Empat

1586 Kata
Ketika keluarga Hilidris telah menyediakan teknologi yang namanya bel untuk memudahkan siapapun bertamu hanya dengan memencet tombol, lain hal nya dengan mereka yang berteriak dengan suara yang keras agar di bukakan pintu ditambah suara gitar dan tawa menggelegar sampai membuat beberapa tetangga menoleh dari atas balkon. “Aduh anak – anak kesayangan tante!” Keluarlah wanita paruh baya yang menganakan pakaian wajar untuk di rumah, tetapi raut wajahnya masih terlihat sangat muda sampai Meza bisa menyimpulkan bahwa Rita—Ibu Azriel—pasti termasuk dalam ibu – ibu yang hobi ke salon. Tetapi bukan itu yang dari tadi membuat Meza terpukau, tetapi bagaimana beliau menyambut teman – teman Azriel dengan kegembiraan dan senyum nya yang lebar. Dan keempat laki – laki itu yang membalasnya dengan pelukan juga. How cute they are. Karena bingung dengan apa yang harus dilakukan, Meza hanya tersenyum sambil memperhatikan. Sampai akhirnya Tante Rita menyadari kehadirann Meza dan sesi berpelukan mereka selesai. “Wah ada anak baru nih.” kemudian ia menghampiri Meza dan merangkulnya. “Kamu namanya siapa?” Meza tersenyum canggung. “Meza, Tante.” “Jiel, kamu kok belom pernah ngenalin pacar baru kamu ini?” ujarnya sambil melempar senyum meledek. “Ayolah, Bu...” Azriel pun mengacak – acak rambutnya. “Ini temen baru kita. Bukan pacar baru Jiel.” Rita mengangguk mengerti masih dengan senyum nakalnya. Baru bertemu beberapa menit saja, Meza merasa bahwa Rita adalah ibu yang pasti memiliki hubungan yang dekat dengan anak – anaknya, ditambah teman – teman Azriel. Dan termasuk ibu – ibu gaul juga. Kemudian, Rita menggiring masuk kami. Tetapi bukan seperti tamu pada biasanya yang diperkenankan duduk di ruang tamu dan menunggu disuguhi hidangan, seiring Rita kembali masuk ke kamarnya, mereka sudah berhamburan entah kemana. “Anggep aja rumah sendiri, Mez.” ujar Juan yang sudah mengeluarkan minuman soda kaleng dari kulkas. Meza membalasnya dengan senyum simpul. Ketika Meza sibuk memperhatikan pajangan dan foto – foto yang ditempel di dinding maupun di letakan di atas meja, tiba – tiba terdengar suara kardus – kardus berjatuhan. Meza langsung berjalan ke tengah rumah, dimana Meza bisa melihat Karel yang tiduran di sofa dengan asik mendengarkan lagu di pengeras suara, Juan yang repot mengeluarkan makanan dan minuman yang ada di kulkas, Aldi yang menghilang entah kemana, dan Azriel yang sedang mengangkat kembali kardus – kardus yang jatuh tadi. “Aldiii!” panggil Azriel. “Mandi dia, Zriel.” teriak Karel berusaha mengalahkan kekuatan suara lagu yang diputarnya. “Samyang dimana sih?’ tanya Azriel. Juan berjalan ke depan kamar mandi dan berteriak. “Mi ayang lu taro dimana, Al?” “Samping kulkas, oon!” jawab Aldi dengan suaranya yang menggema karena dinding kamar mandi. Setelah mendengar jawaban itu, Meza yang jaraknya lebih dekat dengan Azriel pun menghampirinya. “Samping kulkas katanya, Zriel.” Dan akhirnya Azriel menemukan mie pedas kesukaan nya itu. Meza sempat menyinggung dan bertanya kepada Azriel mengapa letak barang di rumahnya saja ia harus bertanya dengan yang lain, dan Azriel hanya membalasnya dengan senyuman ya-begitu. Akhirnya, Meza memutuskan untuk membantu Azriel memasak untuk dirinya dan teman – teman. “Masakan datang, tuan – tuan.” ujar Meza yang membawa piring – piring itu di atas nampan. Lalu Juan mengambil kamera dan meletakan nya di atas tripod sehingga membuat Meza kebingungan. “Lah mau ngapain, Ju?” Aldi sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk. “Ini salah satu kebiasaan kita, Mez. Merekam kejadian di saat kita lagi bareng kayak gini, melakukan hal gabut sekalipun.” Meza menyipitkan matanya. “Kalian youtuber?” “Enggak.” Azriel tersenyum. “Kita suka ngebuat video, ngedit, tapi untuk kita tonton bareng – bareng aja. Hiburan kalo enggak ada kerjaan.” “Supaya kita enggak ada yang macem – macem juga. Rahasia satu sama lain udah kayak hal umum bagi kita.” tambah Juan. Baru kali ini, Meza merasa berada di tempat persahabatan itu benar – benar ada. Kedekatan diantara mereka bukan lagi hanya sekedar ‘gue ada buat lo, lo juga harus ada buat gue’, tetapi memang seutuhnya saling mengisi satu sama lain. Mungkin jika tidak memikirkan kegengsian nya yang tinggi, Meza sudah menitikan air mata karena terharu. “Jadi sekarang kita bersama teman baru yang pertama kali masuk video ini. Welcome, Meza! Jadi untuk saat ini, guest starnya Meza, dan kita akan mengobrol seputar hal – hal tentang dirinya.” Jadi, Juan sudah memulai video ini dari beberapa menit yang lalu. Dan Juan, sebagai pembuat konsep dari setiap video, merencanakan untuk saat ini mereka akan saling bercerita dan mengobrol sembari menghabiskan mie pedas nya tanpa minum. "Eh Mez, gak ada yang lo mau ceritain gitu ke kita?" tawar Aldi dengan lidah yang menjulur – julur kepedasan. "Ceritain tentang hal-hal yang lo suka dan benci gitu misalnya." tambah Juan dengan mukanya yang memerah. Dengan mata yang berlinang air karena tidak kuat, Meza pun menjawab. "Gue sangat amat suka kotak musik. Dan gue benci banget sama pisang." Di saat Aldi, Azriel, dan Karel tersedak karena jawaban Meza sehingga membuat mereka memegang leher masing – masing karena merasa panas, Juan tertawa tebahak – bahak. Dan Meza hanya bisa memutar kedua bola matanya jengkel. "Yakin kalo lo gak suka pisang?" Azriel tersenyum dengan menahan tawa. Di susul Juan yang menepuk – nepuk bahu Aldi. Meza berkacak pinggang. "Oh ayolah pikiran lo pada jangan ngeres gitu. Mau gue sapu?" "Emang nya kenapa gak suka? Pisang enak loh." lagi - lagi Aldi kembali membahas dengan lagak pembeli yang memberikan testimony  atas kepuasan nya pada suatu produk. Kesal, Meza memejamkan kedua matanya dan menghela nafas. "Liat bentuk nya aja jijik. Rasanya juga gak enak." "Kalo ngerasain pisang yang beda bakalan enak, Mez." Juan langsung mengangkat dua tangan nya minta ampun. “I mean, pisang raja tuh rasanya manis.”  “Wajar sih lo enggak suka pisang. Lo kan bukan minion.” lalu serentak mereka berempat menyanyikan lagu ba nana yang ada di film Despicable Me. Ruang tamu milik Azriel dipenuhi gelak tawa dari mereka, kecuali Meza yang merengek agar mereka berhenti membahas soal pisang. "Berhubungan dengan kotak musik, gue jadi inget pas Azriel rela - relain nerjang derasnya hujan cuma buat kasih hadiah kotak musik yang dipengenin banget sama mantan nya tuh." Aldi menyikut Azriel. “Bucin.” ledek Karel dengan satu genjrengan gitar nya. Diingatkan dengan masa lalu, dan betapa bucin dirinya, Azriel menekuk wajah nya. "Ah udahlah jangan diingetin lagi. Itu terlalu malu – maluin anjir." "s**t man, lo bilang Azriel  bucin? Lo aja dulu pernah masuk ruang kepsek gara - gara nembak senior pas upacara bendera." timpal Juan mengusap dagu nya dan menggelengkan kepala. Membahas tentang ‘bucin’ a.k.a b***k cinta, a.k.a andovi da lopez (oh sorry man I’m just kidding), gue setuju dengan pernyataan bahwa cinta itu buta. Karena setiap orang yang udah jatuh cinta, itu kayak dipelet sama pasangan nya. Nempel terus kayak upil di seragam anak SD. Aldi yang duluan menghabiskan mie itu pun akhirnya bisa minum dan meluruskan kaki dengan santai. “Ngomong – ngomong, mantan lo apa kabar, Mez?” “Siapa?” tanya Meza bingung. “Itu si Andi.” timpal Karel asal. Kerutan di dahi Meza makin terlihat jelas. “Andi?” Juan meletakan piringnya yang telah bersih di atas piring Aldi. “Ya mana kita tau mantan lo siapa.” Meza tertawa kecil dengan dipaksakan. “I don’t know where he is. Kita putus karena salah paham. And damn daniel, seminggu kemudian dia pindah sekolah keluar kota.” “Gue bisa ngeramal pasti lo mau nambahin, ‘padahal kita belum sempet ketemu berdua untuk ngomongin baik – baik dan meluruskan semuanya’, right?” tambah Azriel memperjelas dan membuat Meza mengangguk. “Namanya juga hidup, Mez. Allah emang suka menguji kesabaran para hamba-Nya. Begitupun Juan yang putusnya lebih menyedihkan daripada lo, Mez.” ujar Aldi yang menepuk bahu Juan beberapa kali. “Gue enggak ngerti sama cewe. Asli dah. Sampai ‘enggak pernah serius’, ‘terlalu baik’, dan ‘aku enggak cocok sama kamu’ aja bisa dijadiin alesan putus.  Padahal mah minta diajak jalan naik Lamborghini warna ungu sambil dengerin lagu Younglex – O Aja Ya Kan dan berlibur di Maldives tanpa promo dari Traveloka.” Dan Meza lah yang paling terbahak – bahak dari lawakan Juan barusan. Entahlah, memang selera humor Meza yang terlalu receh. Tapi bagaimana Juan berekspresi dan menggabungkan kata demi kata yang membuat Meza selalu merasa terhibur. Neng Neng Nong Neng! Tidak lama kemudian, seorang anak perempuan memakai seragam batik dari sekolah lain masuk ke dalam rumah. Meza memperhatikan perempuan yang entah mengapa wajahnya seperti pernah Meza lihat sebelumnya, tetapi ia tidak bisa mengingat dimana. Perempuan itu masuk masih menggunakan sepatu dan berlari hingga memeluk Azriel. "Ibu mana, Jiel?" Setelah mengusap dan mencium puncak kepalanya, Azriel melepas pelukan. "Ada di kamar lagi nonton gossip palingan.” "Eh Thal, kenalin nih." kata Aldi yang tiba – tiba menarik tangan Meza—seperti biasanya—dan mengulurkan telapak tangan kanan nya ke depan Thalia. “Namanya Meza.” Setelah menoleh dan memperhatikan Meza dari atas sampai bawah, Thalia pun juga mengulurkan tangan kanan nya dan menjabat tangan Meza. "Thalia, kakaknya Azriel." "Dia cewenya siapa?" tanya Thalia berbisik kepada Juan di sampingnya. "Temen baru kita, Thal." jawab Juan. Ketika Thalia selesai berceloteh tentang mereka yang harus mencuci piring sendiri dikarenakan mbak yang biasa membantu keluarga Hilidris baru saja kabur, ia langsung naik tangga untuk ke kamanya di lantai atas. Tadinya Meza sudah takut tentang apa yang melatarbelakangi sang mbak yang kabur, tetapi ketika Azriel menambahkan bahwa ia memergoki si mbak mencekoki kelinci – kelinci nya dengan sabun cuci piring, malamnya mbak itu pergi dengan membawa para kelinci. “Mungkin dia ingin bereksprimen, Zriel.” Juan masih tidak bisa membayangkan. “Kayak snapgram nya mezaniasalsabilah.” “Nah!” Azriel seperti ingat akan sesuatu. “Gue tuh mau nanya, Mez. Nama lo itu siapa sih?” Aldi menatap Azriel dengan jengkel. “Mezania Salsabila. Ya kan?” “Terus kenapa username i********: lo mezaniasalsabilah? Which is ada huruf h di belakang nya yang ngebuat siapapun yang enggak tau nama lo jadi mendramatisir pas nyebutnya.” “Mezania Salsabila Hadiredjo.” jawab Meza mempejelas. “Hadiredjo?” Karel yang dari tadi hanya menyimak dan bersandar pada sofa punakhirnya buka suara. “Kayak nama siapa ya…” Meza terdiam tanpa berkedip. Bahkan ia bingung dengan apa yang harus ia jawab. Hadiredjo tentu saja nama keluarga, dan siapapun yang memiliki nama yang sama mempunyai peluang besar masih berada dalam satu keluarga, kecuali yang hanya kebetulan dari keluarga berbeda dengan nama yang sama. "Woi! Ini kaki gue nyelip di kolong sofa! Gimana keluarin nya?!?!" teriakan histeris Juan 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN