BAB 4

1213 Kata
“Ada apa?” tanya Anastasya yang ngeri melihat James melihatnya dengan tatapan murka.             Bukannya menjawab James malah melempar surat-surat yang dibuat Anastasya sebagai balasan kepada perusahaan lain yang ingin bekerja sama. Surat-surat itu dilempar tepat ke wajah Anastasya hingga Anastasya syok. Dia berdiri mematung. Dia tak pernah menyangka akan mendapatkan perlakuan sehina ini dari bosnya sendiri. Bos yang kemarin menawarkannya untuk pulang bersama.             “Apa yang kamu lakukan dengan berkas-berkas itu? kenapa kamu membalas dengan mengiyakan semua kerjasama tanpa bertanya denganku terlebih dahulu hah?!” mata biru gelap James seakan siap memangsa Anastasya.             “A-apa?” Anastasya bertanya tak mengerti.             “Baca sendiri!” titahnya dengan nada penuh amarah hingga menarik para karyawan yang mendengar kemarahan James. Mereka mengintip dibalik pintu yang terbuka seakan sengaja dibuka untuk mempermalukan Anastasya.             James membenamkan tangannya ke saku celananya. Dia mendekati Anastasya yang masih tidak mengerti dan berbisik di telinga Anastasya. “Kamu terlalu bodoh, Anastasya.” Setiap patah kata yang keluar dari kedua daun bibir James membuat Anastasya merinding.             James menutup pintu yang dikerubungi para karyawan dengan teramat keras hingga membuat orang-orang yang berada di dekat pintu terlonjak kaget.             “Aku tidak mengerti dengan perkataan Anda.” Anastasya masih belum paham karena merasa mengerjakan tugasnya dengan benar. Semua surat dan email dari perusahaan-perusahaan lain dibalas sesuai dengan instruksi James.             “Bodoh!” kata James lagi.             “Apa maksudmu? Ya, aku tahu kamu atasanku tapi apa pantas seorang atasan mengatai karyawannya ‘bodoh’?” Anastasya mulai merasa panas karena James sangat meremehkan dan merendahkannya.             James meraih salah satu surat yang tergeletak di lantai. Dia menunjukkan di depan wajah Anastasya dan menyuruh Anastasya untuk membacanya. “Baca.” Titah James.             Anastasya meraih surat itu dan membacanya.             “Bukankah aku menyuruhmu untuk menolak perusahaan itu kenapa kamu malah membalasnya dengan menerima tawaran kerjasama?!”             Anastasya menggeleng. Bahkan dia lupa apakah dia menerima atau menolak perusahaan yang sesuai dengan instruksi James karena surat-surat yang dibalasnya banyak sekali.             “Aku bisa membuatnya surat ini lagi, James—“ Anastasya ternganga karena dia menyebut nama bosnya dengan namanya sendiri. “Maksudku, Pak.” Dia menggigit bibir bawahnya.             “Apakah menurutmu itu bisa merubah kekesalanku padamu?”             “Aku tidak tahu, tapi aku akan bedagang kalau memang aku sudah melakukan tugas dengan keteledoran. Aku minta ma’af.” Anastasya menunduk sedih dan mengumpati dirinya sendiri.             “Sayangnya, aku tidak bisa mema’afkanmu, Tasya.”             Anastasya mendongak saat nama panggilannya waktu kecil oleh ayahnya disebut. Dia menatap mata biru gelap James. “Kenapa kamu menyebut namaku dengan Tasya? Kenapa tidak Ana?”             James melipat kedua tangannya di atas d**a. “Kenapa kamu menyuruhku?” pertanyaan James seakan mengatakan kalau Anastasya tidak berhak menyuruh James.             Anastasya tidak ingin memperpanjang masalah dengan James. “Aku akan mengetik ulang surat balasannya.”             “Tidak boleh.” James menatap tajam Anastasya.             “Kenapa tidak? Surat-surat ini belum dikirim ke alamat perusahaan yang mengajak perusahaan kita bekerja sama kan?”             “Aku tidak bisa mema’afkan kesalahan sekecil apa pun.”             Tatapan dingin, tajam sekaligus sinis dari kedua bola mata biru gelap James berhasil membuat Anastasya merasa kerdil, kecil dan tak berarti.             Dia menarik napas perlahan dan mendongak menahan air yang menggenang di kelopak matanya. Kehilangan pekerjaan bukanlah hal yang menyedihkan tapi dia sudah melakukan interview ratusan kali sampai diterima di perusahaan besar yang dimiliki James. Perjuangannya mencari pekerjaan tidaklah mudah setelah resign dari kantor lamanya.             Anastasya tidak memiliki cita-cita yang tinggi seperti teman-teman sekolah dan kuliahnya yang bercita-cita menjadi seorang pengusaha, dokter, CEO, wanita karir yang hebat dengan berbagai macam penghargaan. Tidak, sungguh. Anastasya hanya ingin hidup sederhana. Bekerja setiap hari dan mendapatkan gaji untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kekayaan orang tuanya disita Bank termasuk rumah mewah mereka dulu semasa kecil.             Tapi kalau dia memang harus dipecat dan kehilangan pekerjaannya sebagai asisten James, Anastasya pasrah.             “Terima kasih atas semuanya, Pak. Saya akan keluar hari ini juga.” Anastasya tidak berani memandang James.             “Kenapa kamu keluar?” tanya James membuat Anastasya mendongak menatap wajah James.             “Bukannya saya dipecat?”             “Siapa yang memecatmu?”             “Jadi, saya tidak dipecat?”             James membuang napas lelah.             “Tidak, tapi ada ganti rugi yang harus kamu bayar.”             Anastasya membeku mendengar kata ‘ganti rugi’ padahal surat-surat balasan itu saja belum sampai di tangan perusahaan lain.             Dan pikiran-pikiran negatif Anastasya berhamburan. ***             Anastasya melahap roti lapisnya saat keluar dari pintu ruangannya sekaligus ruangan James. Samantha memburunya seperti melihat kucing yang baru saja mencuri ikannya. “Apa yang dia katakan?” desak Samantha mengikuti Anastasya yang berjalan menuju kantin.             “Dia siapa?” tanya Anastasya dengan mulut penuh dengan roti dimarahi James membuatnya sangat lapar.             “James, siapa lagi?” Samantha tampak kesal pada ekspresi Anastasya.             “Oh,” Anastasya mengangguk. Dia melihat tiga karyawan wanita membututinya. Entah membututi dirinya atau Samantha yang jelas mereka tampak ingin tahu.             “Apa kamu dipecat?” tanya wanita bermake up ala barbie di belakangnya.             Anastasya selalu merasa takut melihat wanita ini. Bibirnya penuh dan bukannya tampak cantik dengan wajah dan make up ala barbienya yang ada malah kengerian. Anastasya bahkan heran kenapa para wanita terobsesi dengan boneka barbie sedangkan dia sejak kecil pun tak menyukai boneka bertubuh super langsing itu.             “Tidak.” jawab Anastasya tak ingin mengambil pusing akan ketiga wanita yang membututinya itu.             “Terus kenapa James memarahimu?” tanya wanita yang memiliki wajah mirip aktris sensasional Hollywood.             “Aku melakukan kesalahan.” Anastasya menggigit roti lapis terakhirnya.             “Kesalahan apa?” tanya wanita ketiga bertubuh mungil dengan kemeja yang sedikit terbuka di bagian dadanya.             “Kenapa kalian mengikutiku sih?” Samantha marah pada ketiga wanita di belakangnya.             “Kami tidak mengikutimu, Sam, kami mengikuti Ana.” Wanita bermake up ala barbie itu menjawab.             “Betul.” Wanita bertubuh mungil menambahkan.             “Untuk apa kalian mengikutiku?” tanya Ana tidak nyaman dengan tiga wanita yang tiba-tiba mengenalnya.             “James marah padamu kan dan itu pasti karena sebuah kesalahan yang kamu perbuat dan kami ingin tahu kesalahan apa yang kamu lakukan.” Wanita dengan kemeja berbelahan rendah berkata.             “James itu seorang pria yang perfectionis.” Wanita bertubuh mungil menimpali.             “Dan dia tidak akan mema’afkan kesalahan sekecil apa pun.” Wanita bermake up ala barbie menambahkan.             “James tidak memecatku.”                                 “Oh ya?” mereka bertiga berkata secara bersamaan.             “Lebih baik kalian tidak usah mengikutiku. Aku sangat lapar dan kalian menambah kadar kelaparanku hari ini. Pergilah sebelum aku memakan kalian. Husssss...!” Anastasya mengusir ketiga wanita itu seakan mengusir ayam.             Mereka bertiga pergi dengan wajah tidak puas karena Anastasya yang menurut mereka adalah saingan mereka tidak dipecat.             Sam dan Anastasya duduk berhadapan di meja kantin. Anastasya hendak melahap grilled chicken ketika ponselnya berdering.             “Bawakan aku grilled chicken ke ruanganku sekarang.”             Lalu telepon dimatikan secara sepihak.             Anastasya menatap layar ponselnya dengan amarah tertahan.             “Siapa?” tanya Samantha.             “James.” Sahutnya dengan nada ketus.             “Apa katanya?”             “Dia meminta aku membawa grilled chicken ke ruangannya.”             “Cepat sana bawa sebelum James marah lagi.”             Anastasya menatap Samantha tanpa menjawab. Tidak ada yang tahu ‘ganti rugi’ yang diminta James pada Anastasya. Ya, James meminta Anastasya ikut makan malam bersama besok malam di rumahnya dengan adiknya—Suzanne. Ini aneh! James seolah memanfaatkan keteledoran Anastasya dengan meminta Anastasya ikut makan malam bersamanya dengan Suzanne.             “Hei!” Sam melambaikan tangannya di depan Anastasya. “Cepat sana bawa makananmu saja biar tidak terlalu lama.” Kata Sam yang melihat grilled chicken utuh di atas piring Anastasya.             Tanpa menjawab Anastasya membawa piringnya ke dalam ruangan James dengan segelas air minum.             “Silakan dimakan, Pak. masih hangat kok.” Kata Anastasya setelah mendaratkan piring berisi grilled chicken miliknya dan segelas air minum.             “Ya, terima kasih.”                                             “Ada lagi?” tanya Anastasya dengan nada dingin karena dia sangat lapar tapi makananya terpaksa harus diberikan pada atasannya yang congkak itu.             “Ya,” sahut James tanpa melihat Anastasya.             “Apa?”             “Reslettingmu terbuka.” Kata James berpura-pura  fokus pada makanannya.             “Hah?” Anastasya menunduk melihat reslettingnya yang terbuka.             Astaga! ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN