HARI YANG NAAS
Sepasang netra tajam dengan bibir seksi tersenyum ke arah seorang pramugari cantik yang mengedipkan sebelah matanya dengan nampan bertengger segelas minuman di tangannya.
Lelaki paruh baya yang merupakan pamannya, juga lelaki seusianya yang merupakan saudaranya. Hanya tersenyum tipis. Mereka sudah menebak yang akan terjadi selanjutnya.
Pemilik netra tajam itu bernama Fransisco Hilton, diusianya yang sudah 30 tahun masih menyandang predikat jomblo karena belum menemukan pasangan hidupnya. Meskipun memiliki rupa tampan dengan hidung mancung, alis tebal seperti ulat bulu, badan kekar tentunya berotot dibalik kemeja putih yang dikenakannya. Perawakan perfeksionis, menawan dan mempesona.
Tak hanya rupa yang membuat Fransisco kerap dipanggil Frans, terlihat sempurna. Dalam segi materi, Frans merupakan aset menuju masa depan cerah.
Frans putra pertama Abraham Hilton pimpinan Klan mafia yang memiliki power kuat, daerah kekuasaan luas, disegani dan ditakuti Klan manapun.
Kekuatan yang dimilik Frans tidak berbeda dengan leluhurnya. Frans memiliki segudang prestasi dan kecerdasan di atas rata-rata dibalik karakternya yang dingin, kasar, arogan dan kejam.
Semua kebengisan yang ditakuti dari sosok mafia komplit Frans miliki. Frans juga menjadi generasi yang mampu mengembangkan perusahaan jasa penyedia bodyguard terbaik.
Beberapa cabang perusahannya menjamur di seluruh pelosok wilayah. 90% penduduk yang membutuhkan jasa bodyguard selalu memakai jasa dari perusahannya.
Kita kembali ke Frans yang merasakan tubuhnya semakin memanas melihat langkah erotis sang pramugari. Gadis berambut pirang itu mendekatinya, memberikan segelas minuman.
Saat Frans memegang gelasnya tangan jahil sang pramugari meraba punggung tangan Frans dengan lidah menyapu bibirnya, gadis itu menggodanya.
Frans menggeram dengan kedua rahang mengeras, sang pramugari melangkahkan kakinya menuju ruang kecil yang berada di ekor pesawat.
Frans menatap kedua lelaki yang duduk di sampingnya, sang paman mengangkat kedua alisnya. Frans menaruh gelas berisi minumannya. Kemudian memasuki ruangan yang dimasuki pramugari berambut pirang itu.
"Dia pantas menerima hadiah setelah berhasil memenangkan wilayah Full House," ucap pamannya.
Frans membuka pintu, dia melihat gadis itu duduk menghadap ke arahnya. Kedua kakinya di atas kasur dengan paha terbuka lebar. Frans mengeratkan kedua rahangnya lagi karena merasakan pegal di bagian tengah celananya yang sudah mengembung.
Frans menggeram, saat gadis pirang itu terus saja menggodanya dengan gerakan-gerakan erotis.
"Kau selalu membuatku prustasi dengan tingkahmu," ucap Frans sambil menjatuhkan tubuhnya ke atasnya.
Frans langsung menggenggam rambutnya kemudian melumat bibirnya. Frans seperti singa jantan buas yang sedang melahap mangsanya. Membelit lidahnya, mengaduk-ngaduk semua area bibir gadis itu.
"Aaaa---!" desah gadis pirang itu.
Frans selalu bermain kasar.
"s**t! apa yang sudah kau lakukan?" tiba-tiba saja Frans membentak gadis pirang itu sambil menarik rambutnya dengan kasar. Menjauhkan wajah sang pramugari itu darinya. "Kau sudah membuatku kehilangan mood untuk meneruskannya," gerutunya. Kemudian mendorong gadis pirang itu.
"Aaaaaa-!" teriak gadis itu saat tubuhnya terjungkal.
Gadis itu meringis kesakitan karena pinggulnya terbentur. Frans langsung memutar tubuhnya, kemudian menarik resleting celananya yang sempat diturunkan gadis itu.
"Ma-maafkan saya Tuan! saya hilang kendali. Ampuni kesalahan saya!" gadis pirang itu langsung berjalan dengan kedua lututnya yang masih memunggunginya.
Dia mengetahui kesalahannya, Frans tidak menyukai gadis manapun menyentuh tubuhnya, sekalipun menyentuh baju dan celananya tanpa instruksinya. Gadis pirang itu hilang kendali menurunkan resleting celananya tanpa perintah.
Entahlah, Frans pria aneh yang sulit di tebak siapapun. Semua orang di sekelilingnya hanya mengandalkan keberuntungan. Mengingat sifat Frans yang sulit difahami. Kadang marah-marah tak jelas, berbicara kasar dan raja tega. Begitulah karakternya, satu contoh saja saat ini.
Gadis pirang malang itu tidak menyangka jika kali ini pelayanan plusnya mengecewakan.
"Keluar!" usirnya dengan nada membentak membuat sang pramugari itu tersentak kaget.
Gadis itu mundur kemudian berdiri, dia menatap punggung Frans.
"Keluar!" teriak Frans lagi membuatnya memutar tubuh ke arah pintu ruangan sempit itu. Dia menghelak napas, kali ini bukan hari keberuntungan. Padahal dia sangat merindukan sentuhan dan kehangatan tubuh Frans.
Gadis paramugari itu keluar melintasi paman dan Fedrick dengan kedua mata memerah. Senyuman menggodanya tlah berganti dengan gigitan bibir ketakutan dan perasan khawatir.
"Sepertinya gadis itu sudah membuat Frans kesal," ucap sang paman.
Terdengar pintu terbuka dan Frans melangkah santai dengan kemeja rapi. Frans sangat memperhatikan penampilannya. Dia ingin selalu terlihat sempurna dan perfeksionis.
"Apa kau memerlukan pelayanan pengganti?" tanya sang paman.
"Aku sudah tidak berselera menyentuh tubuh gadis manapun," balasnya dengan wajah malas.
Sang paman memainkan alisnya naik turun saat Fedrick menatapnya.
"(ish) jangan menambah kemarahanku paman!" umpat Frans sambil membuang wajahnya ke jendela pesawat.
Setengah jam kemudian,
Frans keluar dari pesawat yang mendarat di salah satu landasan pribadinya. Frans mengenakan kacamata hitam diikuti paman, saudara dan anak buahnya. Mereka menuruni anak tangga. Di bawahnya sudah menunggu mobil mewah yang diapit dua mobil mengawalnya.
Beberapa lelaki yang mengenakan jas lengkap hitam serempak menundukan kepala sebagai salam hormat. Salah satu lelaki yang menunduk hormat berdiri tegak dengan tangan memegang pintu mobil mewah yang sudah terbuka.
Frans masuk, paman dan saudaranya naik mobil yang berada di depannya. Mobilpun melaju meninggalkan area landasan itu dengan laju cepat.
Di perjalanan menuju kediamannya,
Frans tersenyum tipis sambil menatap ke luar dari balik kaca jendela mobilnya. Di matanya terlihat wajah gadis cantik yang beberapa hari lagi akan dia nikahi.
"Sebentar lagi kau akan menjadi milikku Valery Alaric," gumamnya.
"braaaakkk! ckiiiit! bruug! duaaaaar!"
Tanpa di duga truk tronton menabrak mobil tengah dari tiga mobil yang melaju di perempatan jalan. Mobil yang didalamnya terdapat Frans.
"Frans...!" teriak pamannya yang langsung berlari ke arah mobil Frans dalam kondisi ringsek.
Seketika jalan itu menjadi ribut dan panik. Terutama pihak Frans yang langsung bergerak cepat menyelamatkan pimpinan mereka.
Beberapa menit kemudian, ledakan keras berasal dari truk tronton membuat suasana jalan itu semakin mencekam.
Tiga hari kemudian,
Seorang gadis sedang duduk menghadap cermin dengan bibir tersenyum. Dia menatap wajahnya yang terlihat berbeda dari biasanya. Makeup yang di poles di wajahnya membuatnya terlihat beda. Balutan gaun putih membungkus tubuhnya, gaun pengantin yang selama ini menjadi impiannya.
Gadis itu Anatasya Edelweis Alaric , putri Alaric salah satu pengusaha di kota itu. Diusianya yang baru menginjak 22 tahun, Anatasya akan mengakhiri masa lajangnya.
Gaun pengantin yang dikenakannya saat ini akan menjadi saksi ikrar janji sucinya dengan Darius Dimitri yang menjadi kekasihnya dari 5 tahun yang lalu.
Anatasya menoleh ke arah jam dinding, waktu sudah menunjukan pukul 09.00. Waktu yang sudah dijadwalkan pengucapan ikrar pernikahan mereka.
"Kenapa ayah belum menjemputku?" gumamnya sambil menatap ke arah pintu kamarnya yang tertutup rapat. "Mungkin Darius datang terlambat. Semoga perjalananmu ke sini tidak ada hambatan."
Anatasya berusaha tenang dan berpikir posistip. Dia menatap ke arah ranjang pengantin bernuansa merah muda. Di bagian tengahnya bertaburkan kelopak-kelopak mawar merah yang dibentuk love. Di beberapa titik tersimpan lilin aromaterapy yang akan menambah nuansa romantis malam pertama mereka.
Dalam benaknya menari-nari adegan malam panasnya bersama Darius, malam ini Anatasya akan mempersembahkan tubuhnya yang belum terjamah hanya untuk Darius, suaminya.
Anatasya senyum-senyum sendiri membayangkan adegan-adegannya terpanas bersama Darius nanti malam di atas ranjang itu.
Anatasya mengingit bibir bawahnya saat membayangkan tubuhnya disentuh. Akhirnya, usahanya mempertahankan virginnya berhasil. Hubungannya selama 5 tahun tidak membuatnya kehilangan harta berharganya itu.
"(Ah) apa yang sedang kau pikirkan? dasar gadis gila!" umpatnya memaki dirinya sendiri sambil menepuk-nepuk kepalanya dengan pelan. "(Ah) mahkotaku (sambil menatap mahkota yang melingkar di bagian tengah rambutnya di cermin) beruntung tidak bergeser," ucapnya sambil tersenyum-senyum menatap wajahnya yang terlihat sangat cantik.
Setengah jam berlalu,
ayahnya tidak kunjung menjemputnya. Anatasya penasaran. Dia menghampiri pintu. Kemudian memutar gagangnya.
"Kenapa pintunya terkunci?" ucap Anatasya sambil memutar-mutar gagang pintu berkali-kali. "Siapapun, tolong buka pintunya!" teriaknya sambil memukul-mukul pintu.
Satu jam berlalu,
Anatasya masih memukul-mukul pintu sambil berteriak-teriak meminta seseorang mengeluarkannya dari kamar. Suaranya sampai serak. Anatasya merapatkan punggungnya di pintu dengan makeup di wajahnya yang sudah mulai luntur karena tersapu air mata. Dia duduk sambil merangkul kedua pahanya yang merapat
"Ada apa ini? kenapa pintunya di kunci? bukannya mereka tahu hari ini hari pernikahanku. Aku pengantinnya, kenapa terkurung di sini?" gumamnya terlihat putus asa.
Anatasya menatap jam dinding waktu sudah menunjukkan pukul 11.00. Dia yakin sesuatu yang buruk telah terjadi.
"Apa sesuatu yang buruk terjadi pada Darius?" gumamnya lagi sambil berdiri cepat.
"Siapapun yang ada di luar! tolong buka pintunya?" teriak Anatasya lagi masih memukul-mukul pintu. "Tolong siapapun keluarkan aku dari sini (hik hik hik hik)."
Anatasya merasa lelah karena satu jam lebih berteriak-teriak sambil memukul-mukul pintu. Akhirnya, dia menyerah dengan menjatuhkan kepalanya di atas bantal. Kasur yang seharusnya dia gunakan nanti malam bersama Darius yang sudah resmi menjadi suaminya.
Ranjang yang dihias kelopak-kelopak bunga mawar merah, sudah berantakan. Matanya terpejam disertai segukan tangisan. Anatasya pun terlelap karena kelelahan.
Beberapa jam kemudian,
Hari semakin sore, Anatasya terbangun oleh suara pintu terbuka. Dia langsung duduk dengan wajah bantalnya dan tersenyum melihat ayahnya.
"Ayah," panggilnya sambil berdiri hendak menghampiri sang ayah. Tetapi, langkanya terhenti saat Darius muncul mengenakan jas hitam lengkap. Anatasya tentu saja senang karena tidak terjadi hal yang buruk pada kekasih hatinya.
"Darius...?" panggilnya sambil tersenyum.
Anatasya mengerutkan keningnya melihat tangan Darius menggenggam tangan seseorang, tangan Valery. Dia semakin bingung melihat Valery mengenakan gaun pengantin.
"Ke-kenapa kau mengenakan gaun pengantin?" tanya Anatasya sambil menatap Darius dan Valery yang berdiri menghadapnya dengan tangan saling menggenggam.
"Aku dan Darius sudah menikah," balas Valery.
"A-apa? (hah) apa kakak sedang bercanda?" tepisnya sambil menatap tak percaya.
"Ini bukti kami sudah menikah," balasnya sambil memperlihatkan dua buku kecil , buku pernikahan.
"Ada apa ini? beritahu aku Darius! aku tidak mengerti," desak Anatasya sambil mundur dengan tubuh oleng. "Tidak mungkin ini nyata. Kau sedang bermimpi Anatasya!" gumamnya sambil menepuk-nepuk pipinya.
Darius langsung melepaskan gengaman tangannya. Dia dengan cepat menghampiri Anatasya agar menghentikan ulahnya menyakiti diri sendiri.
"Kau tidak sedang bermimpi Anatasya. Sadarlah! segera bangun dari mimpimu!" ucap Darius dengan tangan memegang kedua bajunya. Kemudian menggoyang-goyangkannya.
"(Hik...hik...hik...) apa alasannya, kau menikahi Valery? bukankah aku yang seharusnya kau nikahi?" tanya Anatasya sambil menangis.