bc

Turun Ranjang

book_age18+
2.5K
FOLLOW
23.8K
READ
love after marriage
forced
goodgirl
powerful
drama
enimies to lovers
tortured
wife
Neglected
like
intro-logo
Blurb

RATING UNTUK 18+

MOHON BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN.

Ini tentang Ayu Adiratna yang terpaksa menikah karena adiknya—Ega—yang telah tega menjualnya demi uang.

Ayu terpaksa menikah dengan seorang pria yang memiliki keterbelakangan mental akibat kecelakaan sepuluh tahun lalu, dia Riki Nugraha. Namun, dua bulan kemudian, Riki meninggal akibat terkena kanker otak.

Kemirisan hidup Ayu pun dimulai. Demi memenuhi permintaan terakhir Riki, Ayu terpaksa turun ranjang dan menikah dengan iparnya, yaitu Alvin. Dia adalah pria arogan dan sangat ketus. Mirisnya, dia sangat membenci Ayu.

Di sisi lain, ada sebuah rahasia tersembunyi tentang kecelakaan sepuluh tahun lalu. Sebuah kecelakaan yang membuat Riki mengalami keterbelakangan mental dan juga menewaskan Pak Adimas—ayah Ayu.

chap-preview
Free preview
Dia Alvin
“Perkenalkan, saya Alvin Saputra. Kalian bisa panggil saya Pak Alvin,” ujar seorang pria dengan karismanya yang terasa menguar pekat. “Mulai hari ini saya adalah manajer kalian,” terangnya, yang sontak membuat para pegawai butik itu tampak berbisik satu sama lain. Mereka berbisik bukan untuk sebuah penghinaan, melainkan berbagi rasa senang karena akhirnya mereka mendapatkan manajer baru yang tampan dan merupakan ahli waris dari perusahaan Chalv. Perusahaan yang menaungi butik itu—butik Edelweis. “Oke, sampai di sini saja perkenalan saya. Silakan kalian kembali bekerja,” sambung pria itu, Alvin. “Pak.” Seorang wanita dengan seragam pegawai butik Edelweis—tampak mengacungkan tangannya. Ia seperti hendak mengajukan pertanyaan. “Iya?” Alvin menatap wanita itu, menunggunya untuk berbicara. Wanita yang dikenal sebagai sosok pekerja keras itu terlihat menundukkan kepalanya. Sekilas pandang, dia sepertinya ragu untuk menyuarakan isi hatinya, yang padahal sebelumnya terlihat ingin sekali ia utarakan. “Kenapa malah diam? Kamu tadi mau ngomong apa?” desak Alvin. “Kalau enggak ada hal penting yang mau kamu bicarakan, tolong jangan buang-buang waktu saya,” tukasnya. Ayu Adiratna, gadis berusia 24 tahun itu menghela napasnya sesaat, lalu kemudian ia menatap ke arah manajer barunya itu—Alvin. “Maaf, Pak. Kalau saya boleh tahu ... bagaimana dengan Bu Winda?” tanya Ayu, lirih. Bu Winda adalah manajer butik Edelweis yang sebelumnya. Dia merupakan wanita paruh baya yang sebenarnya adalah sahabat karib ibunya Ayu. Bahkan, sudah sejak beberapa tahun lalu, Ayu menganggap Bu Winda sebagai ibunya sendiri. “Maksud kamu Bu Winda manajer sebelumnya?” Alvin balik bertanya. Ayu menganggukkan kepala, menanggapinya. “Iya, Pak.” “Dia dipindah ke butik lain,” jawab Alvin, tak begitu peduli. “Kenapa? Kamu enggak suka kalau manajer kamu ganti baru?” timpalnya. Ayu lekas menggelengkan kepalanya cepat. Perempuan itu dengan sergap menampik tudingan manajer barunya itu dengan raut muka menyesalnya. “Enggak, Pak. Maaf, saya sudah lancang bertanya tentang hal yang seharusnya tidak perlu saya tanyakan,” kata Ayu, menundukkan kepalanya cukup dalam. Alvin mengembuskan napasnya kasar. Pria itu kemudian memilih untuk mengabaikan Ayu. Ia melangkah menuju ruangannya sembari bergumam dengan mimik kesalnya. “Buang-buang waktu aja,” ucap Alvin, yang samar-samar terdengar di telinga Ayu dan pegawai lainnya. Setelah kepergian Alvin, semua pegawai butik Edelweis pun kembali ke posisi mereka masing-masing, termasuk Ayu yang tampak melangkah lunglai menuju manekin yang harusnya sejak tadi sudah ia pasang gaun indah edisi terbaru. “Kamu kenapa, Yu?” tanya salah seorang pegawai yang baru saja tiba di samping Ayu sembari membawa manekin lainnya. Ayu menoleh, menatap Mbak Sarah yang merupakan kepala butik Edelweis. Senyum Ayu pun lantas mengembang tipis, ia mengukir senyum ramahnya pada wanita beranak satu itu. “Enggak kenapa-kenapa kok, Mbak,” jawab Ayu, halus. “Yakin? Muka kamu aja keliatan lesu ‘gitu loh, Yu,” balas Mbak Sarah, menatap wajah Ayu semakin lekat. “Iya, Mbak. Ayu enggak kenapa-kenapa. Beneran,” ujarnya, meyakinkan. Mbak Sarah pun akhirnya mengangguk paham. Setelah itu, ia tak lagi menatap Ayu ataupun menanyai Ayu dengan hal lainnya. Keduanya pun kembali fokus pada pekerjaan mereka. Sampai kemudian, seorang pelanggan wanita terlihat melangkah mendekati Ayu sambil membawa gaun mode terbaru dari ruang ganti wanita. Gaun itu memiliki rentang harga yang tergolong paling tinggi di antara gaun lainnya, yang ada di butik tersebut. Gaun itu juga merupakan gaun rancangan dari salah satu desainer terkenal di Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari tulisan ILA yang tampak terukir mewah pada gaun tersebut. ILA adalah sebuah tulisan yang merupakan singkatan dari nama perancangnya, yaitu Ivy Louise Anastasya—si cantik yang selalu menjadi primadona dalam hal desain pakaian. “Mbak, ini gaun rancangan Kak Ivy, ‘kan?” tanya pelanggan wanita itu, yang terlihat nyentrik dengan pakaian merah menyalanya. Ayu tersenyum ramah seperti biasa. Ia lantas mulai menjelaskan tentang gaun yang belum lama ini dipajang di butik Edelweis. “Selama sore. Iya, benar, Mbak. Ini gaun rancangannya Ivy Louise Anastasya. Ini rancangan eksklusifnya loh, Mbak. Jadi, butik kami ini secara langsung bekerja sama dengan Kak Ivy untuk meluncurkan gaun ini,” terang Ayu, menjelaskan dengan sikap ramahnya. “Ah, ‘gitu ya, Mbak,” ucap si pelanggan wanita. “Em ... kalau saya sewa gaun ini, kira-kira rentang harganya berapa, ya?” lanjutnya. “Sewa, Mbak?” “Iya, sewa. Saya sudah sering kok sewa gaun di butik ini,” papar wanita itu. Ayu terlihat melirik ke arah Sarah yang masih fokus pada pekerjaannya. Ayu sebenarnya tengah ragu untuk mengutarakan bahwa gaun tersebut telah diperintahkan oleh Pak Alvin untuk tidak menyewakannya kepada siapa pun. Gaun itu harus dibeli bukan untuk disewakan. Begitulah Sarah menegaskan pesan yang Pak Alvin sampaikan. “Em, begini, Mbak. Maaf sebelumnya, untuk rancangan ILA ini kami diperintahkan oleh manajer kami untuk tidak menyewakannya. Tapi, kalau Mbaknya tertarik, Mbak bisa beli gaun itu,” terang Ayu. “Oh, enggak bisa disewain ya, Mbak. Yaah, sayang banget padahal aku pengen sewa. Ya udah deh, Mbak. Nih gaunnya saya balikin,” kata wanita itu sembari menyerahkan gaun tersebut dengan cepat ke arah Ayu. Ayu pun menerima gaun itu dengan penuh kehati-hatian. Ia kemudian berniat ingin memajang gaun yang sempat dicoba oleh wanita itu ke etalase besar. Namun, saat Ayu baru saja ingin memajangnya kembali. Ayu melihat ada bagian dari gaun itu robek, cukup besar. Ayu seketika itu langsung menatap ke arah wanita tadi, yang saat ini tampak terburu-buru keluar dari butik tersebut. Tak ingin disalahkan atas kesalahan orang lain. Ayu pun langsung mengejar wanita itu. Ia mencegat wanita itu tepat pada waktunya. “Tunggu dulu,” ucap Ayu. “Mbak udah rusakin gaun ini, ya?” tanyanya kemudian. Wanita yang Ayu tuding itu tampak sedikit gelapan. Tapi kemudian, ia terlihat menatap Ayu dengan raut tak mau disalahkan. “Eh, maksudnya apa, Mbak? Saya enggak ada rusakin gaun itu kok. Tadi pas saya balikin masih bagus. Saya tahu itu gaun berharga, Mbak. Makanya saya balikin ke Mbaknya ya dalam keadaan baik-baik. Mbaknya mungkin yang enggak sengaja rusakin gaun itu, terus nuduh saya biar enggak disalahin sama atasan Mbak,” sangkal wanita itu. Ayu mengembuskan napasnya berat. “Mbak, saya ini baru pegang gaun ini beberapa menit yang lalu, belum lama saya pegang gaun ini. Gimana sempet saya rusakin gaun ini. Sedangkan ini tiga permatanya hilang semua. Saya mohon kerjasamanya, Mbak. Tolong ikut saya ke ruangan manajer, dan Mbak jelasin semuanya ke manajer saya,” ujar Ayu. "Enggak perlu ke ruangan saya. Saya sudah lihat semuanya tanpa perlu dia menjelaskan,” sahut sebuah suara, terdengar begitu dalam dan tajam. Ayu seketika itu menoleh, ia melihat Alvin melangkah mendekatinya. Di belakang Alvin ada Maysa. Dia adalah pegawai baru yang belum lama ini bekerja di butik Edelweis. “Maaf, Nona. Anda tidak seharusnya menuduh pegawai kami dengan tuduhan yang tidak benar seperti itu. Apalagi tuduhan yang sebenarnya Anda sendiri pelakunya,” kata Alvin, menatap dingin si pelanggan wanita yang terlihat begitu gusar. “Sekarang begini saja,” lanjut Alvin. “Jika memang Anda merasa tidak bersalah, silakan tunjukkan tas Anda kepada petugas keamanan kami,” katanya sembari menatap ke arah satpam yang langsung mendekat ketika paham dengan kode yang Alvin berikan. Tapi, wanita itu tampak enggan memberikan tasnya kepada para petugas keamanan yang siap memeriksanya. Si wanita bahkan terlihat memegang erat tasnya, seolah tas itu adalah barang yang tidak boleh disentuh oleh siapa pun. “Mohon kerja samanya, Nona. Kalau Anda tidak mau memberikannya. Saya akan panggil polisi agar kita semua bisa tahu dengan pasti siapa orang yang telah merusak gaun berharga itu dan bahkan mengambil permata yang bernilai ratusan juta rupiah dari gaun itu,” tandas Alvin, yang langsung membuat si wanita menekuk lututnya dan mengucap maaf dengan raut penuh ketakutan. “Saya tidak bermaksud mencurinya. Saya hanya tidak sengaja merusaknya dan ... dan ... saat tahu kalau permata itu adalah permata asli, saya ... saya khilaf. Saya bodoh. Saya mohon jangan laporkan masalah ini ke kantor polisi. Saya akan kembalikan permatanya, saya akan kembali. Saya mohon jangan bawa masalah ini ke kantor polisi,” racau wanita itu. Alvin mengembuskan napasnya berat. Dia terlihat tidak peduli dengan permintaan maaf dan permohonan dari wanita itu. Alvin pun kemudian tampak menatap ke arah para petugas keamanan butiknya, memberi titah pada mereka untuk segera membawa wanita itu ke ruang keamanan, guna untuk diinterogasi lebih lanjut lagi oleh kepala petugas keamanan. Setelah wanita itu pergi, Ayu akhirnya bisa menghela napasnya lega. Perempuan itu lantas menghadap ke arah Alvin, berniat ingin mengucapkan rasa terima kasihnya pada pria itu. “Makasih, Pak Alvin,” katanya. “Terima kasih sama rekan kamu ini. Karena dia yang tadi lihat wanita itu masukin permata baju ILA ke tasnya,” ujar Alvin. “Ah, ya. Gaun itu, tolong kamu bungkus dan berikan pada wanita tadi. Setelah itu minta dia untuk melunasi bonnya. Dia harus membayar harga gaun yang sudah dirusaknya itu,” perintah Alvin. “Baik, Pak Alvin,” jawab Ayu bersama senyum ramahnya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
92.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.2K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.4K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook