"Malam ini kita kada tidur di sini lah, Sofia. Kamu 'kan udah ada teman lah," tukas Mina.
"Iya, Acil." Sofia pun mengantar mereka berdua hingga teras depan. Besok ke sini 'kan Acil?"
"Iya lah. Setiap hari kita ke sini, Sofia. Kalau kada malam, ya siang," sahut Paman Botek.
Setelah kepergian pasangan suami istri itu. Sofia menarik napasnya dalam-dalam.
"Kenapa?" tanya Alam yang tiba-tiba sudah berdiri di belakang Sofia.
Sontak membuat Sofia gelagapan.
"Bikin kaget aja, Mas."
"Kamu kok selalu tegang gitu. Padahal selama di Jawa 'kan enggak?"
"Masa sih?"
"Kelihatan dari wajah kamu. Makanya tadi aku bilang kamu kurusan. Setelah aku perhatikan, kamu juga selalu terlihat tegang. Memangnya ada apa?"
"Enggak ada apa-apa kok, Mas. Mungkin karena mikirin penjualan rumah ini."
"Sudah kontak agensi jual beli rumah?"
Sofia menggeleng pelan. Melihat mimik wajah Sofia, Alam terkekeh, sembari mengacak rambut kekasihnya.
"Biar aku yang kontak nanti. Rencana mau kamu jual berapa?"
"Entahlah, Mas. Ehhhh ... sebaiknya jangan dulu dikontak, Mas!" cegah Sofia terlihat ragu.
Bagi Sofia saat ini, yang harus diselesaikannya terlebih dahulu, adalah misteri dibalik rumah ini.
"Kok jadinya diam? Atas dasar apa kok enggak boleh kontak dulu?"
"Nanti, pelan-pelan aku akan cerita Mas. Sekarang Mas Alam mending istirahat dulu!"
Sembari Sofia menggandeng lengan Alam masuk rumah. Tampak di ruang tengah Eno rebahan di atas karpet yang digelar di lantai.
"Belum selesai si Lia mandi?"
"Kayaknya belum," sahut Eno, yang asyik dengan HPnya.
"Duduk sini Mas!" ajak Sofia.
"Bentar, aku ambil HP dulu di kamar."
Alam pun berjalan santai menuju kamarnya, yang bersebelahan dengan kamar mandi. Guyuran air terdengar. Tampak Aulia, begitu menikmati air yang terasa segar menyentuh tubuhnya.
Samar Aulia seperti mendengar suara orang yang tengah bercakap-cakap. Dalam pikirannya, mungkin Sofia atau yang lain. Namun, semakin lama dia mendengar suara itu, semakin nyaring terdengar. Gadis itu menghentikan siraman gayung ke tubuhnya.
Kemudian, dia merapatkan telinga di pintu. Berusaha mendengarkan dengan seksama. Siapa yang sedang saling bicara. Hingga kedua matanya membulat lebar. Saat mendengar seorang wanita yang berteriak keras.
"Aaaaaaaaaargh!"
Sontak gayung yang dibawanya terlepas dan jatuh di lantai.
Bugghhh!
Segera Aulia menutup mulutnya sendiri. Dia berpikir bahwa Sofia dan Alam tengah bertengkar.
"Kenapa mereka sampai bertengkar kayak gitu? Padahal baru aja ketemu. Aneh sekali mereka ini."
Aulia kembali melanjutkan mandinya. Saat mengambil handuk. Tiba-tiba ....
Braaakkk!
Pintunya serasa didobrak seseorang, sampai membuat Aulia gemetaran. Kedua lututnya sampai lemas tak bisa dibuat untuk bergerak.
"A-ada apa ini? Kenapa Sofia dan Mas Alam bertengkar sampai kayak gini sih?"
Buru-buru Aulia memakai pakaian. Setelah sekian detik dia menunggu suasana hening. Barulah Aulia membuka pintu kamar mandi.
Raut wajahnya mengernyit aneh. Saat mendengar gelak tawa serta canda Sofia, Alam dan Eno dari ruang tengah. Membuat dia garuk-garuk kepala tak habis pikir.
Segera dia mempercepat langakah menuju arah mereka. Lalu berdiri terpaku dengan mengamati mereka satu persatu. Membuat Sofia, Eno dan Alam pun terkesiap dengan sikap Aulia yang bengong. Sembari jarinya menunjuk ke arah mereka.
"A-ada apa, Lia?" tanya Sofia keheranan.
"Kamu sama Mas Alam lagi bertengkar?"
Dahi Sofia berkerut keras. Lalu, gadis itu menoleh ke arah Alam, yang masih memandang serius pada Aulia.
"Bertengkar?" tanya Alam serius.
"I-iya. Baru aja kalian bertengkar 'kan?"
Kali ini, mereka bertiga saling berpandangan, dan keheranan.
"Dari tadi Mas Alam sama Sofia ada di sini," celetuk Eno.
Apa yang diucapkan Eno semakin membuat Aulia bertambah bingung.
"Coba duduklah di sini dulu!" ajak Sofia berusaha untuk membuat Aulia tenang. Gadis itu pun duduk di sebalah Sofia. Tetes air dari rambutnya, membasahi kaos yang dikenakan Aulia.
"A-aku kok jadinya bingung gini sih? Sewaktu di kamar mandi, aku benar-benar dengar kalau ada suara pertengkaran hebat, antara cowok sama cewek. Sampai si cewek itu berteriak kenceng banget lho."
"Suara kenceng orang bertengkar?" ulang Sofia, yang melirik pada Eno.
"Iya, Sofia. Aneh enggak sih?"
"Kada aneh lah. Mungkin suara TV tetangga kali. Atau radio," sahut Eno, berusaha menutupi kalau memang rumah Sofia ini, banyak hal aneh yang akan mereka temui nanti.
"Bukannya rumah ini jauh dari tetangga?" Alam menyela. Membuat Sofia dan Eno terlihat gelagapan.
"Coba kamu lanjutin dulu ceritanya!" pinta Sofia.
"Ehhh ... terus yang bikin kaget lagi. Pintu kamar aku tadi kayak digebrak. Kalau menurut aku sih bukan digebrak ya ... ehhh, semacam kita kalau didorong, sampai kena pintu. Kayak gitu lah."
Mereka pun semakin memandang aneh Aulia. Lalu, sekilas Sofia memandang ke arah belakang. Tidak terlihat bayangan apa pun juga.
"Ada yang bisa jelasin? Dan, ini bukan imajinasi aku lho! Aku bener-bener denger soalnya."
"Yah, mungkin terkena angin juga bisa Lia. Ini masih siang terang benderang. Kalau ada hantu 'kan kada mungkin sekali," ungkap Eno.
"Iya, benernya juga sih. Cuman aneh aja gitu lho."
"Ya, udah. Kita anggap itu tadi suara daru rumah ini deh. Bisa saja memang ada yang abwa HP terus volume dikencengin. Terus memang ada angin kencang. Karena kalau aku lihat, pintu belakang juga dibuka lebar 'kan?"
Mereka pun memperhatikan ke arah belakang.
"Benar juga apa yang dibilang Mas Alam. Mungkin aku terlalu berhalu," ucap Aulia, sedikit lebih tenang.
Dia pun segera beranjak ke kamar. Setelah menyisir rambutnya, Aulia berniat untuk menjemur handuknya di teras belakang rumah.
"Mau ke mana?" tanya Sofia. Jemur handuk, biar kering. Mumpung panas."
"Ayo aku temani!" Sofia pun berdiri dan berjalan membuntuti Aulia. Sesaat gadis itu berhenti di depan pintu kamar. Mengamati bagian pintu dengan seksama. "Ada apa Lia?"
"Aku masih penasaran, Sof. Soalnya aku tuh bener-bener denger. Kalau angin kayaknya mustahil banget gitu lho."
"Terus?"
"Ini aku lagi amatin, kali aja ada bekas goresan atau apa lah. Setidaknya bukti lah yang membuat aku tuh, kayak bukan lagi berhalu."
"Ya, mungkin kamu lagi ngantuk atau capek."
"Enggak, Sofia! Badan aku serasa seger dan mata aku melek lebar nih. Aku tadi memang bener-bener dengar."
"Ya, udahlah. Kita jemur dulu handuk kamu. Mumpung mataharinya lagi mneyengat."
Sofia mengingatkan Aulia. Setelah menjemur di halaman belakang. Sejenak Aulia terdiam sambil memperhatikan keadaan belakang yang ditumbuhi banyak pepohonan.
"Lihat apa?"
"Aku cuman lihat-lihat aja. Tuh, ada jambu bangkok yang mateng. Kenapa enggak kamu ambil?"
"Siapa yang mau makan?"
"Ya, aku dong. Ini dibuat rujak juga enak.
Tanpa menunggu Sofia, Aulia sudah bergerak menuju pohon jambu. Dia langsung memanjat, dengan senyum yang ceria. Seolah melupakan apa yang baru saja dia alami.
"Ayo, naik sini!" ajak Aulia, tapi Sofia menolak. Dia hanya berdiri di ambang pintu belakang.
Aulia melihat buah jambu yang matang, langsung kalap. Dia berusaha untuk mengambil semuanya.
"Sof ... Sofia!"
"Apa?"
"Tolong dong ambilin, tas kresek."
"Oke, siap!" sahut Sofia.
Dari atas pohon jambu. Aulia terus memperhatikan temnanya itu. Namun, tiba-tiba dia seperti melihat sekelebat bayangan hitam yang tengah mengikuti Sofia.
"Si-siapa ... i-itu?"
Saat Aulia hendak melongok. Kaki kanannya menginjak dahan yang licin. Hingga membuat dirinya tergelincir.
Dan ....
"Aughhh!"
Bughhh!
Brakkk!
"Aduuuuhhh!"
Sofia yang mendengar teriakan Aulia, langsung berlari keluar.
"Auliaaa!"