bc

DEMON FIGHTER

book_age18+
232
FOLLOW
1.2K
READ
spy/agent
revenge
dark
heavy
lighthearted
brilliant
expert
male lead
school
weak to strong
like
intro-logo
Blurb

Kesulitan ekonomi. Alasan klasik yang bisa mendorong orang menjadi giat atau sebaliknya melakukan kejahatan. Wisnu dan Bayu adalah contohnya. Keinginan mencapai cita-citanya dan kesulitannya pencapaiannya membuat mereka jatuh ke dalam lembah hitamnya kekerasan street fighter. Akankah mereka berhasil melepaskan diri dari jeratnya? Mungkinkah street fighter mengantar mereka ke gerbang keberhasilan?

chap-preview
Free preview
Chapter #1
CHAPTER #1 SATU               Hari masih pagi saat Wisnu pamitan kepada ayah dan ibunya. Ada rasa sedih meninggalkan keluarganya di kampung. Orangtuanya yang sudah menua hanya ditemani oleh adiknya Wisnu yang perempuan saja. Keluarganya hanya seorang petani garapan yang hanya bekerja apabila disuruh yang punya tanah. Atau diajak membajak apabila pekerjaan mencangkulnya sudah selesai digarap oleh orang lain.             “Wisnu, Abah hanya punya uang segini saja. Itupun hasil nabung Abah dan Emak di bambu. Bawa ya Wis, untuk bekal dan hidup sederhana sementara kamu melanjutkan sekolah.” Komar memberikan gulungan kain yang berisi uang lembaran lima ribuan yang digulung-gulung. Airmata Wisnu mengalir deras melalui pipinya.             “Doain Wisnu ya Bah! Biar Wisnu bisa mengangkat derajat keluarga kita.” Ujarnya mencium tangan ayahnya. Kemudian memeluknya.             Lalu Wisnu menoleh kepada ibunya yang sejak dari tadi menangis melihat anak laki-laki satu-satunya akan pergi meninggalkan mereka.             “Emak!” Wisnu tak kuasa menahan tangis. Wisnu langsung memegang kaki ibunya dan menciumnya. “Doain Wisnu mak!” Ujarnya. Ibunya bukan menjawab malah memeluk dan menciumi pipi anaknya.             “Jaga Abah dan Emak ya Kom?” Wisnu memegang kepala adiknya. Komalasari menganggukan kepalanya.             Wisnu melangkah keluar dari rumah setengah permanennya tidak menoleh lagi. Hatinya tidak merasa ragu. Dia harus memperjuangkan dan mengangkat martabat keluarga. Itulah yang selalu diucapkan dalam hati maupun perbuatannya sehari-harinya.             Setelah selesai sekolahnya di salah satu SMA di daerahnya Wisnu bertekad untuk melanjutkan sekolahnya diperguruan tinggi dan Jakarta adalah sasarannya. Pikirannya Jakarta akan dapat mengantarkannya memperoleh pekerjaan apa saja sekaligus sambil kuliah. Menjelang subuh bis antar kota yang membawanya sampai di terminal Kampung Rambutan. Wisnupun turun dari bisnya. Diluar dia mengeluarkan selembar kertas dari gurunya SMA nya alamat temannya yang ada di Jakarta lengkap dengan nomor angkutan kota yang harus dinaikinya. “Maaf pak, apa ini rumahnya pak Rohim?” Tanya Wisnu kepada seorang laki-laki seumuran dengan guru SMA nya. “Iya saya Rohim, maaf mas ini siapa ya?” Tanyanya. “Saya Wisnu pak, anak didiknya pak Kusmayadi dari Ciherang Bandung.” Jawab Wisnu. “Ohh, iya pak Kus yang ngajar di SMA 5, betul?” “Iya pak Rohim.” Balas Wisnu mengangguk. “Aduhh, mari masuk mas Wisnu. Maaf nih, rumahnya masih berantakan.” Ujar Rohim mengajak Wisnu masuk kerumahnya yang sederhana. “Mah, Mah! Tolong buatin air minum teh manis yah. Ada saudara Bapak nih dari kampung.” Teriaknya kepada istrinya. Ani istrinya Rohim keluar dari dapur. Wisnu menghampirinya dan mencium tangan istrinya Rohim. “Naik apa tadi mas Wis?” “Bis pak. Tadi sampai jam 5 pagi di terminal.” “Iya, iya. Ada yang dititipkan dari pak Kusmayadi barangkali?” “Hanya ini pak.” Wisnu menyerahkan sebuah amplop kepada Rohim. Rohim membukanya. Ada beberapa lembar uang ratusan ribu didalamnya dan secarik surat. Kemudian Rohim membacanya. “Mas Wisnu. Pak Kus memberikan uang sejuta kepada bapak. Dan beliau berharap bapak dan keluarga bapak bisa menerima mas Wisnu untuk menumpang sementara tinggal disini.” Kata pak Rohim menyampaikan apa yang ada didalam amplop dan pesannya dari gurunya Wisnu. Wisnu hatinya terharu akan kebaikan pak Kusmayadi. Pak Kusmayadi selain seorang guru disekolah juga pak Kusmayadi gurunya Wisnu dalam ilmu beladiri karate dan silatnya. Setiap pulang sekolah Wisnu selalu digembleng dengan ilmu beladiri itu. Katanya persiapan untuk bekal merantau di kota. “Bapak sih mau saja mas Wisnu, asal mas Wisnu mau tinggal dirumah bapak yang sederhana ini.” Ujar Rohim. Ani datang datang dapur membawa dua gelas teh manis dan disimpan diatas meja. “Iya mas Wisnu. Kalau saya sih tidak keberatan juga. Yang penting bisa jaga diri dan mawas diri. Begitu kan pak?” Sambung Ani. Wisnu terdiam. Kemudian mengusap airmatanya. “Pak Rohim dan Ibu. Sungguh saya sangat berterimakasih sekali. Saya kesini selain ingin melanjutkan kuliah juga ingin sambil bekerja entah apa saja yang penting halal. Jadi dengan diterimanya saya tinggal di rumah ini juga adalah anugerah buat saya. Atas nama pak Kus, saya mengucapkan terimakasih pak, bu.” Tutur Wisnu. “Syukurlah kalau begitu. Sudah, sekarang kita kekamar yang bisa kamu pakai.” Rohim berdiri dan berjalan diikuti oleh Wisnu. “Nah, ini kamar sudah tidak dipakai anak bapak lagi karena sudah menikah. Jadi sekarang kamu yang pakai yah mas Wis.” Kata Rohim sambil membenahi tempat tidur, meja dan lemari pakaian. “Sekarang kamu istirahat saja dulu. Capek kan? Dan ini kipas anginnya tinggal tarik saja.” Kata Rohim memberi petunjuk. “Iya pak, terimakasih.” “Kalau mau kekamar mandi, kamu tinggal belok kanan dan ada disebelah kiri kamu. Tapi mas Wisnu harus menimba air dulu. Disebelahnya ada sumur. Bersih kok.” “Iya pak.” Wisnu menganggukan kepalanya. Rohim beranjak dari kamarnya Wisnu menuju ketengah rumah. Sedang Wisnu menutup kamarnya dan berbaring di tempat tidur seadanya sambil mengipas-ngipas badannya yang panas. Tidak begitu lama Wisnu sudah tertidur karena kecapekan. Jam 11 siang Wisnu terbangun karen kaget mendengar suara ribut di luar. Lalu dia bangun dan keluar kamar. Dari dalam rumah dia melihat Rohim dan istrinya sedang menghadap ke arah mulut gang. Terdorong rasa penasaran Wisnu keluar dari rumah. “Ada apa pak?” Tanya Wisnu. “Itu mas Wisnu. Biasa, ada tawuran anak sebelah dengan anak seberang jalan.” Ujar Rohim kalem saja menjawabnya. “Kok bisa ada tawuran sih pak? Sudah sering yah?” “Iya mas Wis. Yang begitu itu bosan ngurusinnya.” Kata Rohim. Wisnu hanya menggeleng-gelengkan kepalanya saja. Tiba-tiba dari arah mulut gang ada anak tanggung yang berlari kencang sambil berteriak meminta tolong. Tapi tidak ada satupun orang disitu yang keluar. Di belakangnya tampak juga anak muda yang mengejarnya dengan membawa golok. Wisnu celingukan mencari sesuatu. Dipojokan dia melihat sebatang rotan lurus bekas kursi malas tampaknya. Wisnu mengambilnya dan keluar dari rumah Rohim. Dia berdiri di gang dan membiarkan anak tanggung itu melewati Wisnu yang berdiri menjaga. Anak muda yang mengejarnya dan membawa golok tidak berhenti berlari. Malahan langsung mengayunkan goloknya kearah Wisnu yang dianggapnya menantangnya. Wisnu hanya melengoskan badannya sedikit kemudian mengayunkan rotan yang dipegangnya tepat kena tangannya yang akan membacoknya. Goloknya itu terpental jauh. Kemudian Wisnu membalikan badannya dan menyabetkan rotan kearah tulang kering kaki orang itu. Orang itu dia berteriak kesakitan dan jatuh terduduk sambil memegangi kakinya. Wisnu mengelak kembali karena ada angin yang berkesiur disamping telinganya. Sekilas dia melihat sebuah kayu yang dipukulkan kearahnya oleh temannya yang membawa golok. Kali ini kaki Wisnu yang bekerja. Kaki Wisnu bersarang di ulu hati orang itu sampai terjengkang kebelakang dan jatuh pingsan saking telaknya tendangan Wisnu. Wisnu kemudian berdiri tegak masih memegang rotan. Dari mulut gang tampak ada beberapa keamanan kampung yang datang berlari dan langsung menangkap dua orang yang sudah tidak berdaya dihajar Wisnu. Wisnu tidak mengacuhkan tepukan tangan orang-orang yang melihatnya. Malahan dia langsung masuk kerumah dan kembali kekamarnya. Rohim dan istrinya hanya melongo melihat tindak tanduk Wisnu. Ternyata dibalik sopan santun Wisnu tersembunyi sebuah keberanian yang menakjubkan. Wisnu mau berkorban bagi orang yang tidak dikenalnya sekalipun. “Mas Wis! Bangun. Ada pa RT tuh.” Kata Rohim menggoyangkan kakinya Wisnu. Wisnu bangun dan mengucek-ngucek matanya. “Iya pak.” Katanya. Wisnu berdiri dari tempat tidurnya dan mengenakan celana panjang dan membetulkan kaos bajunya. “Mas Wisnu ya?” Kata pak RT. “Saya Yono RT disini.” “Iya pak RT, Saya Wisnu. Saudaranya pak Rohim. Saya belum lapor ke rumah bapak. Badan saya masih capek soalnya pak.” “Iya nggak masalah itu. Saya hanya ingin mengucapkan terimakasih. Katanya mas Wisnu sudah menyelamatkan anak saya si Asep dari kejaran warga seberang.” Yono menggenggam tangannya Wisnu. “Sama-sama pak RT. Itu hanya kebetulan saja saya lagi beruntung.” Ujar Wisnu merendah. Pak RT dan Rohim juga Wisnu akhirnya mengobrol sampai siang hari. Jam 5 sore Rohim sedang mempersiapkan jualan nasi goreng dan mie gorengnya dihalaman rumahnya. Wisnu yang melihatnya segera menghampiri. “Pak Rohim jualan juga. Dimana jualannya pak?” Tanya Wisnu ikut membereskan barang bawaannya Rohim. “Didepan mas Wis. Kenapa mas?” Tanya Rohim. “Saya bantu ya pak?” “Nggak usahlah mas. Mas istirahat saja dulu. Masih capek juga kan?” “Sekarang agak mendingan pak. Kalau tidak digerakan otot saya malah sakit pak.” Kata Wisnu tertawa. “Sekarang apa yang harus saya lakukan.” “Emh, coba bawa gerobak nasi gorengnya kedepan gang. Luruskan disebalah kanannya, didepan toko material yang sudah tutup.” Ujar Rohim memberi petunjuk. “Tapi kalau belum simpan saja dipinggirny ya mas.” Wisnu mendorong gerobak nasi goreng itu kedepan gang dan berbelok ke sebelah kanan. Wisnu kembali lagi dan sekarang membawa sisa barang yang belum terangkut di gerobak yang tadi dia bawa. “Gimana mas Wis? Berat yah?” “Biasa saja pak. Malahan itu nggak ada apa-apanya buat saya. Kalau saya membantu Abah di kampung itu kalau mengangkat karung bisa sampai 4 pak dipundak.” Kata Wisnu tersenyum. “Wah, berat kan itu mas? Bisa 150 kiloan.” “Iya pak.” Kata Wisnu yang berjalan disamping Rohim. Didepan toko material yang sudah tutup Wisnu ikut membantu Rohim memasang dan membereskan jualan nasi gorengnya. Cukup laris ternyata nasi goreng Rohim. Terbukti baru jam 8 malam saja sudah tinggal setengahnya habis terjual. “Bang, nasi gorengnya 2, .mie goreng 1 yah! Pedas. Dan jangan lama” Ujar 3 orang pemuda yang kelihatannya sok jago. Rohim dan Wisnu meladeni pesanan mereka. Begitu selesai makan, 3 orang pemuda itu berdiri dan langsung bilang. “Terimakasih ya bang!” Katanya dan hendak pergi begitu saja. “Maaf bang. Abang belum bayar. Semuanya 45 ribu.” Kata Wisnu berdiri didepan mereka. “Apa lu bilang! Lu nagih bayar makanan ama gua? Lu belum tau gua ini sipa ya?” Katanya mendorong badannya Wisnu. Wisnu yang didorong bukannya terdorong malah badannya pemuda itu yang terdorong. “Lu mau jadi jagoan ya?” Ujarnya memegang kerah kaos Wisnu. “Nggak bang, tapi kita kan jualan jadi bayar dong. Kan abang sudah makan.” Kata Wisnu diam dipegang kerah bajunya. “Sialan lu.” Kata orang itu melayangkan tangannya kemuka Wisnu. Tapi dalam sekejap muka Wisnu hilang dari hadapannya dan tau-tau pelipis sebelah kanan ada pukulan yang menghantamnya dengan keras. Orang itu langsung ambruk dan tidak bangun lagi. Kedua temannya kaget. Tapi mereka bukannya mundur malah langsung menerjang Wisnu. Mereka melayangkan tinjunya ke muka Wisnu. Dan satu lagi menendang kearah perut. Wisnu tenang saja menghadapi mereka. Wisnu menundukan mukanya dan melayangkan tinju kirinya keperut pemuda yang mau meninjunya. Kemudian kaki kanannya diangkat untuk menahan kaki yang menendang dengan telapak kakinya. Lalu badannya Wisnu agak miring kekiri dan kakinya diangkat langsung menghajar dagu pemuda itu. Berbarengan kedua orang itu jatuh bertumbangan didepan Wisnu. Wisnu berdiri didepan mereka. Wisnu mengangkat salah seorang pemuda itu dan tangannya langsung menempeleng mukanya hingga berteriak keras. “Mau bayar nggak?” Tanya Wisnu. “Iya bang. Iya, saya mau bayar.” Katanya sambil merogoh saku celananya. Lalu dia mengeluarkan uang 50 ribu rupiah. Wisnu menerimanya dan menuju ke gerobak nasi gorengnya. Wisnu mengambil uang 5 ribu rupiah dan membawanya ke para pemuda sok jagoan itu yang sudah pada berdiri. Wisnu memberikan uang kembaliannya. “Begini bang. Saya tidak akan melaporkan tindakan pemerasan kalian ke polisi. Tapi kalian harus janji tidak akan berbuat seperti itu lagi. Bagaimana?” “Iya bang, kami janji.” Kata mereka menganggukan kepalanya. “Oh iya, satu lagi. Kalau sedang tidak ada uang. Kalian bisa bicara baik-baik.” Setelah mengangguk mereka bertiga berjalan tergopoh-gopoh menahan sakit. Rohim yang dari tadi terdiam, sekarang tersenyum karena para pengganggunya sudah pergi. Orang-orang yang melihat kejadian itu banyak yang kagum dengan keberanian Wisnu. “Iya bang. Memang sekali-kali harus dibikin begitu tu orang.” Kata sebagian orang mendukung apa yang dilakukan oleh Wisnu. Wisnu hanya tersenyum. Kabar tentang Wisnu cepat tersebar di lingkungan tempat tinggalnya Rohim. Bahkan sampai ke daerah seberang dimana sering melakukan tawuran. Sifat jantan dan berani Wisnu akhirnya sampai juga ke salah seorang yang dianggap jagoannya di daerah seberang. “Masa sih? Segimana hebatnya anak itu? Gua jadi penasaran pengen jajal dia.” Andar merasa tersaingi ketenarannya oleh Wisnu. “Coba kalian cari tau kapan saja dan dimana dia biasa nongkrongnya?” Ujarnya kepada orang-orang yang rata-rata jadi preman di daerah situ. “Masa nggak tau sih bang. Dia kan ikut bantuin bang Rohim jualan tiap malam. Malah saya denger tuh anak pernah menghajar 3 orang sekaligus yang nggak mau bayar.” Kata Didi anak buahnya Andar. “Halah! Itu kan cerita. Yang penting bukti dong Di!” “Iya bang. Ntar saya intip deh. Kalau kebetulan ada, saya kabarin yah.” “Gak perlu lah. Malam ini kita datangi aja tuh jualan. Kesel gua dengernya.” Kata Andar sambil meninju dipan tempat duduknya. Malam itu Wisnu sudah beres-beres di tempat jualan nasi gorengnya Rohim karena memang sudah habis. Jam masih menunjukan jam 9 malam. Orang-orang masih banyak di sekitar daerah situ. Andar dan 3 anak buahnya datang ketempat jualan nasi goreng Rohim. Wisnu melihat mereka datang berdiri dan meninggalkan beres-beresnya. “Maaf bang, sudah habis nasi dan mie gorengnya.” Ujarnya menganggukan kepalanya. “Hey, gua kesini bukan mau beli. Gua Andar mau nyari anak yang namanya Wisnu. Lu tau nggak?” Kata Andar teriak-teriak. Orang-orang yang masih ada disekitar situ mendengarnya dan mulai berkumpul disekitar toko material itu. Asep anak pak RT segera berlari kedalam gang untuk memberitaukan keadaan di jalan. “Saya Wisnu, bang Andar. Ada apa ya bang?” “Ohh, jadi elu yang namanya Wisnu. Katanya lu jagoan ya?” “Ahh, bohong itu bang. Orang asal saja kalau ngomong.” “Udah jangan banyak omong lu. Mau nggak hadapin gua disini?” Wisnu melihat kesekelilingnya. Anak buah Andar sudah berdiri dibelakang Andar dengan membawa balok kayu dan sebilah golok. Sementara Asep sudah kembali dengan orang-orang dari dalam gang yang lengkap dengan pemukulnya bahkan ada juga yang membawa cangkul segala. Wisnu membalikan badannya dan mengangkat tangannya kepada orang-orang dibelakangnya. “Tahan! Bapak-bapak dan abang-abang jangan berbuat gegabah. Biar saja saya yang menyelesaikannya. Karena bang Andar ini yang mencari saya saja.” Kata Wisnu menunjukan jarinya kepada Andar. “Bang Andar. Saya terima tantangannya. Tapi dengan syarat.” “Apa syarat lu.” Tanya Andar dengan jumawa dan sok bisa mengalahkan Wisnu yang lebih kecil badannya dibandingkan dia. “Kalau saya kalah itu terserah abang mau ngapain asal tidak mengambil jiwa. Tapi apabila abang yang kalah, saya harap abang tidak mengganggu setiap orang dan kampung kita harus bersatu. Bagaimana setuju?” Kata Wisnu berdiri tegak. Andar terdiam sebentar. “Oke. Gua setuju. Kalau lu kalah gua minta lu jadi anak buah gua. Gimana?” “Setuju bang.” Ujar Wisnu. “Sekarang kita bagaimana?” “Kita duel satu lawan satu.” “Itu yang dibelakang abang?” “Mereka nggak bakalan ikut campur.” Ujar Andar. “Baik kalau begitu.” Lalu Wisnu menoleh kepada Rohim. “Maaf sebentar ya pak.” “Iya mas Wisnu. Hati-hati yah.” Wisnu berdiri berhadapan dengan Andar yang lebih besar dan tinggi. Belum juga Wisnu siap, tiba-tiba Andar langsung menyerang dengan cara akan menyergap Wisnu dengan kedua tangan kekarnya. Namun Wisnu secepat kilat menghindar dengan jalan meloncat keatas dan kakinya bergerak menghajar kepala Andar. Kaki Wisnu mengenai keningnya Andar. Rasanya seperti dihantam godam sampai Andar terjajar beberapa langkah kebelakang. Wisnu sudah berdiri lagi dan bersiap memasang kuda-kudanya. Kali ini tangan Wisnu menjulur kedepan seperti akan bersalaman. Jurus silat Cimandenya diperlihatkan. Andar yang melihat seperti itu malah tertawa karena melihat Wisnu menjadi bertambah kecil badannya. Wisnu merundukan badannya karena itu salah satu ciri ilmu silatnya. Andar meloncat akan menangkap Wisnu. Wisnu berkelit dan membabat kaki Andar yang berdirinya tidak kokoh. Andar jatuh terjerebab dengan kepala duluan. Lalu dengan sigap Wisnu mengikutinya dengan menjejakan kakinya ke muka Andar. Begitu kaki Wisnu kena kemuka Andar, rasanya seperti tertimpa tembok keras dan Andarpun langsung pingsan disitu. Semua bersorak gembira dan menghampiri Wisnu dan menepuk-nepuk pundaknya. Anak buah Andar yang dari tadi bengong berama-ramai mengangkat tubuh Andar menyeberang jalan dan membawanya ketempat biasa mereka duduk-duduk dibawah. Diikuti sorak sorai warga, Wisnu berjalan kedalam gang sambil mendorong gerobak nasi gorengnya Rohim. Semua warga sekarang merasa punya jagoan.  

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Life of An (Completed)

read
1.1M
bc

Pulau Bertatahkan Hasrat

read
639.9K
bc

Patah Hati Terindah

read
82.9K
bc

Scandal Para Ipar

read
707.9K
bc

Marriage Aggreement

read
86.9K
bc

JANUARI

read
48.8K
bc

Life of Mi (Completed)

read
1.0M

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook