno hampir bersamaan menggeleng. "Nah, karena kalian kurang sensitif. Aku yakin kayu hitam yang diletakkan di sana, enggak mungkin kalau tidak ada manfaatnya. Iya 'kan?" Tatap mata Alam mengarah pada Sofia dan Eno bergantian. "Bener juga sih, Mas," sahut Sofia. 'Ehmmm ... andai Mas Alam tahu, kalau soal permasalahan yang ada berkaitan dengan rumah ini,' bisik Sofia dalam hati. 'Apa aku perlu jujur sama dia? Sebelum pergi ke pulau Laut ya? Pasti dia akan tanya, ada kepeluan apa di sana.' Terlihat Sofia yang tengah bergulat dengan hatinya sendiri. Belum selesai pergulatan hati Sofia, Alam sudah menanyakan beberapa hal yang ada dalam pikiran gadis itu. "Sofia, emang ada uirusan apa kita akan ke pulau Laut itu? Setahu aku jauh sekali lho." Deg! Apa yang tadi dipikirkannya, kini terlontar juga. Sofia terlihat kebingungan saat akan menjawab. Antara berkata jujur dan tidak. "Ehhhh ...." Kini, semua mata memandang ke arah Sofia. Eno ingin memberikan bantuan untuk menjawab, akan tetapi Sofia kembali memberi kode padanya untuk tetap diam. "Memangnya ada hal apa yang kamu sembunyikan dari kami berdua, Sof?"  Pertanyaan Aulia benar-benar semakin membuat Sofia gelagapan. "Jujur banyak hal yang baru aku ketahui tentang masa lalau orang tua aku, rumah ini, dan beberapa kejadian aneh yang aku alami. Bukan aku tidak mau bercerita,  terkadang apa yang hendak aku ceritakan itu banyak hal yang di luar logika. Aku takut kalian malah kada percaya." "Seperti kejadian di HP?" tanya Alam. Sofia mengangguk pelan. "Aku kada mau kita bertengkar Mas Alam." "Bukannya begitu Sofia. Cobalah kamu jelaskan pelan-pelan sama kmi!" "Apa Mas Alam akan percaya kalau pesan dan telpon yang masuk di HP Mas Alam itu bukan dari aku?" Seketika Alam terdiam cukup lama. Dia menghentikan suapan sendok di mulutnya. Sembari memandang wajah cantik Sofia, yang juga tengah melihat ke arahnya. "Kenapa Mas Alam melihat aku kayak gitu? Ragu, bimbang, atau malah bingung? Atau juga Mas Alam malah meragukan semua pertanyaan aku tadi?" "Bu-bukan itu, Sof! Jangan katakan kalau itu bukan dari kamu." "Kalau kenyataannya iya, bagaimana;?" Hening dan sunyi. Tidak terdengar suara denting sendok di piring. Semuanya melihat pada Sofia, yang berusaha untuk tenang. "Mas Alam sama Lia, pasti kaget 'kan? Kalian kada ada yang percaya sama yang aku bucapkan tadi?" "Bu-bukan enggak percaya, Sof. Cuman ini tuh nyata sekali, kalau aku telponan sama kamu." "Yang membuat Mas Alam beranggapan seperti itu apa dasarnya?" Lelaki ganteng itu buru-buru merogoh ponselnya. Dia meletakkan di atas meja serta mendorong ke arah Sofia.  "Lihatlah video call yang aku rekam. Aku kasih nama kamu." Walau perasaan Sofia tidak tenang. Dia pun mengikuti apa yang dikatakan oleh Alam. Jemarinya bergerak cepat mencari video yang dimaksud. Segera Sofia membalik ponsel ke arah Alam, "INi, Mas?" "Iya, kamu lihat saja!" "Boleh kita berdua melihatnya Mas?" tanya Eno dan Aulia hampir bersamaan. Tampak keduanya pun penasaran. "Kalian lihat saja. Di dalamnya rada 21++,  jadi jangan dikomen hal itu-nya, Oke?" Keduanya mengangguk. Mendengar apa yang diucapkan kekasihnya., Perasaan Sofia semakin tidak karuan. Awalnya ragu untuk memutar video itu, tapi Sofia pun memberanikan diri. Terdengar suara percakapan Alam dengan seorang wanita. Suaranya terdengar sangat mirip dengan Sofia. Sampai membuat Eno dan Aulia menatap ke arahnya. "Kenapa kalian emlihat aku seperti itu? Kan udah aku bilang ini bukan aku!" "I-iya, Sof, Maaf!" sahut Aulia. Suara Sofia tengah merayu penuh hasrat. Bahkan suara yang terdengar seperti bukan milik Sofia yang selama ini mereka kenal. Ada desahan parau, di tengah erangan mereka berdua. "Ma-maaf, ini benernya Mas Alam lagi gapain sih? Videonya gelap enggak kelihatan apa-apa," celetuk Aulia polos. "Kalian lihat saja terus!" Dalam waktu sekian detik. video itu tampak benderang. Mereka tidak melihat sosok wanita yang sedang melakukan video call. Namun, hanya suara yang terus mendesah. Tapi di sekian detik berikutnya, Eno berteriak, "Stop!" Spontan Sofia menekan pause, agar video berhenti. "Perhatikan ada bayangan berkelebat di sini. Kalian bisa lihat?" "Iya, aku perhatikan itu juga berulang-ulang. Cuman kamu dengar juga 'kan, Sofia saat aku tanya. Tidak memberikan jawaban atau penjelasan sama sekali. Selain terus mengerang seperti orang lagi berhubungan intim. Kalian paham ya?" Mereka bertiga manggut-manggut. "Apa itu bukan suara kamu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN