Malam di apartemen Ryan terasa damai semu. Dari luar, kota Semarang tampak berkilauan dengan lampu-lampu jalanan, seakan tidak ada sesuatu yang jahat sedang merambat dari kegelapan. Namun di dalam kamar, keheningan pecah oleh jeritan tertahan Ryan. Tubuhnya tiba-tiba menegang, seperti diguncang arus listrik. Wajahnya memucat, urat-urat leher menonjol, napasnya tersengal. “Mas… Mas Ryan!” Nu terlonjak, terkejut setengah mati melihat tubuh kekasihnya kejang. Ryan menggeliat di ranjang, memegangi dadanya. Matanya merah berair, seolah terbakar dari dalam. Suara parau keluar dari bibirnya, “…Ro… sa… rio…” Nu yang panik menoleh cepat. Di meja samping tempat tidur, rosario Ryan tergeletak, nyaris jatuh. Dengan tangan gemetar, Nu meraih benda itu dan segera mengalungkannya ke leher Ryan. Begit

