bc

I'm not Her (Aku bukan Dia)

book_age16+
22
FOLLOW
1K
READ
HE
badboy
powerful
mafia
heir/heiress
drama
bxg
like
intro-logo
Blurb

Soora tak pernah mengira jika ia akan kembali hidup setelah mengalami kecelakaan hebat dua bulan lalu. Musim semi hari itu tepat di bulan Maret, ia membuka mata untuk yang pertama kali setelah koma panjang selama satu bulan.

Ruangan putih dengan bau obat-obatan menyengat juga alat bantu pernapasan jadi hal pertama yang ia temui. Ia sempat bersyukur dapat kembali melihat dunia setelah sebelumnya ia meyakini takkan bisa selamat dari tragedi.

Kembali bangun dari koma bukan satu-satunya hal yang Soora kejutkan di hari pertamanya, melainkan saat beberapa orang dengan wajah asing datang mendekat sambil menangis tersedu. Diantara mereka, ada satu pria dengan tinggi badan menjulang yang terus menatapnya intens.

Soora semakin dibuat bingung saat orang-orang itu memanggilnya dengan nama Hana, Do Hana. Dengan susah payah Soora mencoba menjelaskan, ia mengatakan jika ia adalah Soora, Kang Soora bukan Hana.

Penjelasan yang sia-sia. Tak ada satupun yang mempercayai bahkan Soora serasa ingin hilang saat salah satu dari mereka memberikan cermin. Ingin rasanya Soora menjerit saat bayangan yang terpantul dari sana bukanlah wajahnya melainkan orang lain yang mereka sebut Hana.

Apa yang sebenarnya terjadi? Bagaimana Soora akan menjalani hari-harinya yang baru sebagai Hana? Bisakah ia meyakinkan semua orang jika ia adalah Kang Soora, seorang gadis pelayan caffe dan bukan Do Hana putri salah satu konglomerat Seoul?

chap-preview
Free preview
Bab 01
Mobil polisi berdatangan ke lokasi kejadian, ambulance datang dengan sirine nyaring sebagai tanda peringatan. Hujan turun dengan deras, menyamarkan darah yang kini mengalir bersama air hujan. Tubuh tak berdaya itu tergeletak di sana, sebagian dari tubuhnya berlumur darah merah yang mulai memudar karena tetesan air hujan. Dengan segera para medis memberi pertolongan, salah seorang petugas menekan-nekan d**a sang korban guna membantu pernapasan. Tanpa menunggu banyak waktu ia segera di masukan ke dalam mobil ambulance untuk dilarikan ke Rumah Sakit dan mendapatkan perawatan segera. Butuh waktu hampir dua jam lamanya bagi pria dengan jas kebesarannya itu bergulat dengan berbagai perlatan kesehatan. Hembusan napas berat meluncur bebas dari bibirnya seiring kepalanya yang menggeleng lemah ke arah beberapa suster yang ada di satu ruangan bersamanya. Seolah mengerti, perawat-perawat tersebut mulai bergerak melepas satu persatu alat bantu yang menempel pada tubuh pasien. Satu dari mereka bergerak menutup selimut pasien lalu membungkuk tanda penghormatan terakhir dan diikuti yang lainnya. Pintu ruang Gawat Darurat terbuka, menampakan raut lelah juga gurat sedih yang terlihat jelas. "Bagaimana keadaan Soora?" sergah seorang wanita paruh baya sembari tersedu, di sampingnya ada seorang pria yang mencoba menenangkan. "Maaf. Tapi benturan pada kepala Nona Soora terlalu parah, benturan tersebut mengenai titik vital hingga membuatnya mengalami kerusaka otak yang cukup parah. Belum lagi, Nona Soora kehilangan banyak darah hingga membuatnya tidak mampu bertahan. Kami sudah berusaha semampu kami, maafkan kami," ujar Dokter itu penuh sesal. Raungan sedih terdengar jelas di sepanjang lorong Ruang Gawat Darurat. Tanpa menunggu ijin Ibu Kang menerobos masuk sembari menangis hebat, diguncangnya tubuh sang putri yang telah terbaring dingin, pucat pasi tanpa nyawa. Ibu Kang terus berteriak, memanggil nama Soora berkali-kali sembari terus meminta putrinya untuk membuka mata dan tersenyum padanya. Tapi tak ada yang berubah. Raga Soora tetap diam dengan wajahnya yang kian pucat dan suhu badannya yang mendingin. "Bibi, biarkan Soora beristirahat dengan tenang," ucap seorang pria yang sejak tadi setia mendampingi Ibu Kang. Ia juga turut menitikan air mata melihat gadis yang dicintainya meninggalkan dirinya untuk selama-lamanya. "Tidak Jongin! Soora masih hidup, dia pasti masih hidup! Ia hanya tertidur untuk mengerjai kita, dia masih hidup. Kau tahu sendiri seberapa jahilnya Soora, Jongin," Ibu Kang terus mengelak. Ia kembali menangis kian keras sembari menepuk-nepuk badan Soora, meminta gadis itu untuk bangun dari tidurnya. "Bu, Soora sudah tenang sekarang. Biarkan Soora beristirahat dengan damai," sebisa mungkin Jongin menarik Ibu Kang menjauh. Ia membawa wanita itu ke luar ruangan untuk menenangkan diri. Setelah tangis Ibu Kang agak reda, Jongin dibantu beberapa rekan menyiapkan upacara pemakaman Soora. Gadis itu akan disemayamkan lusa, menunggu kepulangan sang Ayah yang tengah bekerja di luar kota. Di tempat penghormatan terakhir, beberapa orang datang silih berganti. Beberapa diantara mereka menangis tersedu-sedu seolah turut bersedih atas apa yang menimpa Soora. Sementara Jongin sendiri, ia lebih memilih duduk sendiri di luar Rumah Duka. Dalam tangannya tergantung satu liontin perak dengan hiasan bunga cantik. Ia tersenyum miris sembari menggengam kalung itu erat. Tak lama kemudian air mata yang sedari tadi coba ia tahan pada akhirnya turun, isak memilukan itu terdengar menyayat hati dan perasaan. "Bahkan aku belum sempat memberikan ini padamu, tapi kenapa kau pergi lebih dulu?" tanya-nya pada angin. Ia mendongak, menatap langit hitam luas tanpa bintang di atas sana. "Apa yang sedang kau lakukan di atas sana? Kenapa kau cepat sekali pergi, kau lupa janji kita untuk mengikat janji cinta suci diatas altar setelah aku naik jabatan? Kau bahkan belum memberikan selamat untuk itu, kau..." ucapnya tertahan saat rasa sesak terasa menghimpit d**a. Ia masih ingat dengan jelas raut bahagia Soora saat ia bercerita soal dirinya yang dipromosikan oleh sang atasan. Gadis itu berkata jika setelah ia dipromosikan dan berhasil naik jabatan maka tujuan keduanya sudah semakin dekat. Tujuan bersama untuk mengukuhkan sumpah janji sehidup semati di hadapan pendeta dan Tuhan. Meski Soora dan Jongin sudah menjalin hubungan cukup lama, keduanya sepakat untuk melanjutkan hubungan ke jenjang yang lebih serius saat keadaan finansial mereka telah siap. Jongin sendiri bekerja di satu perusahaan dengan gaji cukup. Sedang Soora, ia bekerja sebagai pelayan caffe sekaligus assisten penulis novel yang juga sahabatnya. "Apa di atas sana jauh lebih menyenangkan, sampai-sampai kau tega meninggalkan aku sendiri seperti ini? Apa kau tahu seberapa terlukanya aku saat kau pergi bahkan tanpa sempat berpamitan padaku, apa itu bukan egois?" ucap Jongin dengan sesekali sesenggukan. "Tapi meski begitu, semoga kau bahagia di sana. Semoga Tuhan selalu memberimu kebahagian bahkan hingga titik terkecil, sampai kapanpun aku takkan melupakanmu. Bahkan takkan pernah ada yang bisa menggantikamu di hatiku." "Aku mencintaimu, Kang Soora." 1 Bulan Kemudian. Ruang dengan dominan cat putih itu tampak lengang. Hanya ada seorang gadis yang tengah terbaring dengan alat bantu pernapasan di sana, hanya terdengar suara alat peneteksi dekatk jantung yang terdengar nyaring diantara sunyinya ruangan sampai tak lama kemudian seseorang datang dengan membawa bunga tulip dalam tangan. Pria itu dengan telaten mengganti bunga tulip yang sebelumnya dengan yang baru. Setelahnya ia terduduk di bangku tepat di samping ranjang tempat sang gadis tertidur. "Bangunlah. Mau sampai kapan kau tertidur, kau bukan seorang Putri Tidur yang akan tertidur sampai Pangeran datang dan menciumu bukan? Ini sudah satu bulan dan kau masih betah untuk terlelap, apa yang sebenarnya sedang kau impikan sampai enggan terbangun?" ujarnya seorang diri. Ia menatap gadis di depannya dengan tatapan sendu. Klek Pintu terbuka, menampakan seorang lelaki jangkung dengan setelan jas rapi datang mendekat. Pria yang sebelumnya terduduk sontak berdiri menghampiri pria lainnya. "Hyung. Kau baru saja sampai?" tanya-nya. "Menurutmu? Bagaimana kondisinya?" sahutnya acuh sambil melonggarkan dasi yang terasa mencekik leher. "Masih sama, belum ada perubahan yang berarti." "Kenapa tidak lepas saja semua alat itu, toh tak ada gunannya," ujar pria itu sekenannya. Sean -pria yang datang lebih dulu- mendelik. Hampir saja ia menyerang sang lawan bicara karena ucapannya itu. "Apa? Ingin memukulku? Pukul saja. Bukankah apa yang ku katakan adalah benar? Apa ada jaminan jika kita tetap membiarkannya koma seperti sekarang ia akan sembuh suatu hari nanti?" "Setidaknya kita masih berusaha Hyung, kita masih memiliki harapan," desis Sean geram. Dua tangannya sudah terkepal erat di samping tubuh. "Harapan apa? Apa yang bisa diharapkan dari orang yang mengalami kecelakaan hebat dan berakhir koma selama satu bulan? Jika pun dia kembali apa kemungkinan yang akan terjadi setelah dokter mengatakan ada kerusakan permanen di otaknya? Ia bisa saja mengalami kelumpuhan total atau bahkan mengalami cacat mental ..." "Yeol HYUNG!!" Tepat setelah teriakan Sean, alat pendeteksi jantung berbunyi nyaring. Sean dengan panik mendekati gadis yang masih terbaring, sementara pria bernama Yeol tersenyum miring. "Lihat? Bukankah yang ku katakan ..." "Nona, Noona sadar! Hana Noona sadar," pekik Sean antusias. Ia bahkan tak kuasa menahan tangis haru. Sementara Yeol, pria itu masih terpaku di tempat. Badannya seolah kaku tak bisa bergerak, ia bahkan masih terdiam sesaat sampai beberapa dokter dan perawat datang karena panggilan Sean. "Ini adalah keajaiban. Nona Do kembali dengan keadaan normal seperti sedia kala," sang Dokter berkata bahagia. Tak lama setelahnya segerombol orang datang sambil menangis tersedu. Satu wanita diantaranya langsung memeluk Hana dan menangis kian hebat. Ia terus berucap syukur dan berterima kasih karena Tuhan telah berbaik hati menyembuhkan putrinya. "Terima kasih sudah kembali nak, terimakasih," wanita paruh baya lainnnya berucap. "Terimakasih sudah mau bertahan sampai sejauh ini Hana, Ayah bangga padamu," seorang lekaki paruh baya menatap Hana lembut senyum tulus terpatri indah di wajahnya. Hana mengernyit. Ia memijit pelipisnya yang terasa berdenyut bukan main. Hana? Siapa itu dan siapa orang-orang yang ada di hadapannya, yang ia ingat terakhir kali adalah ia yang mengalami kecelakaan lalu tak sadarkan diri. Dan ia ingat dengan jelas jika dirinya adalah Soora, bukan Hana. "Maafkan aku. Tapi ... siapa Hana?" tanya-nya lirih. Pandangan semua orang terpaku, saling lirik seolah bertanya satu sama lain. "Kau, kau adalah Hana." Soora -yang terjebak dalam tubuh Hana- menggeleng. "Aku bukan Hana, aku Soora. Kang Soora, di mana Ayah dan Ibuku?" "Kami di sini Hana, kau Kim Hana anak kami," sahut Nyonya Do lirih. Air mata luruh membasahi pipinya tanpa bisa berhenti. "Aku tidak mengerti maksud anda. Yang ku ingat terakhir kali adalah aku mengalami kecelakaan saat akan kembali ke rumah, dan aku adalah Soora bukan Hana," teguh Soora meyakinkan. Baru saja Sean akan menjawab, seseorang lebih dulu menyela. "Kau Hana, jangan membuat drama seolah kau kehilangan ingatanmu," ujar Yeol sembari menyerahkan cermin kecil. Soora menerima benda tersebut dan menggunakannya. Matanya membulat saat pantulan dalam cermin bukanlah dirinya yang sebelumnya. Mata sipit miliknya telah berganti menjadi bulat jernih, bibir tipisnya kini berganti jadi tebal dan berbentuk hati. Soora mengerjap, ia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi. Ia butuh penjelasan, tapi siapa yang bisa menjelaskan ini semua?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
93.5K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.5K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.7K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.7K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.4K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.3K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook