bc

One and Only

book_age16+
336
FOLLOW
1.4K
READ
love-triangle
contract marriage
powerful
confident
drama
bxg
female lead
city
realistic earth
coming of age
like
intro-logo
Blurb

Kwon Eunbi tidak pernah menyangka kedatangannya ke bar tempat sahabatnya bekerja akan berakhir dengan satu tragedi. Ia dinyatakan hamil setelah tanpa sengaja tidur bersama seorang pria yang ia sendiri tidak kenal.

Berkat bantuan Seokmin, sahabatnya. Eunbi berhasil menemukan lelaki itu, yang rupanya berprofesi sebagai seorang produser musik bernama panggung Han J.

Perjuangan Eunbi untuk mendapat pertanggung jawaban Han Jaehyun tidaklah mudah disaat pria itu sendiri meragukan anak dalam kandungannya.

Sampai pada satu titik kesepakatan terjalin. Eunbi dan Jaehyun menikah secara kontrak, keduanya menyetujui menikah dalam kurun waktu tertentu sampai anak dalam kandungan Eunbi lahir dan dilakukannya tes DNA.

Tapi apa jadinya jika pernikahan kontrak tersebut membawa Eunbi dalam beberapa tragedi? Terlebih soal dirinya yang baru saja mengetahui jika ternyata Jaehyun telah dijodohkan oleh sang Kakek dengan seorang gadis bernama Song Hari.

Mampukah Eunbi bertahan, siapa kira-kira dalang dibalik semua tragedi yang dialami Eunbi selama ini. Dan bagaimana juga perasaan Jaehyun yang mulai menaruh simpati pada Kwon Eunbi?

Jika kau ingin tahu, silakan baca dan tap tap love sebagai penyemangatku ^^

chap-preview
Free preview
Bab 1 Malam Itu
Semua berawal dari malam itu. Hiruk pikuk jalanan, lampu-lampu juga suara kendaraan masih saja ramai meski waktu telah menunjukan hampir tengah malam. Kwon Eunbi berjalan setengah terseret, kepalanya menunduk dalam-dalam. Ia menjatuhkan diri pada satu bangku, menghela napas berat dibarengi kepulan asap yang menguar lewat sela bibirnya. Kepalanya mendongak, menatap langit malam tanpa bintang. Dan sekali lagi, ia menghela napas berat. "Haruskah aku menyusul Ibu saja?" gumamnya lirih. Tanpa terasa air mata turun perlahan membasahi pipi. Otaknya kembali memproses kejadian siang tadi, di mana ia yang dibentak juga dimaki oleh pelanggan di restoran tempatnya bekerja dan berakhir ia yang kehilanggan pekerjaanya. Dadanya terasa sesak mengingat ia yang bersusah payah untuk bisa bekerja di sana meski hanya sebagai pelayan, harus rela kehilangan pekerjaan dalam waktu singkat hanya karena seorang pelanggan ceroboh yang justru balik menyalahkannya. "Aku jadi merindukan Ibu," lirihnya memeluk diri sendiri. Senyum tipis sarat kesedihan tergambar di wajahnya. Ia benar-benar merindukan sosok sang Ibu, terlebih dalam kondisi sulit seperti saat ini, Eunbi berpikir mungkin jika sang Ibu ada ia akan merasa jauh lebih baik meski sedikit. "Ah! Apa yang kupikirkan. Bukan saatnya menjadi melankolis seperti ini," ujarnya sembari menghapus air mata kuat-kuat. Ia menepuk d**a sebelah kiri. Langkahnya terhenti di depan satu bar. Ia melangkah masuk dengan gontai, duduk di depan meja bar dengan kepala bertumpu di antara lipatan tangan. "Ada masalah?" tanya seorang barista yang juga merupakan sahabatnya, Kim Seokmin. "Aku dipecat," jawabnya lirih. Seokmin sahabat menggeleng prihatin. Ini sudah kali ketiga dalam sebulan Eunbi mengatakan hal yang sama. Entah kenapa gadis itu sulit sekali bertahan lama pada satu pekerjaan. "Minumlah, ini gratis," kepala Eunbi mendongak otomatis. Senyum cerah terkembang membuat bibirnya membentuk hati sempurna. "Terima kasih," Seokmin mengangguk sekilas. Tangannya masih sibuk dengan aktifitasnya, meracik minuman. "Jika kau pusing, masuklah ke dalam dan duduklah di dapur. Kau bisa menungguku," hanya gumaman kecil yang Seokmin dapat untuk perkataannya. Bisa ia lihat tatapan Eunbi yang mulai tidak fokus, juga wajahnya sudah merah padam. Bisa dipastikan Eunbi mulai mabuk. Iya, toleransinya terhadap alkohol memang sepayah itu. Ia bisa mabuk meski hanya meminum satu gelas alkohol. Benar-benar payah, pikir Seokmin. Pintu bar berdecit, seorang laki-laki dengan mantel hitam juga pakaian berwarna serupa masuk dan duduk tepat di sebelah Eunbi. Tanpa ragu ia memesan satu gelas whiskey ia menghabiskannya dalam sekali teguk, seolah tengah meminum air mineral biasa. Merasa diperhatikan, pria itu menoleh. Di dapatinya Eunbi dengan wajah merah padamnya yang tengah menatapnya lekat. Bukannya mengalihkan pandangan, gadis itu justru mendekat. Ia tersenyum lebar sembari memperhatikan sang pria tanpa berkedip. "Kau tampan, mau jadi kekasihku tidak?" racau nya kemudian terkikik geli. Salah satu kebiasaan buruknya saat mabuk. Eunbi akan meracau, juga berbicara tidak jelas pada siapa saja yang ia temui. Dan saat hal itu terjadi, biasanya Seokmin yang akan membawa gadis itu pulang sembari mengomel di sepanjang jalan. Tapi kali ini sepertinya berbeda, Seokmin terlalu sibuk mengurus pelanggan sampai ia tidak memperhatikan Eunbi. "Sebelum menjadi kekasihmu, aku harus tahu siapa nama mu nona manis," sahutnya lembut. Untuk sejenak Eunbi merona, ia memegangi dua pipinya yang terasa hangat. Entah karena ucapan pria itu atau karena mabuk. Eunbi duduk tegak, ia mengulurkan tangannya meminta berjabat, dengan senang hati si pria menerima itu. "Eunbi. Namaku Kwon Eunbi. Kau sendiri Tuan Tampan?" si pria terkekeh. Wajah antusias Eunbi terlihat menggemaskan. "Namaku," belum sempat Eunbi mendengar jawaban pria itu ia lebih dulu ambruk tak sadarkan diri, beruntung badannya tidak ber-tubrukan dengan lantai karena si pria sudah menahannya lebih dulu. Jaehyun. -nama pria itu- terkekeh. Dengan sedikit usaha ia memapah tubuh Eunbi ke luar bar. Dimasukkannya gadis itu ke dalam mobil miliknya, ia mengamati wajah Eunbi sebentar, tersenyum kecil saat bibir merah itu bergumam kata-kata tidak jelas dalam tidurnya. Tak berselang lama mobil melaju, Jaehyun yang duduk di bangku samping kemudi mengamati Eunbi yang masih tertidur pulas. Jaehyun tidak menyetir, ia tak ingin berurusan dengan pihak berwajib karena mengemudi dalam kondisi mabuk. Meski sebenarnya ia tidak mabuk sama sekali. Mobil milik Jaehyun terhenti tepat di pelataran satu hotel tak jauh dari bar. Setelah membayar sopir pengganti, ia segera membopong tubuh Eunbi menuju dalam hotel. Jaehyun memutuskan menyewa satu kamar untuk dirinya dan Eunbi, ia tidak bisa mengantarkan gadis itu ke rumahnya karena saat Jaehyun bertanya perihal alamat Eunbi justru meracau hal yang tidak-tidak. Jaehyun merebahkan dirinya di atas ranjang, ia memejamkan mata sejenak. Dirinya sempat melirik ke arah Eunbi yang ia baringkan di atas sofa. Gadis itu menggeliat, terlihat kurang nyaman dengan posisi tidurnya. Jaehyun bangkit, ia mendekati Eunbi dan mengangkat tubuh gadis itu untuk ia baringkan di atas ranjang. Baru saja Jaehyun akan beranjak, Eunbi lebih dulu menahan lengannya. Bisa dirinya lihat wajah Eunbi yang merengut sedih, juga mata gadis itu yang mengembun, seperti akan menangis. "Kenapa aku dipecat lagi? Aku tidak melakukan apapun, pria itu saja yang bodoh. Ia salah memesan kenapa aku yang disalahkan," ujarnya tiba-tiba sambil menangis. Jaehyun diam, masih memperhatikan Eunbi yang kembali bercerita soal harinya yang buruk. Cukup lama Jaehyun memperhatikan Eunbi yang terus bercerita sambil menangis sesenggukan, sesekali gadis itu mengguncang tubuh Jaehyun yang kini sudah sepenuhnya duduk di sisi ranjang. Tangis Eunbi terhenti setelah hampir lima belas menit, jejak-jejak air mata masih terlihat jelas di sekitar wajahnya. Ia menatap Jaehyun lekat sampai kemudian dua tangannya ia kalungkan pada leher pria itu dan mulai mendekat secara perlahan. Bibir keduanya menyatu dengan Eunbi yang memulai lebih dulu. Pada mulanya Jaehyun terkejut, tapi saat bibir Eunbi mulai bergerak ia berinisiatif untuk membalas. Ciuman perlahan turun ke area leher, semakin intens pergerakan yang dilakukan keduanya, semakin terasa juga panas hawa di sekitar mereka. Tatapan keduanya sempat beradu beberapa saat sampai kemudian Jaehyun mengambil alih situasi, ia yang kini memegang kendali hingga semua itu bisa terjadi. Waktu berlalu dengan cepat. Sinar matahari yang menelusup melalui celah gorden di satu ruangan membuat penghuni di dalamnya terusik. Satu dari dua diantaranya mengerjap pelan, menoleh ke kanan dan kiri sebelum menguap lebar. Eunbi merenggangkan badan sejenak, melemaskan otot-ototnya yang terasa kaku. Badanya tegak seketika, matanya membulat karena terkejut. Ia meraba area sekitar nakas, mencari ponselnya yang entah ada di mana. Napasnya tercekat, tak ada kata-kata yang bisa keluar dari mulutnya begitu ia sadar seorang pria tanpa pakaian atas tengah terlelap nyaman di sampingnya. Mengintip, ia melihat ke bawah selimut. Wajahnya sontak memerah dengan raut yang mendadak pucat. Polos, ia tak mengenakan apapun di dalam sana. Otaknya masih berusaha keras memproses apa yang terjadi. Tak banyak yang bisa ia ingat selain soal dirinya yang diberentikan dari pekerjaan, berada di bar dan meminum segelas alkohol pemberian Seokmin. Lamunan Eunbi buyar saat sentuhan lembut sesuatu terasa di bahunya. "Ada apa?" tanya Jaehyun serak. Matanya menyipit, setengah nyawanya belum terkumpul sepenuhnya. "Siapa kau? Apa yang sudah kau lakukan?" Eunbi beringsut mundur. Berusaha menjaga jarak sejauh mungkin dengan pria asing yang ada di depannya. "Aku? Aku Han J." "APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN PADAKU?!" genggaman Eunbi pada selimut mengerat. Napasnya memburu juga degub jantungnya yang menjadi tak teratur. Jaehyun mengernyit. "Memang apalagi? Aku akan mandi dulu, setelah itu mengantarkanmu pulang. Katakan alamatmu dengan benar kali ini," Jaehyun beranjak menuju kamar mandi, meninggalkan Eunbi yang mematung seorang diri. "Apa yang baru saja kulakukan? Aishh, bodoh bodoh bodoh!" Eunbi bergumam sambil memukuli kepalanya sendiri. Ia mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam, tapi ia benar-benar tidak bisa mengingat apapun. Hampir tiga minggu berlalu setelah insiden tersebut, Eunbi kembali pada kehidupannya yang sebelumnya. Sebisa mungkin Eunbi melupakan kejadian itu dan menganggapnya hanya sebuah kecelakaan saat mabuk. Tidak lebih. Eunbi yang saat itu baru saja pulang dari minimarket terduduk lemas di unit apartemennya. Kepalanya mendadak pusing, juga rasa mual yang terus mengganggu akhir-akhir ini. "Huekk," lagi dan lagi Eunbi mengalami mual, dengan gesit ia berlari ke arah toilet. Sama seperti sebelumnya, tak ada apapun yang keluar dari mulutnya tapi rasa mual itu semakin menjadi dari hari ke hari. Setelah membersihkan mulut Eunbi bercermin, ia menatap pantulan dirinya sendiri dengan pikiran melayang entah kemana. Pikirannya kalut saat sebuah pemikiran dari apa yang ia alami muncul tiba-tiba. Eunbi bergegas, ia mengambil kalendar di dekat meja nakas dan meneliti tiap-tiap angka di sana. Nafasnya tercekat begitu ia menyadari sesuatu, sesuatu yang tidak pernah ia harapkan setelah tragedi hari itu. Eunbi sadar jika ia sudah telat datang bulan selama dua minggu. Dan ia baru menyadarinya hari ini.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.0K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
91.8K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.0K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook