Tiga

1217 Kata
Hari ini Meza bangun telat setengah jam dari biasanya. Jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh jadi sebangun dari tidurnya, ia harus mandi secepat mungkin dan bersiap siap. Tetapi Meza lupa bahwa dirinya tinggal di kota Jakarta, which is terkenal dengan kemacetan nya. Azriel H: Al sini bawah tangga Alvaro Renaldi: Meza belom dateng nih Alvaro Renaldi: Lo nggak masuk, Mez? Triple J: Kenapa Meza? Sempat memutuskan untuk tidak masuk sekolah dan bisa kembali tidur, namun pesan dari Aldi menghentikan niatnya. Alvaro Renaldi: Woi masuk Mez, ambil nilai seni budaya Untungnya Tuhan tidak memberikan Meza peran sebagai orang yang egois karena jika ia tidak masuk, kelompok nya tidak bisa ambil nilai seni budaya karena tuntutan dari guru untuk hadir semua. Mezania: Gue dateng tapi telat Sekarang sudah segala hal dipermudah karena adanya kendaraan online, Meza langsung memesan salah satu diantaranya dan dalam lima menit, ia sudah bisa berangkat dari rumah. Di perjalanan, pagi itu sudah lumayan panas dan Meza masih terus memikirkan jawaban apa yang akan ia berikan kepada satpam untuk diperbolehkan masuk. “Pak ngebut aja ya soalnya saya udah telat.” ujar Meza sambil beberapa kali melihat jam di tangan nya. Beruntungnya, Meza dianugerahi bapak pengendara yang memiliki keahlian mengebut tetapi tetap aman. Dan dalam setengah jam, ia sudah sampai di depan gang samping gerbang sekolah. Meza sengaja minta turun agak jauh dari gerbang sekolah agar diperbolehkan masuk. Tetapi saat Meza turun, ia mendengar ada suara – suara yang memanggilnya. Meza menoleh perlahan, sampai ia bisa melihat bahwa di warung dekat situ ada tiga orang kakak kelas nya yang sedang duduk dengan asap – asap yang menemani. Mezania: Al, gue takut Meza tidak tahu apa yang harus ia lakukan selain mengirim pesan kepada Aldi. Ia takut, tetapi jalan satu – satunya untuk masuk ke gerbang sekolah harus melewati warung itu. Mengingat di film – film bahwa Meza harus berusaha tidak terlihat takut agar tidak diperlakukan macam – macam oleh kakak kelas nya itu, akhirnya Meza mengumpulkan keberanian nya. Dengan satu hembusan nafas berat, Meza melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah. Tepat ketika di depan warung itu, Meza berusaha tetap memandang lurus ke arah jalan. Dan ia pun menambah kecepatan langkahnya agar cepat sampai ke depan gerbang sekolah. “Eh anak kelas sepuluh.” Ketika Meza hendak berlari, tiba – tiba langkahnya terhenti ketika ada seseorang yang sudah berdiri di depan nya. Meza mendongak, tetapi langsung kembali menunduk karena wajah kakak kelas itu terlalu dekat. Dan ketika Meza mundur, di belakang juga sudah ada yang menutup jalan nya. “Jangan berani teriak minta tolong.” ancam salah satu diantaranya. “Gue enggak punya salah apa – apa, Kak.” ujar Meza  berusaha membela dirinya. Dua kakak kelas yang mencegat Meza tertawa – tawa. Sementara satu lagi di warung itu hanya memperhatikan dari jauh sambil memakan cemilan di tangan nya. Salah satunya manggut – manggut. “Oh ini orangnya. Cantik sih, pantesan diincer.” “Ada yang mau kenalan sama lo.” ujar yang satunya. Meza masih mencoba memberontak, tetapi pergelangan tangan nya dicengkram dengan kuat oleh kedua nya. “Lo berdua berani maju selangkah lagi, leher lo gue patahin.” Di sana sudah ada Karel yang berdiri dengan seragam berantakan nya di pagi hari. Karena dua kakak kelas itu teralih perhatian nya oleh Karel, Meza langsung belari sekuat tenaga dan berlindung di belakang Karel. Meza memegang tangan Karel erat – erat. “Rel, gue takut.” “Lo enggak bakal kenapa – kenapa. Sana masuk.” jawab Karel masih memperhatikan kedua lawan nya lekat – lekat. Meza langsung menggeleng. “Enggak mau. Nanti lo yang kenapa – kenapa.” “Mez!” Teriakan Aldi membuat Meza menoleh. Dan di sana Aldi berdiri, yang masih membawa gitar dengan sticker lusuh persis punya Karel, yang ditemani Pak Ramli selaku guru BK di belakang nya yang membawa penggaris kayu panjang. Kedua kakak kelas yang tadi mengganggu Meza pun belari bersama satu teman nya yang sedang makan di warung tadi. Pak Ramli menepuk pundak Meza dan Karel. “Kalian masuk.” Aldi, Karel, dan Meza berjalan memasuki gerbang. Meza masih dengan keringat yang bercucuran dari dahi nya, dan degup jantung yang cepat karena ketakutan. “Kok ada Pak Ramli sih, Al? Gue belom nonjok mereka.” tukas Karel sambil memasukan seragam nya ke dalam celana karena baru saja di tegur oleh guru. “Gue tuh kemarin enggak sengaja denger gossip anak cewe kelas sebelah. Terus kan tadi Meza LINE gue, gue langsung izin keluar kelas dan panggil Pak Ramli.” Aldi menyengir. “Ya gue berantem sih bisa, tapi kan enggak jamin menang.” Mereka berjalan kembali ke kelas. Sementara Meza masih membayangkan bagaimana yang akan terjadi pada dirinya bila tidak ada Karel dan Aldi. Meza kembali merasakan ketidakamanan dirinya berada di luar rumah sendiri. “Nanti kalo udah kelar, kasih ke gue ya.” ucap Karel ketika sudah berada di depan kelas Aldi dan Meza. Melihat Karel yang bukan nya berjalan ke kelas nya di arah kiri justru ke arah kanan, Aldi pun bertanya. “Lo mau kemana, Rel?” “Biasa.” jawabnya sambil berlalu. Meza menatap Aldi. “Karel mau kemana? Ngerokok ya?” “Emang boleh ngerokok di ruang musik?” tanya Aldi menautkan satu alisnya. “Dia keliatan nakal karena suka berantem aja.” ~*~ “Rel, tadi lo dicariin Bu Erna.” Karel yang sedang memakan kentang goreng hanya mengangguk dan kembali mengoleskan mayonnaise ke kentang goreng ke sekian nya. Bagi Karel, hal tentang ‘Rel, lo dicariin Bu blabla’ bukanlah masalah serius untuknya, karena itu sudah sangat sering dialaminya. Ia pun hanya tinggal menunggu panggilan dan menjelaskan ada dimana dia saat itu dan apa yang sedang ia lakukan. Hari ini, mereka memutuskan untuk makan di kantin karena Karel hari ini sudah duduk duluan di kantin. Meskipun Meza lebih suka tempat di bawah tangga seperti biasanya, tetapi ia harus mengkuti di mana teman – teman nya berada, agar tidak terjadi hal – hal yang tidak diinginkan seperti tadi. “Ju, Zriel, tadi Meza digodain anak tongkrongan.” kata Aldi sambil menggulung mie nya dengan garpu. Juan kaget dan menatap Meza. “Lo enggak di apa – apain kan, Mez?” “Mereka ngomong apa ke lo, Mez?” tanya Azriel setelah menyeruput es the manis nya. “I’m fine, Ju.” dan Meza mengernyitkan dahi nya. “Salah satunya bilang, ada yang mau kenalan.” Aldi yang sedang meminum soda dingin pun tersedak. Juan yang sudah membuka mulutnya untuk menyantap sosis kembali menutupnya. Azriel yang sedang mengunyah bakso langsung berusaha menelan nya. Dan Karel biasa saja. “Eh ada yang mau kenalan sama lo.” Mendengar nya, keempat laki – laki itu langsung menatap belakang Meza dengan menyipitkan matanya. Sedangkan Meza yang membelakangi orang itu perlahan memutarbalikan tubuh nya. Meza terdiam melihat siapa yang telah menepuk bahu nya. Sedangkan orang itu juga beberapa detik terdiam, kemudian berbicara. “Nih dia.” lalu pergi dan kembali duduk di meja kantin yang berada di tengah, tempat mereka duduk di hari pertama. “May I?” ucapnya menjulurkan tangan. Bingung dengan apa yang harus ia lakukan, Meza menoleh ke arah teman – teman nya. Namun sia – sia, tidak ada yang merespon. Atau mungkin Meza merasa bahwa mereka tidak mengerti apa maksud Meza. Kemudian Meza merasakan ada tangan yang merangkul bahu nya. “Sorry nih, udah punya pacar dia.” tukas Aldi yang menatapnya sinis. Lalu dengan penuh percaya dirinya, ia melipat kedua tangan nya. “Ya lo boleh deh jadi pacarnya sekarang. Tapi liat nanti.” kemudian orang itu kembali duduk di tengah sekumpulan laki – laki yang tiga diantaranya Meza jumpai tadi pagi. “Mereka siapa?” tanya Meza dengan suara sepelan mungkin sembari menyuap nasi masuk ke dalam mulutnya. Semuanya terdiam, tetapi mereka memusatkan pandangan kepada Karel yang bahkan menghiraukan dan terlihat tidak ingin membahas topic itu dengan berofokus ke layar ponselnya. Namun karena tidak suka keheningan teman – teman nya itu, Karel menghembuskan nafas nya dan meletakan ponsel di atas meja. Ia melirik Meza dengan tatapan dingin nya. “Ya pokoknya … lo jangan sampe punya hubungan sama salah satu dari mereka.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN