Suamiku Yang Misterius

Langkah Rhea terhenti di ambang pintu kamar kos kekasihnya. Aroma parfume yang asing langsung menyeruak menusuk hidungnya. Bersamaan dengan pemandangan menyanyat hati di depannya. Kekasihnya – Rean sedang b******u dengan saudara tirinya Rini. Rhea tak pernah menyangka jika harus menyaksikan dengan bola matanya sendiri, kekasihnya b******u dengan Rini – saudara tirinya yang selama ini tak pernah menyukainya. Apa pun yang Rhea miliki selalu saja direbut oleh Rini bahkan ayahnya pun kini lebih sayang pada Rini dari pada dia. Dan sekarang, kekasih yang ia cintai pun kini b******u dengan saudara tirinya. Seketika rasa mual menggelegak di tenggorokannya. Dunianya seakan runtuh melihat pemandangan di hadapannya. Air matanya mengalir tanpa ia sadari dan membuat pandangannya mengabur. “Rhea!” pekik Rean kaget saat menyadari kehadiran Rhea di ambang pintu kamarnya. Tak ingin melihat pemandangan tersebut lebih lama, Rhea memutuskan untuk meninggalkan kos kekasihnya. Ia berlari cukup kencang dan terus berlari tanpa arah. Ia terus berlari hingga beberapa kilo meter. Hingga akhirnya ia sadar. Ia tersesat. Rhea pun menatap sekelilingnya, gelap. Hanya ada cahaya rembulan yang sedikit menyinari pemandangan di sekitarnya. Pohon-pohon besar berjejer dan burung hantu berbunyi menambah kesan mencekam yang ia alami saat ini. Selain hati yang hancur, ia juga merasakan ketakutan yang amat besar saat ini. Air mata yang sejak tadi ia tahan sejak tadi, akhirnya jatuh lebih deras. “Hiskkk ... kenapa aku harus lari ke hutan ini sih!” pekiknya kesal sambil menyeka air matanya yang terus mengalir. Ia segera mengambil ponselnya yang ada di dalam tas selempang yang ia kenakan sejak tadi. Namun, ia semakin ketakutan saat menyadari ponselnya mati. “Kenapa hari ini sangat menyebalkan ...” rutuknya disertai air mata yang terus mengalir sejak tadi. Sesekali kali, ia menyeka air matanya, namun tetap saja air matanya tak henti-hentinya mengalir membuatnya semakin frustasi. “Rhea kau tetap harus tenang,” kata Rhea pada dirinya sendiri. Rhea mencoba mengatur napasnya dan mencoba untuk tetap tenang. “Aku harus mencari jalan keluar,” batin Rhea dan segera berbalik arah. Namun, tepat saat itu juga. Suara tembakan menggema memecah kesunyian malam. Detik berikutnya, ia mendengar suara tubuh terjatuh dari atas tebing lalu disusul oleh suara desiran ombak laut dalam. Saat itulah, Rhea menyadari jika ia telah menjadi saksi sebuah pembunuhan tak jauh dari tempatnya berdiri. Rhea segera bersembunyi sambil mengintip seseorang yang berdiri di pinggir tebing sambil memegang sebuah pistol. Dari pantulan cahaya rembulan, Rhea melihat samar-samar sosok lelaki tersebut sambil memegang pistol, sayangnya ia tak bisa melihat jelas wajah lelaki itu. Ia hanya menyadari jika lelaki itu bertubuh tinggi dan postur bahu yang agak miring. Rhea mulai menyadari jika ia berada dalam bahaya.”Aku harus pergi dari sini,” batinnya. Rhea berlari cukup kencang mencari jalan keluar dari hutan. Yang ada dalam pikirannya saat ini adalah pulang. Ia ingin segera kembali ke rumah. Tanpa Rhea sadari, lelaki yang memegang pistol di pinggir tebing menatap wajahnya sebelum sesaat ia berbalik badan. *** Jam telah menunjukkan pukul sebelas malam saat Rhea kembali ke rumahnya dengan wajah cemas dan ketakutan. Rhea langsung masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya dari dalam. Ia merosotkan tubuhnya di ambang pintu dengan tubuh gemetar ketakutan. Pak Budiman – Ayah kandung Rhea yang kebetulan sedang menonton Tv bersama istri kedua dan Rini, menyadari keanehan pada putrinya. Ia segera bangkit dan mendekati pintu kamar Rhea. “Rhea? Kau dari mana saja? Kenapa baru pulang sekarang?” Tak ada jawaban dari dalam kamar membuat sang ayah semakin cemas. Bagaimana pun juga Rhea adalah putri kandungnya. “Rhea buka pintunya? Ayah mau bicara!” pekik Pak Budiman mencoba membujuk putrinya untuk keluar. “Maaf, ayah. Aku lelah. Aku mau tidur,” jawab Rhea dari dalam kamar tanpa membuka pintu kamarnya. Setelah mendengar suara Rhea, membuat rasa cemas Pak Budiman berkurang. “Baiklah. Kita bicarakan besok pagi,” kata lelaki paruh baya itu sebelum kembali ke ruang tamu untuk menonton dengan istri dan anak tirinya. Sedangkan di dalam kamar, Rhea memeluk kedua lututnya masih dengan tubuh gemetar takut. Air matanya tak henti-hentinya mengalir. Membayangkan kejadian yang ia alami tadi membuatnya sangat trauma dan ketakutan. Dan malam itu, Rhea tak bisa tidur karena memikirkan kejadian di pinggir tebing yang ada di hutan belakang kos kekasihnya – Rean. Ke eso kan harinya, Pak Budiman yang merasa khawatir dengan putri kandungnya mencoba membujuk Rhea untuk bicara. “Sebenarnya apa yang terjadi semalam? Kenapa kau pulang telat?” tanya lelaki paruh baya itu dengan nada lembut. Namun, Rhea enggan untuk membuka mulut. Ia takut, takut akan apa yang akan terjadi jika ia membuka mulut. Ketakutan yang sangat besar membuatnya bungkam dan tak bisa berkata apa-apa. *** Satu bulan kemudian. Rhea masih dihantui rasa ketakutan yang amat besar. Membuatnya menghindari siapa pun dan menarik diri dari dunia luar. Bahkan Rean pun tak pernah temui lagi. Rhea lebih memilih mengurung diri di kamar ketimbang keluar. Kemudian, dua berita yang mengejutkannya membuatnya seakan tertampar. Ayahnya menjodohkannya dengan seorang lelaki bernama Ethan. Seorang CEO dari Star Up – sebuah perusahaan yang akhir-akhir ini berkembang pesat di Indonesia. Dan di hari yang sama, kenyataan pahit kembali menamparnya. Kekasihnya telah menghamili Rini dan mengharuskan keduanya untuk segera menikah.