BAYANGAN ANEH

1168 Kata
Paman Botek membuka perlahan pintu kamar. Bau pengap langsung menyergap hidung mancung Sofia. “Sofia, kalau mau tidur di sini juga bisa. Sudah Paman bersihkan semuanya, tapi di sini lebih pengap. Sinar matahari tak bisa masuk.” Sofia tak menjawab. Dia hanya meanggut-manggut, saat mendapat tawaran dari lelaki tua itu. Dia lebih tertarik mengamati setiap detil seluruh isi kamar, yang masih tertata sama saat lima belas tahun yang lalu. Sesaat pandangan matanya tertuju pada sebuah foto yang tergantung di dinding. “Foto itu,” desisnya. Seakan kenangan menguar memenuhi pikiran dan perasaan Sofia saat ini. Tak terasa buliran bening sudah membayang di kedua kelopak mata. Sepintas dia mengusapnya dengan ujung jari. Kemudian, Sofia berjalan mendekat. Berdiri tepat di bawah foto itu berada. “Paman, bisa ambilkan foto itu?” pinta Sofia. “Bisa! Setumat lah ( sebentar lah ),” tukasnya. Sofia duduk di ujung ranjang. Hempasan tubuhnya langsung menimbulkan bunyi berderit. Membuat Sofia bangkit dan berdiri. Gadis itu tersenyum lebar, saat menatap foto yang sudah mulai kusam. Tampak Paman Botek sudah berdiri di atas kursi kecil, dan meraih foto kusam itu. Lantas memberikan pada Sofia. “Mama … Papa!” Pandangan mata yang nanar, oleh air mata. Tak mampu alihkan tatapannya dari foto kedua orang tua, yang telah tiada. “Kamar ini lampunya redup, masih belum sempat Paman ganti.” “Iya, Paman. Enggak apa-apa.:” Di dalam gambar foto itu, Sofia berdiri di antara kedua orang tuanya. Gadis itu tampak memegang rambut yang panjang, dikuncir dua. Bibir mungil Sofia terlihat mengulas senyum. “Sudah lama sekali sejak mereka meninggal. Kalau tidak salah, saat itu umur kamu baru berumur delapan tahun, ya?” “Sepuluh tahun tepatnya, Paman.” Lelaki itu manggut-manggut. Sembari mengajak Sofia, “Ayo, sekarang kita ke belakang!” Dengan menenteng foto itu, Sofia berjalan mengikuti dari belakang.   “Pintu belakang ini, rusak. Besok biar Paman perbaiki!” “Di belakang masih ada pohon-pohon, Paman?” tanya Sofia bersemangat. “Banyak, tapi sudah banyak semak-semak. Mending nanti kamu enggak usah ke situ, takut banyak ular!” Sofia mengangguk dan  terus mengikuti langkah lelaki tua itu.  Di sebelah pintu belakang, terdapat dua kamar mandi. “Nanti Sofia pakai kamar mandi yang sebelah kanan aja, yang kiri ini masih rusak bak mandinya.” “Iya, Paman.” Tak jauh dari tempat itu, terdapat ruang kecil untuk dapur. “Perlengkapan dapur masih bisa di pakai semua. Piring, gelas, semua ada di lemari itu. Semua sudah Paman bersihkan, Sofia tinggal pakai aja pang.” “Terima kasih banyak, Paman. Paman ternyata orangnya detil sekali,’ ucap Sofia senang. “Yah, Bu Syarif memintanya begitu. Dua hari lalu, sebelum kamu datang beliau pesan-pesan.” Deg! “Dua hari yang lalu,” decak Sofia. “Maksud Paman, SMS dari ponsel Bu Syarif. Pasti Sofia ‘kan yang mengirim SMS itu?” tegas Paman Botek meralat kalimatnya. Gadis itu terlihat gelagapan saat akan menjawab. Dia tidak ingin jika paman Botek takut saat  mengetahui kebenarannya.  Sofia hanya tersenyum. “I-iya, saya Paman yang kirim.” “Sofia juga ‘kan yang minta semua rumah suruh bersihkan,” ujar Paman Botek. Gadis itu hanya mengangguk sekali. Dia semakin gamang dan tidak tahu  siapa pengirim sms itu. “Nah! Sofia istirahat dulu aja. Semua air udah Paman isi penuh. Ba’da maghrib Paman ke sini lagi sama Mamaknya anak-anak.” “Baik, Paman. Terima kasih banyak.”  “Assalamualaikum!” “Waalaikumsalam, Paman.” “Ini bini Paman, Sofia,” ucap Paman Botek, seraya mengnalkan sang istri. Sofia langsung menyalami wanita berkerudung itu. “Nanti biar Acil ( Tante) Mina yang bersihkan semua isi rumah.” “Terima kasih, Paman.” “Ini ada Acil ( Tante) bawakan makanan buat Sofia makan malam. Sayur asam haruan,” cetus Acil Mina. Kemudian lelaki itu berpamitan pulang. Sofia, melirik jam di ponsel. “Hemm … masih jam dua siang.” Bergegas gadis itu, mengambil tas ransel yang tergeletak di kursi ruang tamu. Lalu, meletakkan di dalam kamar. Tiba-tiba, dia merasakan perutnya berbunyi. “Lapar nah,” desisnya. Dia mencoba keluar rumah. Berjalan pelan menuju pintu pagar yang tertutup. Sofia menoleh kiri kanan, melihat di sekeliling “Ternyata sudah banyak yang berubah.” Dari kejauhan terdengar suara tukang bakso. Teng teng teng! Sofia menunggu cukup lama, di luar pagar. Seketika dia melambai pada tukang bakso. “Bakso!” teriaknya kencang. Mendengaryeriakan Sofia. Tukang bakso meghampiri dirinya. “Paman, bakso satu!” “Asyiap. Bungkus?” “Iya, Paman. Dibungkus aja.” Setelah mendapat bungkusan bakso, Sofia berjalan masuk. Dia bergegas menuju dapur untuk mencari mangkok. Tak lama kemudian, Sofia berjalan ke ruang tengah. Duduk menghadap pajangan kayu hitam. Dengan lahap Sofia menyantap bakso itu. Tampak Sofia kepedasan. Dia berjalan untuk mengambil sebotol air mineral di dalam tas.  Saat dia melintas di depan cermin, dirinya tergerak untuk berhenti. Sekilas Sofia menatap cermin itu. Melihat tubuhnya yang tinggi semampai. Sesekali tangan Sofia mengibas rambut yang terurai. Kemudian, berjalan menuju kamar. Sofia kembali duduk di ruang tengah dengan membawa botol. Namun, sesaat dia merasakan ada yang aneh pada cermin itu. Sang gadis mencoba berjalan mundur, selangkah demi selangkah. Hingga, tepat berdiri di depan cermin. Sofia tersenyum dan mendekatkan wajahnya pada cermin. Mencoba menatap kedua bola mata yang coklat gelap. Tiba-tiba, Sofia merasakan bola mata itu berubah warna menjadi hitam. Dia tersentak dan mundur perlahan. Namun, bayangan Sofia di cermin itu tetap berdiri memandangnya. “Haaaahhh …!” Sofia semakin terperanjat. Dia mengangkat tangan bagian kanan. Namun, bayangan dirinya di cermin itu mengangkat tangan kiri. “Aaaaahhh!” teriak Sofia. “A-apa aku salah lihat?” Sembari mengucek kedua mata. “Aku pasti salah lihat!” ulang Sopfia berkali-kali. Gadis itu mencoba untuk melangkah ke kiri dan ke kanan, bergantian. Namun bayangan dirinya, tetap diam. Raut wajah Sofia di dalam cermin terlihat sangat pucat, dingin dan kaku. “Si-siapa kamu?” desis Sofia. Kakinya bergerak mundur dan menjauh dari cermin. Sengaja dia lakukan, agar bayangan dirinya tak tampak. Sofia mencoba melirik ke arah cermin lagi. Dan bayangan dirinya masih ada di sana. Sofia mulai gelisah. Keresahan melanda hatinya saat ini. Cermin itu seperti menyimpan bayangan dirinya yang aneh dan berbeda. Membuat Sofia tercenung dan terpaku sesaat. Lalu, dia kembali memberanikan diri. Untuk melongok lagi arah cermin. Yang ada bayangan dirinya, seolah sedang menatap tajam pada Sofia. Membuat dadanya berdebar-debar. “Pergi … pergiiii!” teriak Sofia kencang dengan menutup kedua matanya dengan tangan. Setelah bisa menenangkan dirinya. Gadis itu kembali mengintip ke arah cermin, dari sela-sela jari. “Alhamdulillah!” Cermin itu terlihat kosong. Sofia bernapas lega. “Aneh …! Enggak akan aku lihat cermin itu lagi!” Dia menyambar kain taplak meja. Hanya sekali tarik, kain penutup meja berwarna putih itu terlepas. Sofia berjalan mendekati cermin dari arah samping. Dan menutup permukaan cermin berbentuk oval itu. Hembusan napas Sofia yang keras. Pertanda dia bisa lega dan tenang. “Ini rumahku! Kalian yang tinggal di sini, jangan sesekali mengganggu, karena aku pun tak akan mengganggu kalian! Paham ‘kan?” tegas Sofia. Entah sedang berbicara dengan siapa. _oOo_
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN