bc

Another Way To Love

book_age18+
5
FOLLOW
1K
READ
love-triangle
sex
family
escape while being pregnant
mate
dare to love and hate
drama
mxb
high-tech world
engineer
like
intro-logo
Blurb

Menyayangi tak harus memberikan alasan tapi harus memilih jalan untuk menyalurkan rasa kasih sayang itu.

Ini Davina yang memilih mengorbankan dirinya membantu Tasya, kabur, ditemukan, bertengkar, dan berakhir dengan penyesalan.

Short story 'bout love.

❤️

chap-preview
Free preview
Satu
Pagi ini, Davina memulai harinya seperti biasa. Hari yang cerah, senyum menawan, dan restu Ibunya. 3 hal yang membuat Davina begitu semangat untuk bekerja. Vina, panggilannya. Anak kedua dari 3 bersaudara yang kini berusia 26 tahun. "Pagi, mom" "Pagi sayang, kopimu" Radea, ibunya telah menyiapkan kopi seperti biasa. "Terima kasih, mom. Habiskan sarapanmu Rua, kakak tidak akan menunggumu jika kau terlalu lama" Rua, adik laki-lakinya hanya menggerutu sambil menghabiskan sarapan dengan cepat. "Nasi goreng Ibu sangat enak, Vin" Kebiasaan Vina tak pernah sarapan pagi, karena itu Rein menggoda adiknya. Siapa yang tau kalau Vina tiba-tiba ingin makan, iya kan. Namun sia-sia, Vina tak menanggapi ocehan kakaknya. "Vina berangkat, mom" katanya, menyeruput kopi paginya dan segera berpamitan dengan Radea. "Hati-hati sayang, jangan ngebut ya bawa motornya" Radea mengantar kedua anaknya sampai di depan pintu. Kebiasaan yang tak pernah lepas, setiap ada yg akan keluar rumah, si tuan rumah akan mengantarkan. "Siap Capt" Vina naik ke atas motor, tentu saja Rua yg akan mengendarainya. Rua sudah kelas 3 SMA, tubuhnya sudah tinggi mana mau Vina yang membawa motor. Setelah mengatar Rua, Vina segera bergegas mengendarai motornya ke kantor. Vina bekerja sebagai akuntan di perusahaan yang bergerak di bidang kebutuhan rumah tangga. Sudah 3 tahun ini dia meniti karir di perusahaan tersebut. "Vin, kau di panggil manager" Kaira, teman satu devisi memberitahunya. "Oke, thanks Ra. Gue ketemu bos dulu" Vina bergegas menemui managernya, Luthfi Farizal orang paling perfectionist yang pernah ia kenal. Setelah mengetuk pintu ruangan Luthfi, Vina masuk disambut dengan delikkan tajam. Apa yg terjadi? batin Vina bersuara takut. "Kau tau Vin?" Suaranya datar, namun syarat akan ancaman. "Ada apa pak?" Tanya Vina. Dia meyakinkan dirinya agar tetap tenang. "Kau membuatku ingin marah!" Luthfi menghembuskan nafas kesal kemudian meraup wajahnya dengan kasar. "Saya.. kenapa?" Tanyanya ragu. "Duduk dulu!" Vina menurut saja, masih bersikap tenang. Dalam hatinya dia mengucap istighfar berkali-kali. "Kinerjamu sangat bagus 3 tahun ini, sayangnya saya tidak bisa berbuat apa-apa" "Maksudnya?" Vina sangat penasaran, apa yg membuat manager keuangannya ini sangat bertele-tele. Informasi buruk apa yang membuat mood mangernya menjadi buruk dan akan berimbas kepadanya. "Kau dimutasi ke cabang pusat di Jakarta" kata Luthfi kesal. Vina bingung, ini maksudnya bagaimana? "Tim audit melihat track record kerjamu di sini bagus dan mereka meminta bos kita mengizinkanmu mutasi ke pusat. Kau senang kan?" "Huh.. tapi saya kecewa. Saya harus kehilangan karyawan kepercayaan saya dan lagi nanti siapa yg akan menggantikanmu.. saya pusing.." panjang lebar Luthfi menjelaskan kegelisahannya sedari tadi. "Kita teman dari SMA Vin, rasanya berpisah dengan kamu itu sulit" Luthfi bangkit dari kursinya dan memeluk Vina. Mereka sahabat sejak di bangku SMA, kuliah bersama, dan bekerja di tempat yang sama. Sudah menjadi cita-cita mereka sejak dulu untuk saling supprot dan hidup bersama sebagai teman dekat. Tak perlu di pungkiri Luthfi sangat mencintai Vina sejak dulu dan kini mereka akan dipisahkan jarak. Rasanya sangat tidak adil, kenapa Luthfi harus dipisahkan dari Vina. "Kita ini atasan dan bawahan, ini di kantor pak Luthfi" Vina berkata tenang, tak ingin melepas pelukan sahabat baiknya ini. Vina merasa ini kesempatan berkarir yg bagus. Luthfi sudah naik jadi manager sedangkan dirinya hanya karyawan biasa, rasa irinya sangat meronta untuk segera menyetujui mutasi ini. "Aku tau. 2 bulan lalu aku sudah mengusahakan untuk membuatmu bertahan disini, tapi kali ini tidak bisa lagi" "Kau gila!! Ini kesempatan gue buat jadi lebih tinggi bang. Lo kok gitu sih ke gue" Vina mulai kesal, ternyata sudah sejak 2 bulan lalu harusnya mutasi ini ada, tapi Luthfi menghalangi hal itu. Vina tak habis pikir dengan apa yang dilakukan Luthfi. Vina memukul kepala Luthfi dengan berani. "Akh, sakit" keluh Luthfi. "Lo ini nggak mau mendukung gue maju, bang?" Vina melepas pelukan Luthfi dengan paksa dan meninggalkan ruangan atasannya itu dengan emosi yang memenuhi rongga dadanya. "Benar-benar!!" sepanjang jalan Vina menggerutu. Bukannya ini hari yg cerah dan bagus? Kenapa harus di bumbui rasa kesal oleh seorang Luthfi Farizal. Menyebalkan sekali, pikir Vina. "Vina.. Vin.." Vina menoleh. Astrid menghampirinya. "Ada yang nyari elo" "Siapa?" "Dia di sana" Astrid menunjuk ruang tamu perusahaan. Tadinya Vina akan pergi ke kantin membeli secangkir kopi untuk menghilangkan rasa kesalnya. Astrid membawa Vina menemui seseorang yang sangat Vina kenal dengan baik. "Tasya?" "Vina!" Tasya menangis sambil memeluk Vina dengan erat. "Gue tinggal ya... Fyi dia udah nangis dari tadi" Astrid berbicara lirih pada Vina. "Oke, thanks Astrid" Vina tak tau apa yang menyebabkan sahabatnya satu ini menangis sesenggukan sekarang. "Kau kenapa Sya?" Tanya Vina lembut. Sepertinya sahabatnya ini mengalami masalah yang berat. "Vin.. hiks.. Vina..hiks.." Tasya tak mampu berkata-kata. Dia terus menangis. "Menangislah" Vina memeluk Tasya dengan sayang. 30 menit kemudian, Tasya mulai tenang. "Minum dulu" Tasya memberikan air mineral yang selalu tersedia di ruang tamu perusahaan. "Terima kasih" Tasya menerimanya dan segera meminumnya hingga tandas setengah botol. "Vin..." "Ya" "Vin.." "Ada apa Sya?" "Gue.." "Lo?" Tanya Vina penasaran. "Gu..gu..gue.." "Ya?" Vina masih sabar menunggu meskipun rasanya dia sangat penasaran setengah mati. "Sebenarnya gue.." Tasya melirik Vina karena tak mendapat jawaban apapun dari sahabatnya itu. Vina hanya menatap Tasya dengan wajah datar. Menunggu apa yang ingin dikatakan oleh Tasya, tanpa ingin menyela ataupun menanggapi panggilan Tasya seperti sebelumnya. "Vin.." Vina masih diam, memperhatikan sikap Tasya yang begitu ketakutan. "Vin.." "Hm.." "Vin gue.." "Hm.." "Gue mau ngomong.." "Dari tadi juga Lo udah ngomong" rasanya Vina ingin sekali membenturkan kepalanya saat ini. Ternyata dirinya bisa sesabar ini menjadi manusia untuk menghadai Tasya yang polos. "Gue.." "Ya" "Gue.." Tasya meminum kembali air mineralnya hingga tandas. "Demi Tuhan, gue masih sabar Sya" "Gue.. ha..mil" cicitnya amat sangat lirih. Namun Vina mampu menangkap sempurna informasi tersebut. "Siapa?" Tanya Vina mengubah ekspresinya menjadi datar. "A..apa?" Tasya begitu gugup mendapati tatapan tajam menusuk dari Vina. "Bapaknya?" Suara Vina tertahan, dalam pikirannya dia mengeram marah. "Dia.." Tasya menutup wajahnya dan mulai menangis dalam diam. Air matanya mengalir deras. "Dia siapa?" "Bang L" "b*****t!" Vina langsung meremas roknya dengan kuat. Buku-buku kukunya memutih, emosinya sampai pada puncaknya. "Vin.. hiks.. hiks..." Tasya ketakutan setengah mati melihat reaksi Vina. "Dia jadi pengecut atau tidak?" Tanya Vina menekan seluruh emosinya. Matanya memerah dan air mata langsung menetes tanpa bisa ia tahan. Kekecewaan yang sangat jelas terlihat di wajah Vina. "Bang L nggak mau tanggung jawab dan.. hiks.. dia.. hiks.. dia.. hiks minta gue hiks.. gu..gurin.. hiks bayi ini" setelah mengatakan itu Tasya pingsan, Vina panik. "Tolong! Tolong!" Teriak Vina. "Vina? Ada apa?" Luthfi yang tadinya akan keluar makan siang, langsung menghampiri Vina begitu mendengar teriakan gadisnya. "Tasya, kenapa dia?" Luthfi panik melihat Tasya pingsan. "b*****t, darah!" Vina menatap horor bagian bawah Tasya. "Vin, Lo?" Luthfi sangat terkejut, pasalnya seorang Vina tak pernah berkata kasar selama ini. Gadisnya itu lemah lembut meskipun terlihat sangat cuek. Luthfi merasa sangat asing dengan tatapan Vina padanya saat ini. Amarah Vina yang baru pertama kali ia temuai. Seumur mereka bersahabat, Vina adalah orang yang tenang dan bisa mengontrol emosinya, kecuali beberapa moment gadisnya suka menggerutu tapi itu hanya di depannya saja. "Bawa dia bang!" Teriak Vina menyadarkan Luthfi kembali. Luthfi mengendong Tasya, membawanya ke rumah sakit. Tasya masuk ke ruang IGD. Baik Luthfi maupun Vina tak ada yang membuka suara. Pertemuan terakhir mereka sebelumnya tak berakhir baik karena Luthfi berusaha menghalangi mutasi karir Vina, hingga membuat Luthfi tak enak hati. Berbalik dengan Vina, dia sangat tertekan. Tasya sahabatnya sangat baik dan polos, kenapa bisa terjadi hal seperti ini? Bang L, laki-laki itu sangat keterlaluan. Kalau tidak ingin bertanggungjawab kenapa harus berbuat. Jadi selama ini lelaki baik itu adalah seorang pengecut ulung. "Gue ke toilet dulu bang" pamit Vina. 1 jam Vina baru kembali, dia menjernihkan pikirannya. Tasya sudah dipindahkan ke ruang rawat. Vina akan masuk ke ruang rawat, namun dia berhenti begitu mendengarkan percakapan 2 sahabat dekatnya. "Nggak mau bang" Tasya terisak pelan sambil membekap mulutnya. "Kau harus!" Luthfi meninggikan suaranya. "Nggak mau bang!" "Gue nggak akan tanggung jawab. Itu bukan anak gue!" "Bang.. hiks.. ini.. anak Abang" "Lo udah tidur sama banyak laki-laki. Gue yakin itu bukan anak gue!" "Bang..hiks.. ini.. anak.. Abang.. gue.. bisa jamin" "Nggak! Lo murahan. Itu pasti bukan anak gue!" Vina membekap mulutnya, Setega itukah seorang Luthfi. Dia benar-benar tidak menyangka. "Bang.. hiks.." "Gugurin aja daripada bikin masalah!" "Bang?!" Tasya berteriak tak terima. "Gue nggak mau tau, gugurin besok!" Luhtfi meninggalkan ruang rawat Tasya. Tasya menangis histeris. Vina bersembunyi dibalik tembok. Dia ingin menangis tapi kali ini air matanya tak mau keluar. Seorang Lutfhi yang selalu mengakui rasa cintanya pada Vina ternyata tak lebih dari seorang laki-laki pengecut. Tasya keluar kamar berusaha mengejar Luthfi. Infus yang tadinya terpasang sudah tidak ada lagi. Darah menetes dari tangannya. Vina yang terkejut melihat Tasya limbung, langsung berlari menahan Tasya yang jatuh terduduk di depan pintu kamar rawatnya. "Vina.. hiks... Vin.. hiks.." Tasya memeluk Vina erat. Vina mengusap punggung Tasya, menenangkan. "Vina!!" Teriaknya miris. "Ssstt... Tenanglah Sya, kasian anak Lo" Suster yang kebetulan lewat langsung membantu Tasya kembali ke ruang rawatnya. Tasya diam sejak tadi, air matanya tak bisa berhenti keluar. Vina menatap sahabatnya iba. Sungguh hatinya lebih sakit melihat semua ini. Laki-laki itu sungguh b******k. Vina mendekati Tasya, "Gue janji, akan melindungi elo dan anak Lo" tekad Vina sudah bulat sejak dia tau bang Luthfilah yang menghamili sahabatnya. Siang menjadi malam, tanpa rencana yang pasti Vina memutuskan sebuah ide gila. Keluarganya sangat tidak setuju untuk melepaskan Vina, tapi melihat kondisi Tasya yang sangat memprihatikan membuat mereka memberikan izin atas keputusan Vina. Dari Jogja Vina memboyong Tasya ke pulau Dewata, Bali. Malam itu juga Vina mengirim surat pengunduran dirinya melalui email ke staf HRD dan atasannya, Luthfi Farizal. Laki-laki b******k yg saat ini sangat Vina benci setengah mati karena sikap pengecutnya. Tak sekalipun Vina memiliki perasaan pada laki-laki yg telah menjadi sahabatnya selama 11 tahun itu. Dia menganggap Luthfi adalah sosok kakak pelindung yg sama sepeti Rein, tapi hari ini semuanya musnah seperti debu yang siap tertiup angin untuk jauh pergi. Vina menatap Tasya dengan senyum bahagia. Dia akan memiliki keponakan sebentar lagi, dari sahabat baiknya Tasya. Membayangkan hidupnya akan ramai dengan suara bayi membuatnya tak berhenti tersenyum. Hari ini mereka tinggal di hotel. Kepergian mendadak semalam, membuat Vina tak memiliki tujuan jelas di pulau Dewata ini. Vina memesan paket sarapan melalui layanan kamar. Setelah sarapan datang, Vina bergegas pergi. Mencari pekerjaan dan rumah kontrakan, itu yang saat ini Vina lakukan. Puluhan kali ponselnya berbunyi, Tasya menghubunginya. Tak satupun dia angkat. Vina hanya memberikan pesan singkat bahwa Tasya harus sehat, jangan stress dan Vina akan kembali sore nanti setelah dapat kontrakan untuk mereka tinggali. Pukul 5 Vina mendatangi sebuah rumah yang akan dia tempati. "Bagaimana mbak?" Tanya pak Made, pemilik kontrakan yang tak sengaja ia jumpai ketika luntang lantung di jalanan mencari pekerjaan dan rumah kontrakan. Pak Made seorang tour guide, ketika orang asing melintas beliau sangat ramah menjelaskan seluk beluk Denpasar pada Vina. Saat itu juga Vina menanyakan lokasi kontrakan terdekat dan langsung diberitahu bahwa pak Made usaha sampingannya sebagai pengusaha kontrakan sederhana. Rumahnya sangat nyaman dan bersih. "Bagaimana mbak, rumahnya saya rawat terus. Ini bersih" ibu Ratna, istri pak Made bertanya dengan logat khas Bali. "Iya buk, saya ambil kontrakan ini" kata Vina. Vina kembali ke hotel pukul 7 malam, siang tadi ia sudah meminta Tasya memesan makanan di hotel dan malam ini ia membawa nasi goreng bumbu Bali dibeli di dekat rumah kontrakannya. Vina mengetuk pintu kamarnya. Tasya menyambutnya dengan mata berkaca-kaca dan langsung memeluk Vina dengan tangisan kerasnya. "Sya..ada apa?" Tanya Vina panik. "Bang L, nyari kita. Dia ngancem akan nemuin kita secepatnya dan akan bunuh Bayi gue karena.. hiks.. karena.." tangisan Tasya semakin keras. "Apa?" "Maafin gue Vin hiks.. maaf.." "Kenapa Lo minta maaf?" "Bang L ternyata cinta sama Lo. Gue.. gue.. gak.. tau.." Davina terdiam, semua orang dikantor sudah tau Luthfi memiliki perasaan pada Vina. Tapi kenapa sahabatnya ini sampai tidak tau? "Lo gak tau?" Raut wajah Vina berubah datar. Tiba-tiba perasaanya kebas. "Gue pikir.. hiks.. itu nggak bener. Gue sayang sama bang L dari kita kuliah.. hiks.. Lo.. bilang... Lo gak suka sama dia jadi gue percaya sama lo" Tasya menatapnya seolah meminta jawaban. Sudah pasti Vina akan menjawab dia tidak memiliki perasaan semacam itu. Tapi kenapa Tasya begitu bodoh dan kelewatan polos sampai tidak tau isu kedekatannya dengan Luthfi. Hal itu membuatnya sampai pada titik, meragukan pertemanan mereka. Tiba-tiba terbesit kata-kata Luthfi bahwa Tasya adalah w************n dan telah ditiduri banyak pria? Apa bener Tasya yang sepolos dan sebodoh ini melakukan itu? Jangan-jangan benar anak itu bukan anaknya bang Luthfi? Tatapan Vina mengarah pada perut Tasya. Apakah yang Vina lakukan ini benar? Kenapa hati kecilnya mulai ragu? "Lo nggak jawab gue Vin?" Vina kembali ke alam sadarnya. "Apa?" "Lo suka sama bang L?" Tanya Tasya penuh selidik. "Lo udah tau jawabannya" Vina memeluk Tasya, berusaha mengenyahkan pikiran buruk tentang Tasya dan seluruh ucapan buruk yang Luthfi katakan tempo hari di rumah sakit. .end-- Sincerely, Tania ?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.6K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook