MEREKAM VIDEO

1003 Kata
Sosok Sofia Hirang menjulurkan lidahnya yang penuh darah dan lendir nanah. Baunya pun hampir sama dengan yang pertama. Lalu terdengar tawa yang melengking, seolah mentertawakan ketakutan Sofia saat ini. "Kamu akan musnah!" "Kamu akan musnah!"  "Kamu akan musnah!" bisik Sofia, suaranya terdengar bergetar. Pandangan matanya pun nanar. Bagai tersadar, Sofia segera membaca ayat Qursy, yang melintas dalam benaknya. Bibir Sofia bergera-gerak, berusaha untuk melafalkan dengan benar. "Allahulaa--" Baru mengucap sepatah penggalan ayat Qursy, gadis itu merasakan tenggorokan yang panas. Hingga dia kesulitan untuk bernapas. Dadanya pun terasa sesak. "Allah--" Kembali Sofia mencoba untuk mengucapkan dengan sisa napas yang ada. Namun dia semakin merasa tercekik. Suhu tubuhnya seketika panas tinggi. "Kamu yang akan musnah ... qiqiqiqiiiiiii!" Di saat yang bersamaan. Pintu rumah terbuka perlahan. "Sof ... Sofiaaa!" teriak Eno melongok. Lalu, mulai menapakkan kaki ke dalam rumah. Sejenak Eno mengedarkan pandangan ke seluruh ruang. "Sofiaaa!" Gadis itu mengayunkan langkahnya menuju arah kamar Sofia. Dia terperanjat manakala melihat, Sofia yang sudah terduduk di lantai dengan lemas. Spontan Eno berlari mengahmpiri. "Ka-kamu kenapa?" Sofia masih mengatur napas yang tadi sulit untuk dilakukannya. Sembari mengusap leher yang masih terasa panas. "I-ini, kenapa leher kamu sampai merah hitam kek gini, Sof?" "Sa-sakit, En." Suara Sofia sangat lirih. Segera Eno mengangkat bawah ketiak Sofia. Berusaha mengajaknya ke atas kasur. "Tolong ambilkan mukena. Aku masih punya wudhu, En. Tolong tungguin ya!" "Iya, aku tungguin." Setelah menuntun Sofia ke ranjang. Eno pun mengambilkan mukena yang berada di atas meja. "Memangnya kamu tadi kenapa?" "Dia mencekik aku, Eno. Sepertinya Sofia Hirang ini marah kalau aku sholat atau baca doa." "Ja-jadi, dia tadi menampakkan diri?" "Iya. Eno. Sebelum kamu masuk. Kalau kamu tadi kada datang, mungkin aku sudah mati kehabisan napas." "Memangnya kamu baca doa apa?" "Ayat Qursy. Itu pun baru awalnya saja." Eno terdiam mendengar cerita  Sofia. Tangannya pun meraba tengkuk yang tiba-tiba merinding. Di saat Sofia sholat. Eno merasakan aura dalam kamar berubah mencekam. Dia bisa merasa banyak pasang mata yang tengah memandang dirinya. Lima menit berlalu. Eno melihat Sofia telah selesai, dengan pandangan yang tidak bisa digambarkan. "Kamu, baik-baik saja?"  "Entahlah, Sof. Aku merasanya kok sosok itu terus berkeliaran di sekitar kamar kamu ini. Apalagi aku dengar lagi pintu yang berderit. Sepertinya dari kamar orang tua kamu." "Abaikan saja, Eno. Mending kita di kamar aja sampai Paman datang. Kamu jadi tidur di sini?"   "Iya." Saat mereka asyik bicara. Ponsel Sofia berbunyi. Ting! Sebuah pesan masuk dari Alam, berupa gambar. "Siapa?" "Pacar aku kirim gambar, mungkin foto dia." "Lihat dong!" Segera Sofia membuka gambar yang ternyata foto dirinya. "Bukannya ini foto kamu?" Sofia tak langsung menjawab. Dia masih heran dengan foto itu. Dibawah foto terdapat caption dari Alam untuknya,  KAMU TERLIHAT CANTIK. APALAGI PAKAI GAUN ITU, SOFIA. "Apa yang dibilang pacar kamu memang benar Sofia. Di foto ini kamu memang kelihatan cantik sekali. Terlihat anggun dan feminim." Sofia menggeleng pelan. "Ta-tapi ini bukan aku, Eno. Ini bukan aku!" Sontak ucapan Sofia membuat gadis itu terperanjat. "Maksud ... kamu?" Mata mereka saling beradu. Sofia mengiyakan pemikiran yang ada dalam kepala Eno. "Iya, En. Kamu tahu apa yang aku maksud, 'kan?" "Ta-tahu," bisik Eno. "Sekarang aku harus jawab apa sama pacarku, En? Padahal itu bukanlah aku. Dan, ini enggak terjadi sekali dua kali saja. Sering." "Ta-tapi, coba kamu lihat foto ini dulu Sofia!" Mereka berdua memerhatikan dengan seksama.  "Tahu kada maksudnya?" tanya Eno serius. Kali ini Sofia menggeleng. "Aku belum paham. Coba kamu jelaskan En!" "Lihat posenya ini!" Kembali Sofia memerhatikan pose dirinya dalam foto tersebut. Deg! Jantungnya seketika berdebar-debar. "Bukannya ini pose aku pas lagi lemas? Aku 'kan duduk di depan pintu, En?" "Iya. Benar sekali. Akan tetapi dari pakaian yang dipakai ini, tidak sama dengan yang kamu pakai. Iya 'kan?" Sofia manggut-manggut, membenarkan apa yang diucapkan oleh Eno. "Bisa jadi pas dalam kondisi lemas, dia sempat memasuki dirimu. Pas kamu dalam kondisi yang tercekik tadi. Makanya dalam foto itu yang tampak kamu dalam pakaian dan raut wajah yang berbeda." "Haaahhh!" Sofia ternganga. "Ja-jadi--" Gadis itu seakan tidak bisa meneruskan kalimatnya. Tatap matanya tajam mengarah pada Eno. "Bilang sama aku! Apa yang ada dalam pikiran kamu sekarang?!" Sengaja Sofia menurunkan intonasi suaranya. "Di-dia ... ehhhh." Eno terlihat ragu saat ingin berkata. "Bilang saja Eno!" "Ehhh ... menurut pemikiran aku, dia inginkan raga kamu." Apa yang ada dalam pemikiran Eno, ternyata ada dalam pikirannya.  "Apa itu yang selama ini dia inginkan? Dia ingin ragaku, setelah penampakan dia terlihat sempurna menyerupai aku. Aku yakin hal ini, Eno." "Kalau begitu secepatnya kita harus pergi ke pulau Laut, Sofia. Sebelum semuanya terlambat." "Kamu benar. sekali lagi kamu benar Eno!" Spontan Sofia turun dari ranjang. "Kamu mau ke mana?" "Ikuti aku!" Sofia keluar kamar mneuju kamar orang tuanya. "Ke-kenapa kita ke sini?" "Dia berada di sini!" tegas Sofia tanpa takut. "Dari mana kamu tahu?" "Feeling aku mengatakan seperti itu." Kini keduanya berdiri di depan pintu kamar. Tanpa ada rasa takut, Sofia menarik handle pintu perlahan serta mendorongnya. "Sof ... aku takut nih," bisik Eno, berjalan di belakang Sofia. "Ikuti saja aku!"  Segera Sofia menekan saklar lampu. Seketika terang benderang seisi kamar. Tak terlihat ada keanehan sama sekali di dalam kamar ini. Pandangan Sofia tertuju pada cermin yang ada di meja rias.  Gadis itu mengayunkan langkahnya perlahan, menuju cermin itu. "Sof ... Sofia, sebaiknya kita tunggu Paman," bisik Eno, ketakutan. "Rekam sama video di HP, Eno! Tolong rekam jangan sampai lupa." "Maksud kamu apa?" "Rekam mulai dari sekarang!" Eno yang tidak mengerti maksud Sofia pun mengikuti keinginnanya. Dia mnegambil ponsel dan mulai merekam Sofia yang kini telah berdiri tepat di depan cermin. "Rekam terus, En! Terutama pantulan bayangan aku yang ada di cermin ini!" "Kenapa kada ambil cermin yang di depan?"  "Ikuti feeling aku saja." Manik mata Soifia terpusat pada satu titik. Yaitu melihat dirinya sendiri yang berada dalam cermin. Semua masih terlihat biasa saja. Tidak ada keanehan sama sekali. Sampai Eno menjerit lirih dengan menutup mulutnya.  "Hohhhh!" Tangan Eno sampai bergetar dan basah oleh keringat dingin. Dia berusaha memegang ponsel dengan kuat agar tidak terjatuh. Gadis itu melihat seperti ada yang baru saja melintas dalam videonya. _00_
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN