bc

Suami Yang Tertukar

book_age18+
0
FOLLOW
1K
READ
forbidden
HE
mafia
gangster
drama
bxg
city
rejected
friends with benefits
polygamy
villain
like
intro-logo
Blurb

“Kerasin dikit, Mil. Tangan lu kecil amat ....”

Jamila tersenyum mendengar permintaan suaminya, Akmal yang meminta dipijit. Tidak pernah Jamila merasa diperlakukan seperti istri sebelumnya, tiba-tiba setelah Akmal menghilang dan pulang kembali, dia jadi berbeda.

Padahal dulu, hidup Jamila sangat menderita. Selama menjadi istri Akmal, tangannya sering melayang ke pipi Jamila. Tapi sekarang, Akmal malah berubah jadi lembut dan penyayang.

Benarkah, Akmal sudah berubah, atau yang kembali justru orang lain?

chap-preview
Free preview
Bab 1. Suami Tanpa Cinta
“Iya, Sayang. Bentar lagi Abang bakalan punya uang kok.” Sudah nyaris 10 menit Akmal mera yu Mona yang berdiri angkuh di depan pintu kos-kosannya. Dia tidak diizinkan masuk karena tidak membayar karaoke semalam. “Jangan banyak janji, Bang. Aku capek dengernya!” Mona langsung mendelik dengan sikap bersedekap seraya membuang muka. Ia tidak sudi menerima Akmal masuk ke kamarnya jika dia tidak bawa uang hari ini. Padahal Akmal tahu jika Mona tidak suka saat dirinya sedang tak punya uang, tetap saja dia datang padanya meminta jat ah. Kadang ia mau, lebih sering Mona menolak. “Abang kalo gak punya uang gak usah sok-sokan nyewa ruangan. Aku malu, Bang! Abang janji mau nyawer tapi gak ada buktinya. Cuma minta doang tapi gak ngasih apa-apa.” Mona menghardik dengan bibir merahnya yang bergerak kiri kanan. “Aduh, Sayang… jangan galak gitu dong. Abang cuma pengen ketemu kamu.” Akmal jadi gemas dan ingin segera menci cip bibir itu. Tetapi, sang L C favoritnya, Mona malah marah dan sedang mengambek. Padahal Akmal sudah kebelet ingin bercu mbu. “Kan Abang uda ngasih tiga juta buat kamu,” ucapku membela diri dengan suara dibuat seimut mungkin. Aku sampai memancungkan bibir agar ia luluh tapi wajah ketusnya yang cantik dengan lipstik merah cabe, makin manyun saja. Belum matanya melotot seperti jengkol baru matang. “Tiga juta kapan? Minggu lalu? Bisa beli apa sih uang segitu sekarang. Heh, Bang ... listrik di kos-kosanku saja sebulan lima juta. Tiga juta, gak cukup buat makan.” Mona menghardik dengan suara cemprengnya. Meski begitu, Akmal terlalu kesengsem dan mencintai wanita itu. Oh suaranya jika sedang bernyanyi tiada duanya bagi Akmal sudah luar biasa. Akmal melepaskan napas panjang. Wanita cantik memang mahal. Apa lagi biduan dangdut dan L C macam Mona. Kalau dia lagi gabut, dia kerja di pasar. Uangnya dipakai buat menya wer Mona dan beli minu man. Yah, lumayan sih. Tapi, hidup kan memang harus dinikmati. Rugi kalau tua malah tidak bersenang-senang. “Ya udah, entar Abang minta sama Bapak deh. Tapi, sekarang ... Abang mau bobo dulu di dalam. Di luar gerah,” pinta Akmal sekali lagi merayu Mona. Akmal masih sok merajuk di depan Mona. Mona langsung mendelik tak suka. “Gak, kalo Abang gak bawa duit, jangan harap bisa bo oking aku lagi. Enak aja aku diajak hidup susah.” “Jangan gitu dong, Sayang. Abang kan cinta sama kamu.” Akmal memelas di depan pintu seperti kucing gar ong minta ikan asin tapi Mona tak peduli. “Cinta juga butuh duit, Bang. Abang kan tahu kebutuhanku gede.” Mona mengerling dan hendak menutup pintu. Dengan cepat tangan Akmal menghalangi. Dia tidak mau Mona jadi makin mengambek. Bisa-bisa jatah gab rutnya hilang karena Mona mengambek terus. “Jangan ditutup dong, Sayang ....” Akmal masih merayu dengan suara memelas. Mona malah makin judes dan mengusirnya. “Gak usah sayang-sayangan. Aku bukan istrimu yang tol o l itu bisa kamu suruh-suruh, Bang!” hardik Mona pada Akmal dengan judes. Akmal langsung manyun menghadapi Mona yang mengambek. “Kok bawa-bawa dia sih?” “Biarin aja. Kalo kamu mau enak, kamu tidurin saja dia!” Mona langsung berbalik menutup pintu seraya membantingnya di depan wajah Akmal. Sungguh rasanya dia tidak punya harga diri jika berhadapan dengan Mona yang boh ay. Tapi apa daya, naf su Akmal selalu meronta kalau lihat Mona. Apa lagi jika pingg ulnya sedang bergoyang, Akmal makin suka. Biar kata habis semua upah sehari, tak apa jika buat Mona. “Mona, tolonglah… jangan ditutup. Abang kangen sama kamu.” “Mona ... buka pintunya dong, Sayang. Entar Abang bawa nasi goreng atau sate ya?” ucap Akmal merayu dengan menjanjikannya makanan. Biasanya sih berhasil. “Mona!” Mona tidak kunjung membuka pintu. Rasanya ingin menendang saja pintu itu sampai jeb ol. Perempuan memang di mana-mana sama saja. Maunya duit dan duit. Dengan langkah kesal, Akmal keluar dari kompleks kos-kosan itu sambil menendang angin. “b******k. Liat aja kalau gue punya duit, gue beli ni satu kos-kosan!” umpat Akmal kesal setelah diusir Mona. Dia berjalan menyusuri jalan dengan kaki karena motornya sudah disita oleh Mbak Sari dan suaminya yang sangat dibenci Akmal yaitu si Mohar. Katanya untuk membayar utang yang sudah menumpuk karena suka ngebon rokok dan makanan di warungnya. Padahal Sita itu kakak kandung Akmal, tapi dia memang tidak punya hati dan senang menyi ksa adiknya sendiri. “Dasar keluarga gak punya hati,” gerutu Akmal menendang angin sambil jalan. “Heh, mau ke mana lo?” tiba-tiba suara Boy dan Somat tiba-tiba. Keduanya naik motor, meski motornya Somat lebih keren. Sepertinya dia habis menang ju di makanya bisa nebus motornya yang digadaikan. “Suntuk banget.” Boy terkekeh meledek Akmal “Ah, lama banget sih. Dari mana saja kalian?” pungkasnya berkacak pinggang. “Habis mandi, hahaha.” Boy menjawab asal. “Pantes wangi lo. Mau ke Duma ya?” “Entar aja. Kita ngopi aja yuk!” Boy balik mengajak. Akmal pura-pura berpikir sejenak lalu mencebik sinis dan menggeleng. “Mau ngopi di mana?” “Di tempat lo, lah. Bini lo kan bisa bikin kopi,” celetuk Somad menaikkan kedua alisnya bersamaan. Akmal mencebik kesal. Siang-siang begini padahal dia sedang ingin memeluk Mona daripada pulang ke rumah. Sepertinya nanti malam saja dia bisa mampir ke Duma Kafe untuk menemui Mona dan merayunya lagi. “Udah, lo kebanyakan mikir. Mending kita ngopi dulu.” Boy makin mengompori. Akmal pun akhirnya mengangguk meski sedikit jual mahal awalnya. Dia memilih nebeng di belakang motor Somat yang lebih bagus dari pada Boy. Boy langsung mencebik tapi tetap mengekori motor itu ke rumahku. Akmal langsung turun begitu motor sampai di depan pagar rumah. Rumah itu tidak besar. Maklumlah, itu rumah pemberian dari Pak Min, ayahnya Akmal. Tidak ada yang spesial dari rumah jelek itu. Apa lagi istrinya Akmal yaitu Jamila memang tidak pintar mengurus rumah. “Duduk di sini aja dah!” Akmal menunjuk pada bangku papan kayu di depan rumah. Boy dan Somad hanya menyengir dan mengangguk. Sedangkan dia berjalan masuk ke dalam mencari Jamila. Ya biasalah, istrinya itu memang tidak cantik. Lebih cocok jadi pembantu. “Heh, bikin kopi!” Akmal ketus memerintahkan saat melihat Jamila sedang menyuci di dekat sumur belakang. Jamila kaget, ia melihat ke belakang. “Iya, Bang.” Jamila menurut tanpa protes. Ia bangun dari bangku kecil dan mengelap tangannya yang basah. Sedangkan Akmal tidak memperhatikan lagi, ia kembali keluar. “Ada Bini lo di dalam?” tanya Somad sedikit mendekatkan dirinya seolah ingin berbisik. “Ada, lagi nyuci. Kenapa lo mau bantuin?” Akmal balas menyindir dengan ujung mata. Somad terkekeh seolah ada yang lucu. “Ngapain? Kecuali Bini lo mau kasih ser vi ce lain, ya ... gua gak nolak.” Boy ikut tertawa mendengar kalimat seperti itu. Sedangkan Akmal tampak santai mencebik saja. Ia tahu jika Somad mengincar Jamila. Tapi siapa juga yang peduli. Mungkin kalau dia tidak pikir panjang, Jamila bisa disewakan untuk melay ani Somad. Tapi, tidak sekarang. “Lama banget sih. MILA!” teriak Akmal dari depan.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
310.7K
bc

Too Late for Regret

read
289.4K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.2M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
138.0K
bc

The Lost Pack

read
402.2K
bc

Revenge, served in a black dress

read
147.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook