Part 1 - Mama Sakit
"Mama!" panggil seorang gadis kecil berumur sekitar sembilan tahun itu dengan nada yang ceria ketika melihat Mamanya pulang kerumah. Ia pun berlari memeluk kaki Mamanya.
"Apa-apaan sih kamu! Gak usah peluk-peluk saya! Dasar anak pembawa s**l!" ucap wanita itu pada gadis kecil itu. Bahkan ia menghempaskan tubuh mungil itu hingga terduduk di lantai.
"Jangan pernah sentuh saya lagi! Jauhkan tangan kamu dari saya! Bisa-bisa saya kena s**l terus gara-gara deket kamu!" ucap wanita itu lagi dengan suara seperti membentak. Gadis kecil itu pun menunduk takut. Ia pun menangis karna mendapat bentakan dari Mamanya.
"Gak usah jadi anak cengeng! Gitu doang nangis!" Ratna, nama wanita itu. Ia pun berjongkok di depan Riana, putrinya. Ia mencengkram pipi mungil Riana hingga gadis itu mendongak menatap Mamanya. Ia masih terus menangis karna ketakutan.
"Riana! Dengerin saya! Jika kamu terus menangis, saya akan buang kamu ke jalanan! Mau kamu?!" Riana pun menggelengkan kepalanya. Ia pun berusaha sebisa mungkin untuk menghentikan tangisnya.
"Jangan Ma, Riana gak mau pisah sama Mama. Riana mau sama Mama aja." ucap Riana dengan lirih.
"Makannya jadi anak jangan cengeng! Saya paling gak suka liat anak nangis! Karna mereka selalu berisik!" ucap Ratna sambil melepaskan cengkraman tangannya yang ada di pipi Riana dengan kasar. Ratna pun berdiri dan pergi dari sana. Baru dua langkah ia berjalan, Ratna pun menghentikan langkahnya dan menghadap ke Riana.
"Satu hal lagi, jangan ganggu saya! Saya capek, ingin istirahat." setelah mengucapkan itu, Ratna pun pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya terlebih dahulu. Setelah itu ia pun pergi ke kamarnya untuk istirahat.
Riana pun bangkit dari duduknya, ia ingin sekali Mamanya membalas pelukannya. Walaupun itu hanya sekali saja, sudah cukup baginya. Mendengar ucapan Mamanya membuat Riana berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak mudah menangis. Riana pun memilih pergi ke kamarnya untuk istirahat. Hari sudah larut malam, tapi gadis itu berusaha menahan rasa kantuknya demi menunggu Mamanya pulang bekerja.
Riana merebahkan dirinya di kasurnya. Ia sangat amat bersyukur masih bisa tinggal bersama Mamanya. Hanya satu yang ia takuti, ia takut berpisah dengan Mamanya. Ia selalu takut mendengar ancaman Mamanya yang ingin membuangnya ke jalanan.
Riana yakin, walaupun Mamanya terlihat jahat, tapi menurutnya Mamanya adalah Mama terbaik di dunia ini. Riana percaya, Mamanya begitu karna ia menyayangi dirinya. Karna sudah sangat mengantuk, Riana pun mulai tertidur dengan pulas.
Karna merasa sangat haus, Riana pun bangun dari tidurnya. Ia melihat jam yang ada di dinding kamarnya yang menunjukkan pukul 3 pagi. Riana pun pergi ke dapur untuk minum.
Ketika melewati kamar Mamanya, Riana mendengar suara mengigau. Riana pun langsung masuk ke kamar Mamanya. Dengan langkah pelan, Riana pun mendekati ranjang Mamanya.
"Jangan... Jangan... ampun..."
"Tolong... tolong jangan sakiti saya..."
"Jangan... jangan...."
Ratna pun terus mengigau. Riana melihat wajah Mamanya yang terlihat pucat. Riana memegang kening Mamanya yang terasa panas. Rasanya hausnya serasa menghilang digantikan dengan rasa khawatirnya.
Riana pun segera pergi ke dapur mengambil air hangat untuk mengompres Mamanya. Riana mengambil air panas yang ada di termos. Kemudian ia campur dengan air dingin hingga airnya hangat. Setelah itu ia mengambil handuk kecil.
Setelah selesai, Riana pun segera membawa baskom berisi air hangat itu ke kamar Mamanya. Dengan telaten Riana mengompres Ratna. Riana merasa senang bisa merawat Mamanya seperti ini. Tapi ia juga sedih jika melihat Mamanya sakit.
"Cepat sembuh Mama. Raina gak suka liat Mama sakit. Riana sayang Mama." gumam Riana. Ia pun mencium pipi Ratna. Hanya dengan keadaan seperti inilah Riana bisa merasa sedekat ini dengan Mamanya. Setelah itu Raina pun pergi dari kamar Mamanya. Ia tidak ingin mengganggu Mamanya istirahat.
"Hmmm jam setengah empat, sebentar lagi subuh." gumamnya. Riana pun memilih untuk melakukan sholat malam.
"Ya Allah, lindungi Mama dimana pun Mama Riana berada. Lancarkan semua pekerjaan yang dilakukan Mama dan lancarkan rezekinya. Berilah kesembuhan kepada Mama Ya Allah. Riana gak suka liat Mama sakit. Berilah Mama kesehatan dan umur panjang. Hanya Mama yang Riana punya di dunia ini Ya Allah. Aamiin." ucap Riana dalam doanya. Ya, memang selalu begitu doa Riana. Doa Riana hanya diisi dengan nama Mamanya. Mamanya adalah segalanya bagi Riana.
***
Pagi ini, Riana sudah rapi dengan seragam sekolahnya. Walaupun Ratna tidak menyukai Riana, tapi ia masih mau menyekolahkannya. Kini Riana dan Ratna sedang melakukan sarapan pagi. Sejak tadi Riana terus memperhatikan Mamanya.
"Ngapain kamu liat-liat saya?" tanya Ratna dengan nada yang terdengar ketus. Riana pun menggelengkan kepalanya. Riana senang Mamanya sudah sehat.
"Gak papa Ma. Keadaan Mama udah lebih baik kan?" tanya Riana.
"Hmm." gumam Ratna. Setelah selesai sarapan, Riana pun bangkit dari duduknya.
"Ma, Riana pamit ke sekolah dulu yaa." Riana pun mengulurkan tangannya ingin menyalami tangan Ratna. Namun Ratna tak kunjung menerima uluran tangan itu. Ia justru sibuk sarapan sambil melihat ponselnya. Karna tidak mendapat respon dari Mamanya, Riana pun menarik kembali tangannya.
"Riana pamit Ma, Assalamualaikum." Riana pun melangkah pergi dari dapur itu.
"Heh kamu!" Riana pun segera membalik badannya sambil tersenyum menatap Mamanya. Tapi Ratna menatap Riana dengan datar.
"Iya Ma?" jawab Riana dengan ceria.
"Sekolah yang benar, jika tidak, saya tidak akan menyekolahkan kamu lagi! Jangan buang-buang uang yang saya hasilkan untuk sekolah mu! Mengerti?" Riana pun mengangguk semangat.
"Pasti Ma! Riana akan belajar yang rajin. Riana janji akan buat Mama bangga. Riana janji akan jadi juara satu lagi seperti biasanya." ucap Riana penuh semangat dan tak lupa ia menunjukkan senyum manisnya. Ratna tidak bereaksi apapun, wajahnya tetap datar. Ia pun mengibaskan tangannya, tanda menyuruh Riana segera pergi dari hadapannya. Riana paham akan hal itu, tapi ia tidak mempermasalahkannya. Ia sudah biasa dengan hal seperti itu.
Riana pun segera pergi ke g**g depan rumahnya untuk menunggu bus sekolah datang menjemput. Banyak anak-anak seusianya yang menunggu jemputan bus sekolah juga. Namun, mereka tidak pernah mau mengajak Riana bergabung. Riana tidak memiliki teman. Riana hanya memiliki satu teman. Kalandra, tetangganya, yang kerap di panggil Andra. Keluarga Kalandra juga begitu baik kepadanya dan hanya Kalandra yang mau berteman dengannya.
"Ayo Na, busnya sudah datang." ucap Kalandra membuyarkan lamunan Riana. Riana pun menganggukkan kepalanya dan mengikuti langkah Kalandra memasuki bus itu. Mereka berdua duduk di paling belakang.
"Dasar anak haram!"
"Dasar anak pembawa s**l!"
"Kalian jangan mau main sama dia, nanti kita ikut kena s**l!"
"Jangan dengerin apapun ucapan mereka." Kalandra pun menutup kedua telinga Riana menggunakan kedua tangannya. Riana pun mengangguk dan tersenyum. Kalandra pun membalas senyuman Riana. Sudah menjadi hal biasa bagi Riana mendengar hal-hal seperti itu.
Riana tidak tau apa yang salah dengan dirinya hingga ia tidak memiliki teman. Bahkan orang tua mereka juga melarang anak-anaknya untuk berteman atau bermain dengannya. Mungkin benar adanya, apa yang dikatakan Mamanya. Karna dirinya pembawa s**l hingga tidak ada yang mau berteman atau bermain dengannya.