bc

Ada Kesempatan Kedua

book_age16+
1.8K
FOLLOW
12.8K
READ
billionaire
family
powerful
sweet
bxg
city
office/work place
enimies to lovers
weak to strong
wife
like
intro-logo
Blurb

[Sekuel : Hati Yang Terluka]

WARNING : Cerita ini masih on-going, November slow update. Desember akan update setiap hari.

Aleya Lestari memiliki dua orang anak dari Johan Zachari, sebelumnya ia sempat mengalami lika-liku hidup yang amat getir.

Setelah ia memutuskan untuk berdamai dengan masalalunya, Johan pun mulai mendekati Aleya, pria itu mencintai Aleya dengan tulus. Kasih sayang yang diberikan Aleya pada putra-putrinya membuat hati Johan menghangat, Aleya adalah wanita yang baik.

Meski sulit, Johan akan terus berupaya untuk mendapatkan cinta dari wanita itu. Apakah Johan akan berhasil mendapatkan cintanya, atau sebaliknya?

*Cover design and fonts by : Canva

chap-preview
Free preview
1 : Awal
Desiran angin menerbangkan rambut seorang perempuan yang kini sedang duduk pada ayunan, mata indahnya menyorot ke depan dengan perasaan membuncah. Di sana, ia melihat anak-anaknya yang sedang bercanda tawa diselingi oleh lari-lari kecil. Kaki-kaki mungil itu terus saja mengelilingi halaman rumah yang sangat luas, sesekali mereka berhenti sejenak guna menghirup napas banyak-banyak. "Alesha capek, istirahat dulu ya." Sebuah suara dari anak perempuan menginterupsi, napasnya tersengal-sengal akibat berlarian. Sedangkan anak laki-laki yang berada tepat disebelahnya hanya bisa mengangguk pelan, ia juga sama lelahnya. "Ya, Al juga capek." Anak laki-laki yang bernama Altair itu mengiyakan, ia turut mengentikan laju larinya. Sedangkan seorang perempuan yang berada tak jauh dari mereka, ia tersenyum manis, ia pun berdiri dari duduknya guna menghampiri anak-anak itu. Langkahnya pelan tapi pasti, wajah cantiknya seolah tak lekang oleh segala permasalahan yang menimpanya selama ini. Sesampainya ia berada di sana, ia pun mensejajarkan tingginya seperti sang anak. "Sudah mainnya?" Suaranya begitu lembut dan menenangkan. Sontak saja anak-anak itu mendongakkan kepala sambil mengangguk pelan, mereka adalah anak-anak yang manis dan lugu. "Sudah, Mama." Jawab keduanya dengan serempak. Aleya Lestari Hartono, ia adalah ibu kandung dari anak-anak itu, Altair dan Alesha adalah darah daging yang ia perjuangkan sekuat tenaga. Setelah dua tahun berlalu semenjak kejadian nahas itu, Aleya kini hidup dengan damai dan tenang bersama kedua anaknya, Johan selaku ayah dari anak-anaknya itu juga sering mengunjungi Altair dan Alesha hampir setiap hari selama kurun waktu dua tahun ini. Ada akalanya Johan tidak mengunjungi mereka karena kesibukannya di kantor ataupun sedang dalam perjalanan bisnis ke luar kota, tak jarang pula Altair dan Alesha menginap di rumah keluarga Zachari yang jaraknya hanya sekitar sepuluh menit dari rumahnya. Davika dan Peter memperlakukan Altair dan Alesha dengan baik, keduanya sangat menyayangi cucu-cucunya itu. Bagaimana tidak, Davika selalu membelikan apa saja yang diinginkan oleh mereka, banyaknya mainan yang dibelikan Davika mampu membuat Aleya pusing karena tidak ada lagi tempat dirumahnya untuk menampung berbagai macam dan jenis mainan itu. Sejujurnya Aleya hendak melarang Davika, tapi ia merasa canggung dan tak enak hati, takut jika perempuan baya itu tersinggung karena penolakannya. Alhasil Aleya hanya menerima saja saat ada kurir-kurir pengantar paket yang berisi mainan mengirimkan padanya. Aleya tidak mempermasalahkan dimana anak-anaknya tinggal, tapi ia terkadang kasihan melihat Altair dan Alesha yang harus berpindah-pindah tempat, anak sekecil itu belum tahu apa permasalahan orang dewasa, yang mereka tahu hanyalah bermain dan bergembira saja. "Baiklah kalau begitu, ayo kita masuk ke dalam, tadi Mama sudah membuatkan puding cokelat s**u untuk kalian." Aleya mengajak anak-anaknya untuk memasuki rumah, ia memang sudah menyiapkan camilan favorit anak-anaknya. "Wah, Al mau." Altair bersorak dengan penuh minat, ia sangat menyukai apapun makanan yang berbahan dasar cokelat dan s**u. Aleya mengelus puncak kepala mereka dengan sayang, selama ini hidup Altair dan Alesha selalu berkecukupan, Johan telah memberikan uang untuk biaya hidup kedua anaknya.Aleya sempat menolak, tidak seharusnya Johan melakukan itu karena meskipun Johan adalah ayah kandung Altair dan Alesha, tapi kedua anak itu lahir diluar pernikahan. Johan tetap bersikeras meyakinkan Aleya bahwa ia baik-baik saja, tidak perlu menjelaskan status dari Altair dan Alesha, Johan akan tetap membiayai keduanya sampai dewasa nanti. Aleya turut senang melihat perubahan Johan, jika dulunya pria itu bersifat arogan, bengis serta tak kenal ampun, maka sekarang Johan sudah melunak. Semenjak ia memiliki anak dan hidup berdampingan dengan Aleya, Johan mampu menetralkan sifat emosinya yang sering meledak-ledak, kini pria itu menjadi penyayang dan peduli dengan sekitarnya. Altair dan Alesha membawa pengaruh baik bagi seorang Johan Zachari. "Jangan lupa cuci tangan dulu sebelum makan, pakai sabun juga." Aleya memperingati anak-anaknya yang saat ini sedang memasuki ruang makan. "Siap, Mama!" Alesha memajukan jari jempolnya, anak ini benar-benar luar biasa aktif. Altair dan Alesha berjalan menuju dapur, keduanya membasuh tangan di wastafel dan tak lupa memakai sabun cair, mereka sangat patuh dengan ucapan Aleya. Setelah menyelesaikan kegiatan mencuci tangannya, anak-anak itu berjalan menuju ke ruang makan, di sana sudah ada Aleya yang sedang mengiris puding-puding itu agar memudahkan keduanya untuk makan. Altair mendudukkan dirinya pada kursi, ia menarik piring yang telah Aleya isi puding berwarna cokelat gelap itu. "Makannya pelan-pelan, masih banyak kok pudingnya." Aleya tersenyum sambil memperingati Altair, ia tahu betul bagaimana antusiasme anaknya ketika memakan camilan favoritnya itu. "Alesha juga mau." Kini Alesha yang berujar dengan nada antusias. "Ya, ini buat Alesha tercintanya Mama." Aleya menyajikan puding cokelatnya pada Alesha. Altair dan Alesha sontak saja memakan puding itu dengan perlahan-lahan, rasa dingin, lumer dan manis secara bersamaan merangsek masuk dalam tenggorokan. "Bagaimana rasanya?" Aleya bertanya. "Enak, Mama pintar buatnya." Altair berseru dengan girang. Aleya menghela napas lega, ia turut bahagia jika anak-anaknya juga bahagia. Hidup Aleya hanya ia dedikasikan untuk kebahagiaan anak-anaknya. Altair dan Alesha masih mengunyah makanannya dengan lahap, Aleya duduk di kursi yang berada tepat di samping Altair, ia mengamati wajah anak laki-lakinya yang mengingatkannya pada Johan. Dua hari yang lalu Johan datang ke rumah ini, pria itu berkata bahwa selama satu minggu ke depan ia tidak dapat mengunjungi anak-anaknya karena harus mendatangi pertemuan antar pebisnis di luar kota, Aleya bisa mengerti karena nama Johan mulai dikenal luas karena pencapaiannya yang gemilang dalam hal perindustrian. Jika dulunya Johan dikenal sebagai anak dari pasangan Zachari yang fenomenal, kini Johan sudah dapat berdiri sendiri dengan namanya yang ia harumkan. Prestasi Johan dalam membantu upaya pemulihan ekonomi di negeri ini patut diacungi jempol, Johan juga ikut dalam organisasi menggalang dana bagi orang-orang yang membutuhkan. Benar saja, Johan telah berubah menjadi orang yang lebih baik lagi, itu semua berkat keluarga kecilnya. Hubungan Aleya dan Johan juga semakin baik, Aleya sudah tak lagi ketakutan akan traumanya lima tahun silam, ia sungguh-sungguh ingin berdamai dengan masa lalunya. Aleya hanya memiliki tujuan yakni membesarkan Altair dan Alesha dengan penuh kasih sayang yang utuh, yaitu dari dirinya sendiri dan juga Johan, keduanya akan selalu kompak dan terus bekerja sama untuk masa depan anak-anaknya yang lebih baik. Baik Aleya atau Johan sama-sama tidak mau melihat Altair dan Alesha kekurangan kasih sayang hanya karena hubungan keduanya yang belum jelas, sebagai orangtua maka mereka akan berupaya memaksimalkan perhatian, kasih sayang serta rasa nyaman bagi anak-anaknya. Terbukti hingga sampai saat ini, Altair dan Alesha tidak pernah kekurangan kasih sayang, keduanya selalu tumbuh dengan perhatian penuh. "Papa kapan pulang?" Alesha melemaskan bahunya, ia merindukan Johan yang sudah dua hari tidak menemuinya. Lamunan Aleya terhenyak saat ia mendengar pertanyaan anaknya, Aleya mendongak menatap Alesha, lihat saja anak perempuan itu yang semakin hari semakin menempel pada ayahnya. "Baru dua hari yang lalu Papa ke sini, kurang lebih satu minggu lagi Papa akan pulang." Aleya memberitahu pelan-pelan pada Alesha. "Alesha kangen Papa, kangen diajak main air dikolam renang." Satu bakat Alesha yang sudah dapat dilihat, yakni berenang. Johan selalu mengajak anak-anaknya untuk melatih renang dikolam yang ada dirumahnya. Hanya Alesha saja yang tampak sangat antusias, sedangkan Altair terlihat biasa-biasa saja. "Mau Mama antar ke rumah Nenek 'hm?" Aleya menawarkan. Alesha menggeleng pelan, ia memang suka berenang, tapi tidak adanya sang ayah membuatnya enggan. "Tidak mau, Alesha mau berenang sama Papa." Alesha menekuk bibirnya, kedekatan antara anak perempuan dan ayahnya sangat terlihat jelas pada Johan dan Alesha, ikatan batin keduanya sangat erat. Aleya menghela napas kasar, jika begini maka akan susah dibujuk. "Tunggu Papa pulang ya, mau telepon Papa sekarang?" Aleya berusaha membujuk rayu anaknya agar tenang. Alesha mengangguk pelan, hal itu mampu membuat Aleya menghela napas lega. “Baiklah, habiskan dulu pudingnya, Mama ambil ponsel dulu.” Aleya berdiri dari duduknya, ia berjalan menuju kamar untuk mengambil ponsel. Tadi pagi-pagi sekali Hartono sudah pergi untuk memantau kedatangan bahan bangunan yang dikirim dari luar kota, untuk itulah saat ini hanya Aleya dan anak-anaknya yang berada di rumah. Aleya senang karena ayahnya sudah sangat sehat dan bisa beraktifitas seperti sedia kala, meskipun sesekali harus pergi check-up ke rumah sakit. Setelah mendapatkan benda yang ia tuju, Aleya kembali ke meja makan, ia tersenyum hangat saat melihat anak-anaknya telah menghabiskan pudding buatannya. Aleya menggeser kontak panggilannya, ia menekan tombol panggil untuk menghubungi Johan. Sudah sekitar satu menit Aleya menghubungi Johan tapi belum dijawab juga, ia pun mencobanya sekali lagi tapi hasilnya nihil. “Sudah dijawab Papa?” Alesha bertanya tidak sabaran. Aleya menggeleng kecil. “Belum, sepertinya Papa sedang sibuk.” Aleya meringis kecil melihat ekspresi anaknya yang berubah sendu, Alesha sangat dekat dengan Johan, oleh karena itu ketika Johan berpamitan untuk pergi selama satu minggu, Alesha sempat menangis dan berusaha menghalangi kepergian ayah kandungnya tersebut. “Kan sudah Mama bilang, Papa pasti sibuk, Alesha sih manja.” Altair berseru, ia bersedekap tangan sambal melihat saudari kembarnya yang masih mengeyel. “Alesha kangen Papa, memangnya Al tidak kangen sama Papa?” Alesha mendelik tajam. “Tentu saja Al kangen, tapi kan Al tahu kalau Papa sedang cari uang buat kita.” Jawaban Altair memang telak dan benar, tapi Alesha yang pada dasarnya tidak terima pun mulai merengek. Aleya menjilat bibirnya yang kering, ia tidak ingin melihat pertengkaran anak-anaknya. Aleya meletakkan ponselnya ke atas meja, ia berdiri lalu mendekati anak-anaknya. “Sudah ya, jangan bertengkar. Alesha, benar apa yang dikatakan Altair, Papa sedang mencari uang buat kalian, buat beli mainan, beli jajan dan juga ajak kalian main ke wahana bermain.” Aleya memberikan nasehat dengan penuh kelembutan. Alesha mendongak menatap Aleya, meneliti wajah ibunya yang penuh dengan kejujuran. Alesha pun mengangguk pelan, tak lupa ia menyeka air matanya yang sempat mengalir. “Begitu ya.” “Ya, Sayang. Lebih baik kalian lanjut main atau belajar dulu gih, sambil nunggu Kakek Har pulang.” “Ya, Mama.” Altair dan Alesha kompak mengangguk, akhirnya kedua anak itu pergi menuju ke kamarnya masing-masing untuk belajar. Aleya melihat anak-anaknya dengan diam, Altair dan Alesha sudah sangat dekat dengan keluarga Zachari, akan sulit bagi mereka jika suatu saat Johan selalu berpergian, belum lagi jika suatu ketika Johan memutuskan untuk merubah pemikirannya, siapa tahu Johan akan menikah dengan perempuan yang ia sukai. Altair dan Alesha pasti akan merasa kekurangan kasih sayang ayahnya, Aleya menghela napas kasar, ia tidak bisa egois. Johan memiliki kehidupan sendiri, jika suatu saat nanti pria itu memutuskan menikah dengan perempuan lain, maka ia harus bisa memberikan pengertian pada anak-anaknya agar tidak melulu bergantung pada ayahnya. Semoga saja Altair dan Alesha mengerti, ia berharap agar keduanya mampu menerima keadaan dan status antara di antara orangtuanya. *** Sedangkan dilain tempat, saat ini Johan sedang berada disebuah ruangan luas yang berisi beberapa orang klien yang saling menjalin kerjasama antar perusahaan. Johan berdiri di depan mereka dengan gagah serta tagap, sorot matanya memancarkan aura kepemimpinan yang lugas. Johan tengah memaparkan presentasinya mengenai penjualan produk agar bisa menarik minat para konsumen, ia menjelaskan secara detail, rinci dan juga mudah dipahami. Orang-orang yang mendengar penjelasannya mampu terpana karena otak cerdas seorang Zachari, jangan lupakan bahwa aura berwibawa sangat lekat pada dirinya. “Saya rasa cukup untuk penjelasan ini, jika ada yang belum dimengerti, kalian bisa mengajukan pertanyaan.” Johan mengangguk hormat, ia juga tersenyum ramah terhadap kliennya. Seusai ia berkata demikian, tepuk tangan langsung terdengar sangat riuh dan penuh dengan kebanggaan, seorang Johan Zachari memang tidak akan pernah mengecewakan dalam urusan perbisnisan. “Penjelasan anda sangat detail dan bisa saya tangkap dengan baik, anda sangat hebat memaparkan presentasinya.” Sebuah suara menginterupsi, ia menatap Johan dengan pandangan penuh kekaguman. Johan tersenyum sopan, ia merasa bahwa pujian itu sangat berlebihan. “Terimakasih atas pujian anda, saya senang bisa membuat para hadirin sekalian merasa puas.” Johan menjawab pujian pria baya yang seumuran dengan Peter itu. Saat ini Johan tengah mengenakan pakaian formal yang terdiri atas jas, kemeja putih serta celana hitam lekat, tak lupa ada dasi merah maroon menggantung pada lehernya. Johan benar-benar sangat berwibawa, ia juga terlihat lebih tampan dan segar. Sementara itu, tepat dimeja paling ujung, ada seorang perempuan yang sedari tadi menatap Johan dengan penuh ketertarikan, bahkan matanya tidak beralih sedikitpun semenjak Johan memulai presentasinya hingga sampai saat ini. Perempuan itu tersenyum miring, ia semakin tertarik dengan Johan. “Kami merasa puas dengan pemaparan anda, saya akan menandatangani jalinan kerjasama kita.” Ujar seorang pria yang duduk paling dekat dengan Johan. “Saya juga akan setuju menjalin kerjasama dengan anda.” Timpal yang lainnya. Persetujuan-persetujuan lainnya terdengar, Johan senang karena ia bisa meyakinkan para klien untuk menjalin kerjasama dengannya. Johan merasa bahwa ini adalah prestasi yang sangat membanggakan, ia berada dititik ini karena dorongan orang-orang terdekatnya. Mereka pun mulai menandatangani berkas-berkas yang berisi surat perjanjian antar dua perusahaan, Johan bahkan sampai kepayahan karena banyaknya orang yang berminat bergabung dengannya. Hampir dua puluh menit mereka saling setuju dan juga resmi menandatangani perjanjian kerjasama, Johan berdiri dari duduknya dan menjabat tangan mereka satu per satu. “Terimakasih atas kepercayaan anda, saya akan bekerja semaksimal mungkin untuk keberhasilan kerjasama ini.” Johan menyunggingkan senyumnya, ia tidak tahu berapa kali ia tersenyum dengan berseri-seri seperti itu. “Baik, saya undur diri.” Beberapa orang yang ada di dalam ruang rapat itu pun mulai bepergian satu per satu, membawa rasa senang karena puas dengan hasil yang didapat. Johan menata berkas itu dan menjadikannya menjadi satu tumpuk, ia melirik ke arah ruangan yang mana masih ada tersisa satu orang lagi. “Nona Eli.” Johan menunduk singkat sambil tersenyum sopan, Eli merupakan salah satu kliennya juga. Eli membalas senyuman Johan dengan tak kalah manisnya, ia berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Johan. Sesampainya didekat Johan, Eli mengulurkan tangan kanannya, Johan menatap sekilas lalu buru-buru ia membalas jabat tangan perempuan itu. “Anda sangat hebat, tidak salah jika saya tertarik dengan anda.” Eli berujar dengan adanya makna tersirat didalamnya. Johan hanya menganggapinya dengan senyuman. "Terimakasih karena anda tertarik dengan kerjasama dengan perusahaan saya.” Eli mengangguk-anggukkan kepala, ia pun terkekeh pelan. “Baiklah kalau begitu, saya undur diri, semoga kita bisa memiliki banyak waktu untuk mengobrol kedepannya.” Eli menangkup kedua tangannya. “Saya harap begitu.” Johan menjawab ucapan Eli. Eli pun berlalu menuju luar ruangan, meninggalkan Johan yang sedang sendirian di dalam sana. “Syukurlah, akhirnya aku bisa menjalin kerjasama dengan mereka.” Johan menghela napas lega, ia senang atas pencapaiannya ini. “Agus!” Johan memanggil sekretaris andalannya. Dengan secepat kilat Agus memasuki ruangan dan berdiri tepat di belakang tuannya. “Saya, Tuan?” Agus merupakan seorang pria yang memiliki postur tubuh tinggi dan kurus, pria itu memiliki kesetiaan penuh pada tuannya. “Bawa berkas-berkas ini ke mobil, setelah ini kita kembali ke apartemen.” Johan menyerahkan map yang berisi berkasnya pada Agus. Johan masih memiliki pertemuan-pertemuan lain esok, ia belum bisa pulang ke rumah. Oleh karena itu, ia memutuskan untuk menginap di apartemen yang disewanya. “Baik, Tuan.” Agus undur diri sembari membawa perintah dari atasannya. Johan pun berbalik badan menuju pintu luar, ia merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Matanya membulat terkejut saat mendapati dua panggilan tak terjawab dari Aleya dan juga pesan singkat yang mengatakan bahwa Alesha ingin menghubungi dirinya. “Satu jam yang lalu, maafkan Papa ya Alesha.” Johan menekuk wajahnya, ia merasa bersalah karena mengecewakan sang anak. Padahal Johan telah berjanji pada anak perempuan itu untuk selalu menghubunginya sekedar memberi kabar. Cepat-cepat Johan membalas pesan dari Aleya dan mengatakan bahwa ia akan balik menghubunginya setengah jam lagi dari sekarang. Johan akan segera kembali ke apartemen terlebih dulu, baru setelahnya ia akan menelepon Aleya dengan panggilan video. Johan sudah mendedikasikan hidupnya pada anak-anaknya, Altair dan Alesha adalah harta Johan yang paling berharga.Johan juga berusaha untuk bekerja dengan giat untuk memenuhi kebutuhan mereka, Johan ingin memberikan hal terbaik bagi anak-anaknya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Sweet Sinner 21+

read
883.8K
bc

See Me!!

read
87.8K
bc

Hello Wife

read
1.4M
bc

GADIS PELAYAN TUAN MUDA

read
463.6K
bc

(Bukan) Istri Pengganti

read
48.8K
bc

Aksara untuk Elea (21+)

read
835.7K
bc

Air Mata Maharani

read
1.4M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook