Kehidupan di kampus itu berbeda dengan waktu sekolah. Di kampus semua orang melakukan kegiatannya masing-masing, tidak ada yang bisa memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu. Seperti misalnya pada waktu sekolah, guru masih bisa memaksa muridnya untuk tidak membolos ketika pelajaran. Berbeda dengan kuliah, mau masuk kelas atau tidak itu sudah menjadi tanggungjawab mahasiswa.
Di kampus lebih bebas, tidak ada yang menegur jika tertidur atau melakukan apapun, kecuali sesuatu yang melanggar aturan.
Seperti biasa setelah selesai kuliah jam 2 siang, Samantha merasa sangat mengantuk. Memang kesehariannya selalu tidur siang jika di rumah, tidak terkecuali kebiasaannya itu terbawa hingga ke kampus. Samantha masuk ke dalam ruang sekretariat klub basket yang berada di lantai dua samping klub anak-anak fotografi. Samantha mengambil tas bola yang panjang biasanya berisi 5-7 bola sekaligus.
Setelah mengambilnya Samantha duduk di lantai depan ruang dosen, menaruh tas bola itu dan menjadikannya bantal untuk membaringkan kepalanya. Setelah itu mata Samantha sudah terlelap ke alam mimpi. Semua dosen dan mahasiswa seangkatan dan senior sudah mengetahui kebiasaan Samantha itu. Sudah tidak aneh lagi bagi mereka.
Bahkan para dosen hanya bisa menggeleng-geleng saja melihat kelakuan Samantha.
Samantha termasuk anak yang rajin, tidak pernah membolos. Padahal godaan membolos itu sangat banyak. Jadwal kuliah yang terlalu jauh jeda waktunya, dosen senior yang membosankan atau ajakan mahasiswa lain untuk membolos. Dengar-dengar, biasanya mereka menghabiskan waktu di tempat kos-an teman. Di sana mereka bisa asyik bermain musik, nonton film, ada juga yang pacaran di kos-an sampai mabuk-mabukan juga ada. Tapi sepengetahuan Samantha belum pernah menyaksikan langsung hal-hal negatif di depan matanya.
Samantha tidak terpengaruh dengan hal-hal semacam itu. Hidupnya terlalu fokus untuk menjadi atlet basket sedangkan kuliah hanya untuk menunjang karir basketnya.
Waktu hampir sore, sudah hampir dua jam Samantha tertidur pulas. Samantha merasakan sejak tadi seseorang datang dan duduk di dekatnya yang sedang tidur. Samantha tidak bisa membuka matanya penuh karena masih sangat mengantuk. Melihat bayangannya sekali dari belakang, laki-laki berambut panjang, tinggi dan di lengannya memakai gelang yang memenuhi lengannya.
Tak lama seorang dosen bernama Pak Ryan keluar dan bertanya pada mahasiswa yang duduk di sampingnya.
“Itu Samantha kan?” tanya dosen itu. Seseorang itu menoleh pada Samantha.
“Iya, Pak. Itu Samantha,”
“Kebiasaan, Samantha … Samantha,” sambung dosen itu lagi.
“Enggak apa-apa Pak, sekalian nunggu latihan basket,”
“Yauda, kamu jagain yah di sini,”
“Tenang Pak, enggak ada yang berani sama cewek yang satu ini, jagoan kampus hehe ….,”
“Iya juga sih, ya sudah saya ngajar dulu,”
Samantha mulai merasa terganggu dengan pembicaraan kedua orang di dekatnya itu. Mulai gelisah dan terbangun dari tidurnya. Tiba-tiba seseorang yang tadinya duduk di sampingnya itu segera beranjak menjauh entah kemana.
Samantha yang masih belum sepenuhnya sadar, sembari mengumpulkan 9 rohnya masuk ke dalam, menyandarkan diri pada dinding.
Dari penglihatannya, Samantha tidak pernah melihat orang itu sebelumnya, mungkin seorang senior.
Dor!
“Eh ngelamun lagi, apa baru bangun tidur yah?” ujar Bobby mendadak. Mengagetkan Samantha.
“Kampret lu, Bob, bikin kaget aja!”
“Maap … maap, abisnya lu doang di sini yang bisa tidur di mana-mana.”
“Yah … abis ogut ngantuk, mau gimana lagi,”
“Iya juga sih,”
“Yauda, ogut mau sholat ashar dulu, lu jagain nih bola, jangan sampe ketuker sama tuh perut, hehe,” sindir Samantha.
“Kampret lu, Sam. Gibeng juga nih! Padahal kan kamu berbeda yah sama bola,” sembari mencubit perut sendiri dengan kedua tangan.
Setelah selesai sholat dan sedang memakai sepatu basketnya. Samantha sudah mendengar peluit yang ditiupkan pelatih. Sesuatu membuatnya teralihkan karena sinar kilatan yang tertangkap netranya. Samantha melihat seseorang dengan kameranya berada di klub fotografi sedang membidiknya sejak tadi.
Samantha hanya penarasan dengan apa yang dilakukan orang itu, tetapi karena suara peluit itu semakin keras terdengar, dirinya tidak menggubrisnya lagi. Menuju lapangan basket dengan berlari untuk mempercepat ketinggalan dalam sesi pemanasan.