bc

Mahkota Berdarah Don Corvus

book_age18+
3
FOLLOW
1K
READ
revenge
contract marriage
HE
arranged marriage
badboy
mafia
heir/heiress
office/work place
like
intro-logo
Blurb

Demi membayar hutang keluarga, Alisa bersedia menjadi istri kontrak Damian Sagara selama 2 tahun. Bukan saja menjadi istri boneka, ia lebih dari sekedar aset berharga.

Berawal dari sangkar emas, Alisa terkejut mengetahui identitas ganda suaminya. Don Corvus. Seorang mafia berdarah dingin yang kejam.

"Kamu hanya milikku, Alisa."

Alisa benci dan merasa di jebak, bukan saja menjadi istri boneka. Ia juga ikut terlibat ke kehidupan kelam sang mafia, penuh dengan darah dan musuh.

chap-preview
Free preview
Bab 1 - Satu milyar
“Pesanan untuk meja nomor enam!” Suara chef di balik lubang servis terdengar serak dan terburu-buru. Ia mendorong nampan aluminium yang masih mengepul, berisi steak dengan saus jamur yang aromanya memenuhi udara. “Segera diantarkan.” Alisa meraih nampan itu dengan cengkeraman kuat, lalu ia melangkah cepat melintasi karpet beludru, kakinya nyaris berlari menuju pojok paling belakang, tempat meja nomor enam berada. Setiap kali ia menyajikan hidangan, matanya berkilau membayangkan Restoran Alisa di masa depan. Impiannya sederhana, memiliki restoran sendiri, penuh kehangatan, dan disajikan dengan cinta. Restoran itu memberinya gaji yang cukup, bukan untuk hidup mewah, melainkan untuk bertahan hidup dan membantu membiayai pengobatan ibunya. Alisa melepas celemeknya. Sambil berjalan menembus malam yang dingin, ia memegang erat amplop berisi upah hariannya. Sebuah sedan hitam besar, yang tampak terlalu mahal dan mengancam untuk parkir di lingkungan perumahan kumuh itu, terparkir di depan pintu rumahnya. Jantung Alisa mencelos. Firasat buruk itu menghantamnya seperti gelombang dingin yang mematikan. Pintu rumahnya terbuka, ada tiga sosok berdiri di sana. Orang bertubuh besar dengan setelan serba hitam adalah pemimpinnya. Alisa melihat wajah ibunya yang pucat ketakutan, dan ada beberapa luka lebam yang diciptakan oleh debt collector. Tasnya terjatuh ke lantai, bergegas menyelamatkan sang ibu. “Lepaskan ibuku!” Alisa terkejut, ia berlari untuk melepaskan cengkraman ibunya dari tangan pria berjas hitam, tatapannya penuh amarah. Bima menyentakkan tangannya, melepaskan Ibu dengan kasar. Ibu terhuyung, terbatuk-batuk parah. Alisa memeluk ibunya, pandangan matanya yang semula hangat kini membeku menjadi es. “Apa yang kalian lakukan pada ibuku? Siapa kalian?” Alisa menuntut, suaranya bergetar antara amarah dan teror. “Kau tidak memberitahu putrimu?” Bima melirik Diana, tersenyum licik melihat lawannya tak berdaya. Ia menjentikkan jari, dan salah satu pengawal maju, melemparkan sebuah amplop putih tebal ke d**a Alisa. “Baca itu!” titahnya. Tangan Alisa gemetar saat ia menarik keluar selembar kertas tebal. Di tengah halaman, tertera angka yang ditulis dengan tinta merah cerah, angkanya begitu fantastis hingga membuat paru-paru Alisa terasa mengempis. “Ini konyol, kami tidak punya hutang sebanyak ini!” Alisa cukup terkejut melihat hutang ayahnya tertulis 1 milyar, ia memandang Diana untuk memberikannya penjelasan. “Maafkan Ibu, Nak. Ibu pikir hutang itu sudah selesai.” Diana menangisi nasibnya, suaminya pergi dengan membawa hutang yang sangat besar. “Itu baru bunganya saja. Anda punya waktu empat puluh delapan jam. Dua hari penuh.” “Darimana aku mendapatkan uang sebanyak itu?” protes Alisa shock, bahkan jika ia meminjam tidak akan ada yang memberikannya. “Itu urusan kalian, aku tidak mau tahu. Ingat, hanya dua hari!” Bima menyeringai, memainkan dua jarinya dihadapan Alisa. “Beri kami tenggang waktu,” ucap Diana menyatukan kedua tangannya, berharap diberi kelonggaran. Bimo tersenyum licik. “Jika kalian tidak mampu bayar, konsekuensinya bahkan lebih besar dari kematian.” Alisa memeluk ibunya, ia mengenal debt collector bernama Bima, yang tak akan segan-segan menyakiti si penghutang hingga babak belur, menyiksanya tanpa ampun, tanpa pandang bulu. Bima dan kedua pengawalnya pergi, meninggalkan rumah Alisa yang sunyi, diselimuti rasa ketakutan yang mencekik. Malam itu, Alisa tidak tidur. Ia duduk di dapur, kertas hutang itu tergeletak di meja, seperti bom waktu. Ibu terus menangis, menjelaskan samar-samar tentang pinjaman lama yang diambil untuk menyelamatkan bisnis ayah sebelum ia meninggal, pinjaman yang ia kira telah dilunasi bertahun-tahun yang lalu. Sekarang, dengan bunga yang menumpuk, jumlahnya telah meledak. “Astaga, bagaimana cara ku membayarnya?” Alisa menghela nafas panjang, ia sudah menghubungi teman dan bahkan bosnya untuk meminjam uang, tetapi nihil. “Karena Ibu, kamu jadi terbebani.” Diana terpaksa merelakan rumah, satu-satunya harapan untuk keluar dari masalah. “Tapi Bu, ini satu-satunya warisan dari ayah.” “Kita tidak punya pilihan lain,” sela Diana berputus asa. Alisa pergi ke bank, menawarkan rumah warisan mereka sebagai jaminan, tetapi pihak bank tertawa dingin. “Nona, dengan gaji sebagai pelayan, dan jaminan yang hanya senilai sepersepuluh dari jumlah ini? Tidak ada pinjaman, apalagi untuk uang sebesar itu.” “Tolonglah!” ucap Alisa memelas, tetapi nihil. Alisa bekerja empat shift sekaligus, dari restoran milik Tio hingga kedai kopi 24 jam. Ia bekerja seperti kesurupan, menumpuk uang receh. Dalam sehari penuh bekerja tanpa henti, ia berhasil mengumpulkan tidak lebih dari satu juta rupiah. Angka itu terasa begitu menyedihkan, hanya seperseribu dari apa yang ia butuhkan.Di tengah malam, kelelahan fisik dan mentalnya mencapai titik didih. “Astaga… aku tidak bisa membayar ini," bisiknya pada dirinya sendiri, rasa dingin memenuhi perutnya. “Dari mana aku bisa mendapatkan uang satu milyar?” Alisa meremas rambutnya, wajahnya ditekuk dengan rasa terpuruk paling dalam. ‘Waktuku hanya tersisa besok,’ batinnya yang ingin sekali berteriak karena tak sanggup untuk membayar, Setengah waktu sudah habis. Ia harus bertindak di luar batas moral dan hukumnya.Ia mengambil ponsel lamanya, yang ia gunakan hanya untuk panggilan darurat. Ia membuka buku telepon dan menggulir ke bawah, melewati nama-nama yang kini terasa asing. “Maafkan aku, bu.” Ia mencari satu nama, nama yang telah dihapus dari ingatannya selama hampir lima tahun. “Ini harapan terakhirku,” lirih Alisa meyakinkan dirinya menghubungi sang mantan pacar. Ibunya selalu melarang berhubungan dengan Bram yang memiliki watak buruk dan licik, bekerja menjadi anggota mafia yang selalu menindas, dan menamainya sebagai racun. Kini, racun mungkin menjadi satu-satunya penawarnya.Alisa menekan nomor itu. Tangannya tidak lagi gemetar, kini tangannya terasa dingin dan mantap. Panggilan pertama tidak terjawab. Panggilan kedua... dijawab. Suara di ujung telepon terdengar serak, dingin, dan waspada. ‘Siapa ini? Bagaimana kau mendapatkan nomor ini?’ Alisa Menarik napas dalam-dalam, mengubur pelayan yang berhati murni itu jauh di dalam. “Alisa. Kamu pasti mengenalku.” Hening sejenak, Alisa menaruh harapan terakhir pada Bram. ‘Alisa? Kau... kenapa menelponku?’ “Aku butuh pekerjaan. Bukan pekerjaan sampingan. Aku butuh pekerjaan gila, Bram. Pekerjaan yang bisa menghasilkan satu miliar dalam dua puluh empat jam.” ‘Terdengar tidak mungkin,’ sahut Bram ragu. “Aku punya kartu akses ke markas besar OmniCore.” Alisa tahu ia telah berbohong tentang kartu akses itu, semua dilakukan karena tidak ada jalan lain. Dia mengenal Bram dengan baik, yang terobsesi dengan data dan teknologi OmniCore. Bram terdengar tertawa, inilah alasan ia menyukai Alisa, hingga hubungan itu hanya bertahan 5 tahun, karena Diana tak menyukainya. Keheningan kembali terjadi. Kali ini, keheningan itu mengandung bobot pengakuan. “Apa ucapanku terdengar gila?” tanya Alisa sekali lagi, tidak ada respon dari Bram membuatnya cemas. ‘Tidak gila. Tapi mengapa kamu membutuhkan uang sebanyak itu?’ “Hutang ayahku sebesar satu milyar, harus lunas besok.” ‘Bertemu denganku, sekarang! Di Dermaga 7, Gudang tua. Jangan bawa ponselmu. Aku akan menunggumu di gerbang.’ “Tidak masalah.” ‘Ingat, untuk memberikanku akses ke markas besar OmniCore!’ “Ya, baiklah.’ Setelah sambungan telepon terputus, Alisa tersenyum melihat ada harapan untuk melunasi semua hutangnya. Ia menatap ke luar jendela, di mana fajar sebentar lagi akan menyingsing. Ia tidak lagi melihat dirinya sebagai pelayan yang jujur. Ia melihat bayangan yang bergerak, siap melakukan apapun. ‘Orang gila mana yang memberiku uang satu milyar?’ pikir Alisa, ia telah menjual jiwanya, menukar moralnya dengan nyawa ibunya. Dia mengambil jaket kulit dan kunci motor bututnya. 48 jam telah menyempit menjadi 20 jam dan Alisa baru saja melangkah keluar dari cahaya, memasuki kegelapan yang ia pilih sendiri. “Akan aku lakukan demi keselamatan ibu,” ucapnya penuh tekad.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
310.7K
bc

Too Late for Regret

read
289.4K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
138.0K
bc

The Lost Pack

read
402.2K
bc

Revenge, served in a black dress

read
147.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook