bc

Sesal

book_age18+
5.7K
FOLLOW
42.2K
READ
possessive
family
arranged marriage
dominant
CEO
boss
drama
bxg
others
affair
like
intro-logo
Blurb

Pernikahan yang Lucy Sesyandra jalani ternyata menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Kini Lucy sadar, melakukan sesuatu dengan terburu-buru tanpa pemikiran yang tepat disertai dengan ego yang tinggi ternyata tidak lah berakhir baik.

Lucy dikhianati oleh suami yang dinikahinya dan oleh adik kandungnya sendiri. Serta terjebak bersama teman suaminya hingga kehamilan yang tak mampu ia cegah.

Pria itu, Tian. Teman dari mantan suaminya yang telah menghancurkan hidup seorang Lucy Sesyandra. Lucy benci pria itu. Harusnya pria itu bisa mencegah malam itu. Tidak merenggut kesuciannya saat ia mabuk! Tapi apa? Pria itu menyentuhnya. Meladeni ketidaksadarannya. Bahkan melakukan lebih dari satu kali terhadapnya.

Tempat baru dan orang baru. Membuatnya sadar akan kejamnya dunia yang ia pijaki. Penuh sandiwara dan kepura-puraan. Lucy jadi menyesal dilahirkan di dunia ini. Terlalu berat ujian yang harus ia hadapi dan tempuh. Entah sampai kapan? Berhakkah seorang Lucy Sesyandra akan kebahagiaan? sepertinya, Tidak. Karena disaat ia sudah mulai menerima, kenyataan pahit merenggutnya. Lagi, ia kehilangan.

Cover di buat oleh : ** Trou.file

chap-preview
Free preview
Satu
Hari ini hakim telah menentukan keputusannya. Palu hakim telah diketuk, Lucy resmi bercerai. Keputusan yang berat memang, melepas orang yang sejujurnya masih ada dan melekat di hati. Namun, ia tidak bisa membantah keinginan orang tuanya. Bagaimana pun dirinya, melihat orang tua memohon padanya agar bercerai saja dengan suaminya mau tidak mau ia harus menuruti. Seperti manusia tanpa raga. Layaknya boneka yang sedang dipermainkan. Ia hanya bisa menurut. Menyakitkan, iya. Apalagi ditambah ketidakhadiran sama sekali di setiap sidang oleh suaminya. Yang ia sendiri tahu, ketidakhadiran itu pasti murni kesengajaan. Lebih menyakitkan lagi tanpa orang tuanya sadari, ia tahu bagaimana sibuknya kedua orang tuanya mencari keberadaan orang yang paling ia benci, orang yang telah menghancurkan hidupnya, walau mereka melakukan secara diam-diam disela menemaninya menjalani sidang. Jiwanya semakin terguncang. Untungnya ia tidak sendiri. "Kita pulang." Mendongakkan kepala, Lucy menatap lelaki yang selalu ikut menemani dirinya, mendukungnya tanpa menyakitinya. Sebagai jawaban ‘iya’ menganggukkan kepala. Pria itu lantas menjulurkan tangannya, menunggu ia menyambut kemudian menggandengnya menuju mobil. Selama perjalanan Lucy memilih diam, beruntung pria di sampingnya tidak menuntut sebuah obrolan. Tanpa sengaja matanya menangkap sepasang kekasih yang saling bergenggam tangan dan tertawa ria. Pria itu begitu menjaga kekasihnya, terlihat sekali dengan pelukan posesif yang pria itu lakukan terhadap wanitanya saat sang wanita hampir jatuh kemudian memeluknya erat. Hanya hal kecil, tapi mampu membuatnya iri. Pria yang ia inginkan nyatanya hanya mimpi untuknya. Mimpi yang tak ‘kan pernah menjadi kenyataan. Mungkin pria itu, kini tengah bersorak karena telah bebas darinya. Parahnya lagi, pernikahan. Ya, pria itu pasti akan langsung mengadakan pernikahan dengan wanita itu. teganya mereka menari diatas penderitaan yang ia alami. *** "Papa baca apa?" "Ini majalah bisnis. Papa kagum dengan pria ini. Kau mau lihat.” "Darrel Calderon. Namanya bagus." "Orangnya?" Dengan memperbaiki kacamatanya yang sedikit jatuh, anak yang memanggilnya Papa itu berkata, "Tampan.” "Kau suka?" "Teman Lucy banyak yang suka." "Oh ya?" "Ya, mereka sering membicarakannya. Termasuk Bianca juga.” "Dia pantas sih jadi pembicaraan banyak orang. Dia hebat di usianya. Membangun perusahaan yang orang tuanya tinggalkan semakin bersinar. Papa beruntung bisa kerjasama dengannya. Dari awal Papa yakin dia pria yang hebat dalam berbisnis.” "Jadi tanpa pikir panjang Papa bersedia berkerjasama dengannya?" "Ya, padahal dulu perusahaannya tidak sebanding dengan perusahaan kita.” "Papa Bianca juga bekerja sama dengannya.” "Ya, Papa merekomendasikan perusahaan pria ini ke Papa nya Bianca. Jika ada ajakan kerjasama, terima saja. Sekarang terbukti kan?" "Oh begitu?" Lucy mengangguk-anggukkan kepalanya. "Pantas saja Bianca sering membicarakannya di kampus.” "Kalian satu kampus? Papa baru tahu." "Y-ya," gugup Lucy. Walau satu kampus. Mereka tidak sedekat dulu. Sedekat di masa taman kanak-kanak. Semuanya berubah semenjak di sekolah dasar. "Wah, Papa bisa kalah kalau perusahaan Darrel dan Papa Bianca jadi satu.” "Maksud Papa?" "Perusahaan Papa nanti kalah besar dengan perusahaan Papa Bianca, kalau-kalau Bianca menikahi Darrel.” Anak itu, Lucy. Tertawa mendengar ucapan Papanya. "Kau tidak suka?" "Suka siapa?" "Pria ini?" tunjuk Papa Lucy pada majalah yang terpampang foto seorang pengusaha muda 'Darrel Calderon'. "Suka.” "Benarkah?" "Iya.” Lucy tersenyum, sekali ia perbaiki kacamatanya. "Lucy suka kerja keras dan kesuksesannya." "Ti--tidak orangnya?" "No, Papa!" lantang Lucy. "Lucy suka kerja kerasnya. Itu yang akan Lucy contoh. Makanya Papa turutin permintaan Lucy, bangunkan Lucy butik ya?" Papa Lucy memutar bola matanya, rasa senang mendengar anaknya menyukai pria yang menjadi kandidat kuat calon menantunya sirna sudah. "Lucy mohon Papa." "Baiklah.” "Yeay! Terimakasih Papa!" *** "Mau makan?" Sentuhan di tangan mampu mengembalikan Lucy ke dunia nyata, "Kau melamun lagi.” Lucy menunduk dengan satu tangan mencengkram erat sabuk pengaman. “Maaf,” lirihnya pelan. "Lucy, aku tahu ini berat bagimu. Tapi tidak seharusnya kau terus begini. Melamun dan menangisi orang yang tidak pernah memikirkanmu sama sekali itu percuma. Apalagi kenyataannya sekarang, dia bukan milikmu lagi.” Lucy diam, perkataan Gery benar. Ia tidak menampik. Meski begitu, baginya ini tidak mudah. Tidak semudah orang lain berbicara untuk lupakan saja. Ia telah dikhianati oleh orang terdekatnya. Adiknya sendiri dan suaminya. Bagaimana bisa mudah lupa? Jika orang yang telah mengkhianati merupakan bagian dari hidupmu. Lahir dari rahim yang sama dan bertahun-tahun hidup di tempat yang sama. Bisa? Memang bisa? Tidak. "Kau terlalu berharga untuk disakiti. Aku percaya kau wanita yang kuat,” lanjut Gery sembari menyetir ia menggenggam erat tangan Lucy. "Kau kuat, kau hebat, dan kau harus bangkit.” "Lucy.” Gery menghadap Lucy saat mereka berhenti di lampu merah, mengarahkan kepala wanita itu agar menghadap kearahnya, tidak lagi menunduk dan menangis dalam diam. Gery lalu menghapus airmata Lucy dan menatap Lucy penuh keyakinan. "Kau tidak sendiri. Aku bersamamu. Aku akan membantumu melupakan mimpi burukmu.” *** Lucy menolak ajakan Gery untuk makan bersama. Ia ingin sendiri. Namun sepertinya, harus tertunda. Para pencari berita itu tidak pernah berhenti mengusiknya. Selalu ada di mana pun ia berada, "Mereka lagi. Di pengadilan orang-orangku sudah mengusir mereka. Nyatanya mereka tak kenal lelah." Lucy tak menanggapi, ia hanya bersandar dan menutup kedua matanya. "Hotel tempatku menginap. Satu-satunya tempat yang aman untukmu. Kita kesana saja. Biar nanti orang tuamu menyusul, kita langsung ke London.” Lucy menghempaskan tubuhnya kesandaran kursi dengan kepala mendongak ke atas, sementara Gery menjalankan kembali mobilnya sebelum para pencari berita itu mengetahui kehadiran mereka berdua. "Mereka tidak akan pergi. Mereka pasti mencari wanita itu. Kepedulian mereka padaku hanya omong kosong. Ck, miris sekali.” Ada kegetiran dalam nada bicara Lucy, Gery pun menyadarinya. "Lucy--" Belum sempat melanjutkan ucapannya, ponsel Gery bergetar. Ada pesan masuk. Gery, tante dan om tidak bisa ikut kalian kembali ke London, ada urusan yang tante dan om tidak bisa tinggalkan. Kami titip Lucy, ya. Jaga dia buat kami. "Ibumu mengirim pesan. Mereka masih ada urusan disini. Kita akan kembali ke London malam ini, berdua." "Sudah kuduga," singkat Lucy. Ia lalu menatap pemandangan luar jendela. "Aku ingin pergi ke rumah lamaku, kau tidak keberatan ikut denganku?" Setelah keheningan melanda, Gery mulai buka suara. Meski tak mendapat jawaban apapun, Gery tetap melajukan kendaraannya ke arah rumahnya terdahulu. Rumah yang sama sekali tidak pernah ia pijaki hampir 22 tahun yang lalu. Setiap urusan bisnis ke Indonesia, ia memilih menginap di hotel. Setahun bisa dua sampai tiga kali ia ke negara kelahirannya. Bisa juga tidak pernah sama sekali. Tergantung klient. Entah kenapa ia ingin kembali ke sana. Walau ia hanya tinggal selama enam di sana, ia rindu juga. Di rumah itu, ia bertemu seseorang yang harus dipanggilnya adik. Ia rindu adiknya itu. Tapi larangan Mamanya, mencegah dirinya bertemu sang adik. Sejak lima tahun yang lalu. Sejak hari itu. Hari yang ia sesali sampai detik ini. . . . TBC Hai, kita berjumpa lagi.. ? Selamat datang dikisah Lucy dan Tian ya.. Jangan lupa tekan ♥️ supaya jumpa aku terus ? Terimakasih..

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook