bc

BIAN BASTARD

book_age18+
33
IKUTI
1K
BACA
others
arrogant
others
student
drama
sweet
others
school
like
intro-logo
Uraian

“Aku tidak menyuruhmu menyayat tanganmu. Aku menyuruhmu untuk membuka selangkanganmu. Jadi, apa yang membuatmu begitu sulit melakukannya?”

Semuanya sudah kacau semenjak kejadian malam itu. Sehingga Bian memanfaatkan rahasia yang menjadi ketakutan besar seorang gadis apabila dibeberkan, terutama kepada keluarganya, dengan membuat sebuah kesepakatan. Dan kita tahu, seorang Bastard menginginkan kesepakatan seperti apa.

chap-preview
Pratinjau gratis
1. DILECEHKAN (18+)
Haruna Yemi pulang lebih malam dari biasanya karena harus menyelesaikan hukuman yang diberikan Guru Bimbingan Konseling akibat datang terlambat. Di Sekolah sudah tidak ada lagi murid yang terlihat selain dirinya. Ketika berjalan menuju halte tempat biasa dia menunggu Bus, sebuah mobil tiba-tiba berhenti. “Baru pulang?” Pemilik mobil tersebut bertanya dengan senyuman akrab. Oh, ya Tuhan! Itu Bian Lee. Siswa yang memiliki visual campuran Korea dan Amerika. Yemi memekik dalam hati. Melihat anak laki-laki itu dia jadi teringat pada bisikan Dinda temannya saat di Kantin, bahwa dirinya sedang diamati. Kalau benar, berarti Bian sudah sejak mengawasinya. Sambil mencengkram tali ranselnya, Yemi menjawab kikuk, “I-iya.” Dia merasa takut. Tentu saja. Tidak ada yang tidak mengenal Bian Lee di Sekolah. Dia memang pintar dan tampan. Sialnya dia harus punya sifat buruk yang cukup satu kata untuk menjulukinya, Bastard. “Sudah malam. Bagaimana kalau kuantar pulang?” “Oh, tidak usah, terimakasih. Aku akan naik Bus.” Bian malah keluar dari mobilnya lalu berjalan menuju pintu dekat pengemudi, kemudian membukanya untuk gadis itu. “Jangan takut. Aku akan antar kamu dengan selamat.” Jika gadis-gadis lain yang mendapat tawaran seperti ini dari Bian, mereka tidak akan bisa menolaknya. Sementara Yemi sedang berpikir seribu kali. Apa benar Bian tidak akan berbuat yang macam-macam saat dalam perjalanan? Dia tidak mungkin sebaik ini jika tidak ada niat lain, kan? Bukankah menghindar saja lebih baik? Tapi bagaimana jika kali ini dia memang berniat baik hati? Yemi sungguh bingung. Dia pun terkesiap ketika tangan itu menarik lengannya. “Semakin lama berpikir, semakin larut kamu tiba di rumah.” Mulut Yemi seolah dimantra guna untuk tidak bisa bicara apalagi menolak ketika Bian menuntunnya masuk ke dalam mobil. Lalu mereka meninggalkan Sekolah. Sepanjang dalam perjalanan otak Yemi tidak berhenti berpikir tentang seorang Biantara yang mau mengantarnya pulang. “Belok kanan!” titah Yemi di perempatan. Tetapi Bian malah mengambil belokan kiri. Dan itu membuat Yemi langsung panik. “Um, Bian. Rumahku ke arah sana.” Pikirannya semakin menuju ke hal yang tidak benar ketika Bian tidak mengindah dan malah menambah kecepatan laju mobilnya. Lalu mereka menepi setelah memasuki lahan gedung tua yang tak berpenghuni. Ini tidak benar. Yemi tidak perlu pamit untuk kabur tetapi pintu mobil itu terkunci. “Bian, kenapa kita berhenti di sini?” “Aku akan membawa kamu pulang dengan selamat kalau kamu mau diam dan ikuti kata-kataku.” “Maksud kamu? Hei!” PLAKK! Yemi memberi tamparan di pipi Bian ketika tangan nakal lelaki itu menyingkapi rok Sekolahnya. “Apa yang kamu lakukan, berengsek?!” Bian terkekeh sarkas. Lalu menyerang Yemi dengan menyudutkannya. Satu tangannya membekap mulut gadis itu ketika ingin berteriak. “Apa yang ingin aku lakukan? Aku hanya ingin tahu apa kamu masih perawan atau sudah tidak lagi.” “Tidak! Kumohon jangan!” Yemi hanya dapat berteriak di balik tangan Bian yang masih membekap mulutnya. Segala tindakan yang Yemi lakukan hanya sia-sia. Tangannya yang bebas tidak berguna. Buktinya dia tidak bisa menghentikan aksi tangan biadab Bian yang satunya kini tengah menyingkapi roknya. Karena Bian membutuhkan dua tangan untuk mempermudah kegiatan bejatnya. Jadi dia menggunakan mulutnya sebagai pengganti untuk menyumpal mulut Yemi yang tidak berhenti menangis. Harusnya Yemi yakin ini akan terjadi. Harusnya dia lari saja ketika Bian menghampiri. Karena tidak mungkin lelaki b******n seperti Bian mau berbaik hati melakukan sesuatu tanpa maksud tertentu. Yemi tidak mau menyesal karena tidak ada gunanya. “Ternyata benar kamu masih perawan,” kata Bian ketika rasa penasarannya terbayarkan. Dia adalah orang pertama yang menyentuhnya sejauh ini. Sementara Yemi masih menangis dengan keadaan seragam setengah berantakan. Wajahnya dipenuhi keringat, dadanya sesak, jantungnya berdebar, tubuhnya merinding. Apalagi di bagian bawah tubuhnya basah akibat ulah Bian. Perasaannya benar-benar malu bercampur kesal. Bian tidak sampai menelanjangi Yemi sepenuhnya. Hanya membuka bagian-bagian yang sangat dia incar. Di antaranya d**a dan s**********n. Seperti janjinya. Kini Bian mengantar gadis itu pulang. — Mengendap-ngendap Yemi memasuki rumahnya karena sekarang sudah menjelang pukul 12 malam. Keadaan ruang tengah yang tiba-tiba bercahaya membuat gadis itu terkesiap di tempat. “Kak Yemi?” Yemi berbalik dan mendapati adiknya Juna. “Kakak kenapa baru pul—” Sejurus kemudian Yemi membekap mulut Juna yang bicaranya keliwat lantang. Bisa tamat riwayatnya malam ini jika ketahuan sang Ibu yang super cerewet. “Sssttt... ambil ini buat tutup mulut kamu.” Yemi memberi Juna sejumlah uang yang lumayan bisa menutup mulutnya yang tukang ngaduh. Wajah Juna langsung berbinar. Lalu setelah itu dia mendelik penuh curiga. “Tapi..., Kakak tidak melakukan yang aneh-aneh, kan? Tumben sekali memberiku uang.” “Hei! Tentu saja tidak." Dengan wajah ragu serta dihiasi kegelisahan. "Sudah diam. Aku mau ke kamar.” Sesampainya di dalam kamar, Yemi membuang ranselnya ke atas tempat. Dia masih belum bisa menerima kenyataan kejadian di mana Bian benar-benar telah melecehkannya. Gadis itu pun pergi ke Toilet untuk mandi. Membersihkan tubuhnya yang ia rasa menjijikan. Semakin dia ingin melupakannya untuk bisa tidur nyenyak, ingatannya malah semakin memutar jelas dan nyata adegan itu. Bahkan Yemi kembali merasakan berbagai macam perasaan yang melandanya saat itu. Ada perasaan jijik, takut, perih, dan perasaan yang dia sendiri malu mengakuinya, nikmat. Yemi benar-benar terusik sampai tidak dapat tidur nyenyak hingga pagi menjelang. *** "Aku diperkosa Bian...," Kunyahan di mulut Dinda hampir tersembur sempurna saking belum siap dia mendengar berita mustahil itu. Dinda menggeleng. “Aku tidak percaya. Kau bohong, kan?” responnya. Walau raut wajah Yemi sekalipun tidak terlihat sedang bercanda. Yemi menghela nafas berat. “Sudah berapa tahun kita berteman? Apa aku pernah bohong?” “Kenapa bisa, Yemi?! Kan sudah kubilang hati-hati dengan Bian Lee!” "Tadi malam dia mendatangiku saat aku menunggu Bus. Dan dia bilang akan mengantarku pulang tapi—" "Stop!" Dinda menyergah. "Aku sudah tahu kelanjutannya. Dia memang mengincarmu sewaktu di Kantin kemarin. Apa kamu sebodoh itu? Kenapa kamu tidak berhati-hati, hah?!" "Ssstttt! Pelankan suaramu!" Yemi harus membekap mulut Dinda karena suaranya yang terlanjur emosi membuat penghuni Kantin sempat melihat ke arah mereka. "Argh!" Yemi mengacak rambutnya. "Bagaimana ini?!" Lalu Dinda berkata pelan kali ini, namun terkesan antusias karena penasaran. "Apa dia benar-benar merebut keperawanan mu?" Yemi menggeleng. Bingung sekaligus tidak malu menceritakannya. Namun Dinda bisa mengerti. "Sialan! Bian benar-benar berengsek!" deisi Dinda *** Tidak menemukan batang hidung Dinda, Yemi terpaksa kembali ke kelas seorang diri. Sambil berjalan di sepanjang koridor, dia melihat sekumpulan kalangan murid laki-laki sedang beradu argumen. Dan Bian Lee ada di salah satu dari mereka. Walau di Sekolah Bian terkenal f*ck boy, namun masih banyak gadis-gadis yang tergila-gila dengannya. Tidak peduli seberapa berengseknya anak laki-laki itu. Selain memiliki wajah tampan sebagai kelebihan, Bian juga seseorang yang dikenal sebagai murid berprestasi di Sekolah. Walau bagaimanapun Yemi pasti bertemu dengannya karena mereka beradala dalam satu kalangan Sekolah. Sekarang gadis itu mengeluh karena mau tidak mau dia harus melintas di hadapan sekumpulan anak laki-laki di sana untuk menuju kelasnya. Yemi terus jalan sambil menunduk tanpa menyadari saat Bian tengah mengawasinya dengan pandangan. "Yemi!" Yemi melotot tanpa mau menghentikan langkah. Dia memejamkan matanya takut sambil menambah kecepatan langkah kakinya. Dia pikir dia harus menjauh saja dan tidak akkan mau lagi menggubris apalagi berhadapan dengan seorang pria itu. "Haruna Yemi!" Yemi menghentikan langkah begitu suara di sana terdengar bagai perintah keras untuknya berhenti. Dan kini dia berbalik. "Bagaimana keadaanmu?" "Ya?" Yemi masih terlalu naif untuk mengarti maksud dari pertanyaan barusan. Dia pikir pertanyaan itu hanya basa-basi seperti pertanyaan sehari-hari. "Sudah baikan?" Yemi masih bengong. Haruskah Bian berteriak dengan bilang, 'Apakah selangkanganmu baik-baik saja setelah kuhajar tadi malam?' "I-iya," jawab gadis itu asal. Di tempatnya Bian melempar senyuman ganjil. Sedangkan Yemi yang masih terheran-heran memilih pergi saja. Tak ada waktu melihat satu persatu tatapan jealous dari murid-murid perempuan yang sejak tadi menyaksikan perbincangan singkat mereka. Seorang Bian Lee yang baru saja memberi perhatian langka pada seorang gadis seperti Haruna Yemi yang notabene tidak begitu dikenal namanya. Sungguh di luar tipe seorang Bian Lee. *** Mengikuti kelas Biologi, Tiffany selaku Guru Biologi cantik mulai tidak fokus lantaran satu murid yang bernama Bian Lee. Lalu di mana masalahnya? Lelaki itu memang terlihat serius mengamati semua materi yang dijelaskan Tiffany. Namun Tiffany merasa bukan materinya yang sedang diperhatikan, melainkan dirinya. Bian memang tidak menunjukkan kode-kodean atau semacam gerak tubuh yang mengganjal. Tapi tatapannya, Tiffany dibuat resah. Wanita itu pun mengakhiri materi yang diberikan. Semua murid meninggalkan kelas Biologi kecuali Bian yang masih betah di bangkunya. "Bian, kenapa kamu masih di situ? Sebentar lagi kelas lain akan tiba di sini," tegur Guru Tiffany sambil menyibukkan tangan membenahi buku-buku. "Guru mengakhiri kelas lebih cepat dari biasanya. Kenapa?" Tiffany mendadak nervous. Bian adalah satu-satunya murid yang berhasil membuatnya salah tingkah serta gugup. "Aku mau mengakhirinya lebih cepat atau lama, itu hakku." Wanita itu tidak sadar bahwa nada bicaranya terkesan agak jutek. Padahal aslinya dia tidak begitu. Sementara Bian menerima respon tersebut dengan senyuman menarik. "Silakan keluar. Bukankah setelah ini kamu masih ada kelas?" Bian bangkit melangkah sambil melirik jam tangannya, "Masih ada 20 menit lagi. Guru tidak keberatan 'kan kalau aku ingin di sini?" "Kenapa kamu ingin di sini?" Bian mendekat hingga aroma parfumnya tercium begitu jelas di hidung sang Guru. "Karena aku ingin menghabiskan 20 menit berharga ini dengan Guru." Bukan salah Bian yang tiba-tiba bersikap kurang ajar dengan mencium sang Guru. Tiffany sendiri yang hanya diam saja. Terlanjur terhipnotis hingga tidak dapat berbuat apa-apa. Dua puluh menit dihabiskan hanya untuk berciuman. Mereka benar-benar memanfaatkan waktu itu sebaik mungkin. *** Sehabis mengambil buku di rak buku Matematika, Yemi membuka lembaran demi lembaran sambil melangkah menuju tempat duduk di Perpustakaan tempat ia berada saat ini. Seperti saat-saat sebelumnya, Yemi yang tidak pernah memperhatikan wajah orang-orang yang duduk di sekitarnya. Sebut saja hal itu menjadi sebuah kesalahan terbesarnya. Karena kursi di samping kirinya kebetulan ditempati oleh Bian Lee. Hari ini kelas Bian dan kelas Yemi sama-sama diisi dengan belajar di Perpustakaan karena masing-masing Wali kelas mereka sedang mengikuti rapat. "Kamu juga di sini?" "Iya," jawab Yemi asal tanpa tahu siapa yang sedang mengajaknya bicara. Perasaannya yang mendadak mengganjal kini segera melihat ke samping kiri. Dan betapa terkejutnya dia. Yemi berencana akan pindah tempat duduk atau bola perlu keluar dari Perpustakaan, namun Bian mencegahnya karena dia sudah tahu gadis itu akan menghindar. "Kamu akan malu sendiri jika berani pergi dari sini." Bisa-bisanya Bian tersenyum setenang itu di saat dia sedang mengancam. Yemi yang berhasil diancam hanya bisa pasrah. Berharap Bian tidak akan macam-macam? Itu tidak ada dalam kamusnya. Bian tidak mengenal tempat dan situasi kapan dia ingin memainkan aksinya Di mana sekarang Yemi sedang berperang menyingkirkan tangan Bian yang bermain di pahanya. "Ini tidak benar. Tolong hentikan..." Bian tidak mendengarkan, "Aku bilang hentikan atau aku akan melaporkanmu pada Kepala Sekolah!" "Kalau kamu mau sudah kamu lakukan dari tadi. Mau laporkan pada Kepala Sekolah? Silakan saja." Sayangnya Yemi lebih tidak berani. Gadis itu menggigit bibir bawahnya untuk menolak reaksi yang ingin keluar dari mulutnya. Wajahnya terlihat gelisah dengan keringat yang mulai bermunculan. Semua sibuk pada urusan masing-masing hingga tidak ada satupun murid yang menyadari Yemi yang sedang butuh pertolongan. Yemi tidak tahu dosa apa yang telah dia perbuat di masa lalu hingga dia mendapat balasan seperti ini. Gadis itu dibuat horney hanya dengan bermain di daerah selangkangannya. Dan sedikit lagi tangan Bian akan tiba di titik terlemah gadis itu. Yemi menggeleng dengan raut wajah super memohon. Dan Bian hanya menyeringai. Menikmati wajah terangsang gadis itu. "Bian, hentikan..., Kumohon hentikan...," Walau hanya mengandalkan satu tangan, tapi tidak sulit bagi Bian untuk masuk ke dalam underwear dan menangkap sesuatu di sana, merasakan 'milik' Yemi yang sudah basah. Yemi mencengkram tangan Bian yang terbalut blazer Sekolah sebagai pelampiasan ketidak-sanggupannya menahan semua ini. Bian benar-benar membuat gadis itu amat sangat tersiksa. Bian butuh tempat di mana hanya ada mereka berdua untuk menuntaskan siksaan yang melanda Yemi. Karena sekarang Bian ikut terangsang.[]

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

MY LITTLE BRIDE (Rahasia Istri Pengganti)

read
19.3K
bc

Revenge

read
35.4K
bc

Beautiful Pain

read
13.6K
bc

DIHAMILI PAKSA Duda Mafia Anak 1

read
40.8K
bc

Oh, My Boss

read
386.9K
bc

Penghangat Ranjang Tuan CEO

read
33.7K
bc

Hati Yang Tersakiti

read
6.7K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook