bc

Andini

book_age16+
400
FOLLOW
1.0K
READ
family
goodgirl
student
sweet
no-couple
others
self discover
school
naive
shy
like
intro-logo
Blurb

Andini Pradipta adalah siswa baru di sekolah menengah pertama swasta Harapan Bunda. Sekolah yang baru, teman-teman yang baru, dan lingkungan yang baru, sedikit membuat Andini merasa tidak nyaman. Andini bertemu Teresa Shalom dan Christine Larasati dan segera akrab dengan mereka. Namun, karena Teresa membocorkan rahasia kecil Andini yang menyukai Nicholas Diego, kakak kelas mereka. Andini yang kecewa dengan Teresa pun akhirnya jadi menjauhi Teresa. Karena sudah tidak berteman dekat dengan Teresa, Andini kemudian mengenal Hilda Ikhsan dan Christi Pradata. Karena kedua teman barunya suka membaca komik, Andini pun menjadi dekat dengan mereka, namun Andini paling dekat dan akrab dengan Hilda.

Di kelas dua ini, tiba-tiba nilai pelajaran Andini menurun. Hal itu tentu saja membuat ayahnya, Leon Pradipta, marah besar.

Apa yang terjadi pada Andini?

Apa Andini akan menjauhi hal favoritnya, komik, karena nilai-nilai mata pelajarannya menurun?

Apakah akhirnya Andini bisa lulus dengan nilai bagus dan membuat Leon bangga?

Apakah Andini akan berhasil masuk ke sekolah pilihan Leon?

Cover: CANVA.

chap-preview
Free preview
SEKOLAH DASAR
Andini dan kedua temannya di Sekolah Dasar Swasta Raga Perwira sedang mempersiapkan pertunjukan untuk acara kelulusan mereka nanti. Ketua kelas enam di SD Raga Prawira bernama Yiren juga adalah ketua dari geng anak-anak perempuan di kelas enam. Pertunjukan tari modern adalah ide yang diberikan Yiren. Tari modern atau sering disebut dengan modern dance adalah salah satu jenis tari yang belakangan ini sedang menjadi tren di semua kalangan, terutama kalangan anak-anak remaja. Karena ide Yiren itulah, hari ini Andini dan sahabatnya Marina, berada di rumah teman Yiren yang bernama Nadine. Nadine katanya akan membantu koreografi tari yang akan mereka tunjukan saat acara kelulusan nanti. Andini duduk bersebelahan dengan Marina di ruang tamu rumah Nadine, menunggu Nadine dan Yiren yang sedang berunding mengenai koreografi tari modern mereka. Andini menatap Yiren yang sedang berunding dengan Nadine di sisi lain ruangan dan mau tak mau dirinya merasa takjub dengan Yiren yang nyaris serba bisa. Di sekolah pun Yiren terkenal karena dia satu-satu murid Sekolah Dasar Raga Prawira yang paling pintar berbahasa inggris. Selain pintar berbahasa inggris, nilai pelajaran Yiren pun termasuk peringkat sepuluh besar. Mungkin karena berprestasi sebanyak itulah Yiren pun tanpa kata diangkat menjadi ketua geng anak perempuan di kelasnya. Walau pun merasa sedikit rendah diri berada di sekitar Yiren, tetapi Andini tetap mengikuti Yiren seperti anak-anak lain, karena Andini berpikir berada di dekat Yiren juga akan membuatnya populer diantara para guru. Sebagai anak yang berprestasi, tentu saja Yiren sangat terkenal diantara para guru, bahkan Yiren adalah nama pertama yang disebut saat ada yang menyinggung kelas enam. Karena fakta itu Andini berpikir tidak masalah jika anak-anak disekitar Yiren, terumata Mikayla, suka menyuruh Andini untuk membelikan atau melakukan sesuatu. Memang benar, karena berteman dekat dengan Yiren, Andini juga jadi dikenal dikalangan para guru. Selain itu, prestasi Andini juga sedikit mengalami peningkatan, karena sering belajar bersama Yiren, yang saat itu mempunyai guru les mata pelajaran yang datang hampir setiap hari ke rumah Yiren. Nilai Andini yang membaik bahkan pada saat ujian akhir sekolah tentu membuat ayahnya, Leon Pradipta senang bukan main. Leon bahkan tidak segan memberikan izin jika Andini sudah menyebutkan nama Yiren. Karena hal itulah, Andini bahkan diizinkan pergi bersama Yiren saat ini. “Lama ya mereka,” keluh Marina. Andini mengangguk setuju. Karena selain mereka berdua sudah mulai bosan menunggu, cuaca hari ini juga sangat panas sehingga mereka yang saat ini sedang duduk menunggu di ruang tamu menjadi bercucuran keringat. “Baju aku udah hampir basah kuyup karena keringat nih. Bau keringat banget deh aku.” “Aku juga! Baju aku juga udah basah nih punggungnya,” Andini memutar badannya sedikit dan menunjukkan punggungnya yang sudah basah oleh keringat pada Marina. “Aku juga nih,” kata Marina, ia pun melakukan hal yang sama. Andini menghela nafas panjang, “Kalau kita minta izin pulang sekarang, nanti Yiren malah marah-marah, jadi tahan aja deh.” “Memang dia aja sih yang bisa marah. Lama-lama kesel juga aku nunggu begini. Enggak ngapa-ngapain, bengong aja gitu?” Marina mulai cemberut. “Eh, itu mereka kayaknya udah selesai!” seru Andini seraya menunjuk ke arah dua orang yang sedang berjalan ke arah mereka. “Akhirnya,” bisik Marina lega. “Perhatikan baik-baik ya, Nadine bakal nunjukin secara singkat seluruh tariannya. Selanjutnya nanti kita praktik satu-satu. Untuk sementara kalian berdua aja yang latihan. Nanti kalau sudah hafal, kalian bisa bantu aku ajarin anak-anak lainnya saat latihan berikutnya di rumah aku,” kata Yiren. Dari nada bicara Yiren, Andini pun paham bahwa dia harus berkonsentrasi penuh memperhatikan Nadine menari. Untungnya saja kemampuan mengingatnya baik, jadi Andini berpikir kalau menghapal koreografi tarian bukan hal yang sulit. Yiren pun menyuruh Nadine untuk segera menunjukkan koreografi tariannya. Tarian yang berdurasi dua menit penuh memiliki koreografi yang cukup sulit diikuti untuk anak yang tidak biasa menari. Namun setelah beberapa jam berlatih bersama, akhirnya Andini dan Marina bisa menghafalkan seluruh tarian. Waktu sudah menunjukkan pukul enam sore saat mereka semua selesai berlatih. Nadine ke dapur untuk membawakan minuman dingin untuk mereka semua sementara Yiren mengobrol tentang tarian kepada Andini dan Marina. “Udah hafal kan tariannya?” tanya Yiren. “Sudah hafal kok.” Andini dan Marina menjawab serempak. Yiren mengangguk puas mendengarkan jawaban Andini dan Marina. “Ini minumannya. Di minum dulu sebelum pulang,” kata Nadine. Nadine menyerahkan satu-persatu minuman sirup berwarna pink kepada Yiren, Andini, dan Marina. “Terima kasih!” ucap Andini, Marina, dan Yiren serempak. Mereka bertiga pun segera meneguk habis menimumanya karena haus. “Sekali lagi terima kasih ya, Nadine. Kamu udah bantuin aku bikin koreografi tari sekaligus pinjemin rumah kamu buat jadi tempat latihannya,” kata Yiren kepada Nadine. “Apaan sih, pakai makasih segala,” sahut Nadine sedikit malu-malu. Yiren mengobrol sebentar dengan Nadine sebelum akhirnya mengajak Andini dan Marina untuk pulang ke rumah. Saat hendak keluar bersama Marina, Andini melihat ada seorang laki-laki datang dan langsung masuk begitu saja ke rumah Nadine. Bibi yang bekerja di rumah Nadine pun tampaknya sudah mengenal anak-anak laki tersebut sehingga tidak berkomentar saat anak laki-laki itu pergi menghampiri Nadine. “Pacarnya kali itu,” bisik Marina tiba-tiba sekali, membuat Andini terlonjak kaget. “Mungkin," Andini balas berbisik. "Cakep juga,” ujar Andini setelah memperhatikan laki-laki itu lekat-lekat selama beberapa saat. Kemudian Andini pun tersipu malu karena tersadar ucapannya itu bisa berarti sesuatu. Untungnya Marina tidak mendengarkan ucapannya dan juga Marina tidak mengetahui bahwa Andini saat ini sedang tersipu malu. Yiren yang memperhatikan kedua teman sekelasnya mengobrol sembari menatap Nadine pun langsung menepuk pelan lengan Andini dan Marina, “Pulang sekarang?” Andini mengangguk dan tidak berkata apa-apa lagi. Andini merasa sedikit tidak enak karena sudah tertangkap basah oleh Yiren sedang memperhatikan interaksi Nadine dan anak laki-laki itu. Andini memakai sendalnya dan jaketnya lalu mengambil sepedanya dan bersiap untuk pulang. Marina terlihat ingin mengatakan sesuatu kemudian mengurungkannya. Andini yang memperhatikan gerak-gerik Marina itu pun berpikir mungkin Marina segan mengatakannya di depan Yiren. Mungkin nanti ketika Yiren sudah terlebih dahulu sampai di rumah baru Marina bisa membicarakannya. Marina mengikuti Andini ke tempat sepedanya diparkir setelah memakai sendalnya. Yiren, Andini, dan Marina pulang bersama. Yiren menggunakan sepedanya sendiri, sedangkan Andini naik sepeda membonceng Marina. Yiren pun sampai di rumah terlebih dahulu, karena rumah Yiren lebih dekat dari rumah Nadine dibandingkan rumah Andini dan Marina. “Tadi itu kayaknya pacarnya Nadine deh,” begitu Yiren menghilang dari pandangan mereka, Marina langsung berkomentar seperti itu. “Kayaknya sih. Soalnya anak laki-laki itu begitu ketuk pintu sebentar langsung masuk ke rumah Nadine dan sedikit memeluk Nadine.” “Kamu suka ya sama dia?” Raut muka Andini berubah mendengar pertanyaan Marina, untungnya Marina tidak melihatnya. “Tidak. Aku hanya merasa anak laki-laki itu ganteng juga. Kulitnya juga putih banget, membuat aku jadi merasa sedikit iri.” Marina bersiul. “Ih, apaan sih! Aku kan berkomentar begitu karena kamu bertanya, Marina!” “Kok marah sih? Kamu naksir ya?” Marina terkikik geli. “Ih, aku enggak suka sama dia! Apaan sih, Marina!” “Penasaran enggak sama namanya?” “Enggak tuh. Buat apa, toh kita juga enggak bakal ketemu lagi sama dia kan?” “Iya juga sih. Eh, tunggu, Nadine itu sekolah di mana ya?” “Aku enggak tau.” “Tadi bukannya nanya? Eh apa enggak?” tanya Marina sembari menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Andini menggelengkan kepalanya, “Aku sih inget aku enggak ada tanya soal itu ke Nadine. Kalau kamu ada tanya ya mana aku tau. Tadi itu aku udah enggak fokus tau buat ngapa-ngapain. Panas banget sih cuacanya!” “Iya bener, panas banget. Udah gitu enggak ada kipas anginnya lagi. Bau apek deh kita sekarang nih.” “Jelaslah bau apek. Wajib mandi begitu sampai rumah!” Tiba-tiba pembicaraan mereka berubah. Marina tiba-tiba membicarakan ujian sekolah mereka. Andini pun paham apa maksud Marina tiba-tiba membicarakan tentang ujian sekolah, karena Marina berniat menanyakan masalah yang sempat menjadi perdebatan mereka setelah ujian sekolah PPKN usai. “Ngomong-ngomong, ujian akhir sekolah PPKN kamu enggak beneran nyontek kan? Kamu yang biasa duduk anteng di pojokan mah mana berani menyontek sih. Sangsi aku sebenarnya pas kamu bilang begitu ke Mikayla,” kata Marina panjang lebar setelah bertanya. “Aku sengaja bilang kalau aku dapat bocoran jawaban ujian sekolah ke Mikayla. Dia mah belum puas kalau aku belum iyain pertanyaannya. Kamu kan tau aku gimana orangnya, kok masih aja percaya sama kebohongan aku ke Mikayla!” “Sudah aku duga!” kata Marina puas, “apa kamu enggak takut kalau seandainya Mikayla melapor ke guru kalau kamu menyontek di ujian akhir sekolah PPKN?” “Enggak takut. Mikayla mana berani ngelaporin tanpa bukti begitu. Masa iya Mikayla mau lapor ke guru cuma karena dia dengar aku bilang kalau aku nyontek di ujian?” “Iya sih, dia mah mana ada nyalinya ya.” “Lagian walau dia berani ngadu tanpa bukti begitu, apa Mikayla mau nanggung resiko ujian ulang? Kamu tau kan Mikayla tuh termasuk pemalas, lebih malas dari si Ares kalau soal belajar. Mana mau dia ujian ulang lagi.” Marina terbahak-bahak, “Parah! Kamu bandingin dia sama si Ares!” “Mereka kan sebelas-duabelas, mendingan aku lagian kalau soal belajar,” ucap Andini sedikit menyombongkan dirinya. Marina mengangguk setuju. “Aku sih enggak perduli soal Mikayla dan teman yang lain yang menganggap aku menyontek. Kalau mau ujian ulang ayo aja, aku enggak takut. Lagian mata pelajaran PPKN aja menyontek. Astaga! Kebangetan!” “Kamu hapal buku banget. Keren!” terdengar tepukan tangan Marina saat Marina mengatakan itu kepada Andini. “PPKN mah enggak usah hapal buku banget. Pakai nalar juga bisa.” “Serius?” “Serius! Aku tuh ngira-ngira aja jawaban yang tepat buat satu pertanyaan, sampai akhir begitu terus.” “Bercanda kamu!” suara Marina sedikit meninggi, terkejut karena jawaban sahabatnya yang tidak terduga. “Enggak percayaan sih kamu?!” “Enggak. Jelasin coba ke aku!” Andini menghela nafas panjang, “Aku lupa pertanyaannya seperti apa. Tapi kira-kira begini, misalkan ada pertanyaan Marina teleh ditetapkan menjadi ketua kelas enam. Itulah hasil keputusan bersama murid kelas 6. Pada saat pemilihan, Cindy tidak memilih Marina. Bagaimana sikap yang mesti diambil Cindy?” “Pilihan jawabannya?” “A itu menolak Marina sebagai ketua karena Marina bukan pilihan Cindy.” Marina menggelengkan kepalanya. “B?” “B itu mengacuhkan Marina, sebab Marina dianggapnya tidak bisa menjadi ketua kelas yang baik.” “Kalau Cindy yang asli sih mungkin saja bersikap begitu, tapi jawaban ini tentu saja salah. Kalau C?” “Menerima Marina sebagai ketua kelas dengan rendah hati dan lapang dada.” “Nah, itu jawabannya! Benar bukan?” Andini mengangguk, “Kira-kira pertanyaan seperti itu kan mudah bukan? Masa jawaban seperti itu harus baca buku dulu sih?” “Iya sih, kelewatan kalau pertanyaan macam itu banyak salah. Seperti pertanyaan semacam itu juga banyak muncul.” “Iya kan?” Andini dan Marina pun melanjutkan mengobrol hingga tidak terasa sudah sampai di rumah Marina. “Makasih ya tumpangannya, Andini. Hati-hati jalan pulangnya.” “Sama-sama. Sampai jumpa besok, Marina!” Andini mengayuh sepedanya menuju ke rumah dengan hati riang. Mengobrol dengan Marina mengenai kejadian mencontek itu melegakan hatinya, karena Marina satu-satunya yang percaya bahwa dia tidak mencontek saat ujian. Walau berkata tidak mempermasalahkan soal Mikayla yang menganggapnya mencontek pada Marina, tetapi sebenarnya Andini agak kesal, karena bagaimana pun nilai yang Andini peroleh di ujian akhir sekolah PPKN itu adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Tetapi kemudian Andini berpikir, orang-orang yang seperti Mikayla yang malas belajar tapi ingin mendapat nilai bagus ya mungkin saja berpikir kalau dirinya mencontek. Mereka pasti iri karena melihat Andini tiba-tiba mendapat nilai yang sangat bagus. “Andini pulang, ma.” Andini melepas sendalnya di depan pintu lalu langsung masuk ke dalam rumah. “Mandi dulu sebelum kamu makan malam ya.” “Baik, Mama!" ucap Andini, lalu segera melaksanakan perintah Maya untuk pergi mandi terlebih dahulu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Suami untuk Dokter Mama

read
18.4K
bc

Pesona Mantan Istri Presdir

read
14.1K
bc

Love Match (Indonesia)

read
173.0K
bc

Ay Lub Yu, BOS! (Spin Off MY EX BOSS)

read
263.6K
bc

Bukan Cinta Pertama

read
52.3K
bc

KUBELI KESOMBONGAN IPARKU

read
45.8K
bc

Pengganti

read
301.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook