bc

My Wedding Story [INDONESIA]

book_age16+
4.6K
FOLLOW
44.8K
READ
love-triangle
possessive
love after marriage
goodgirl
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Blurb

"Menikah dengan klienku sendiri? Seorang wedding organizer sepertiku pada akhirnya menikah dengan pria yang ternyata calon suami sahabatku?" -Floragita

"Wanita itu. Orang yang mengurus segala keperluan pernikahanku dengan calon istriku ternyata yang pada akhirnya harus kunikahi. Mungkin takdir yang indah." -Bagas Pramesti Hartodirjo

chap-preview
Free preview
Chapter 1
Karena pertemuan tidak akan pernah salah waktu, tempat, apalagi salah orang   Flo meyakini itu   FLO POV   Pagi ini suasana kantorku cukup ramai pengunjung. Terutama para pasangan yang siap untuk memasang jasa wedding organizerku untuk acara pernikahan mereka. Tak ayal jika pemandangan itu membuatku sepat mata tatkala aku yang selalu mengurusi setiap detail pernikahan bahkan tak pernah sedikitpun berniat melakukannya dalam waktu dekat.   Kesibukan akan pekerjaan membuatku tak pernah terbersit sedikitpun untuk memiliki kekasih. Terbukti di usiaku yang menanjak 24 tahun aku masih betah menyendiri tanpa didampingi kekasih.   Walau kadang aku merasa iri terhadap beberapa pasangan yang pernikahannya kutangani, tapi jika memang belum ada yang pas, untuk apa aku memburu-burukan untuk menikah?   Kringgg....kringg....   "Halo dengan F Organizer, bisa dibantu?" Sapaku pada seseorang di seberang sana.   "Dengan Floragita?." Sahutnya. Suaranya sedikit tak asing di telingaku. Bahkan ia sampai tau nama panjangku.   “Ya benar, dengan siapa ya?” Tanyaku. Suara kekehan terdengar di ujung telepon.   “Lupa dengan Kinan?”   "Kinan? Maaf Kinan siapa ya?" Jawabku lagi karna kupikir ini hanya orang iseng aja.   "Yaampun pikun banget ya sama sahabat sendiri!" Aku memutar otakku sebentar. Sepertinya nama Kinan tak asing di telingaku. Aku mencoba mengingat lagi. Sebuah nama terbersit dalam pikiranku.   "Kinanti Ayudhia?" Seruku pada orang tersebut.   "Hmmm..." Dehemannya membuatku melonjakkan tubuhku dan refleks berdiri.   "Yaampun Kinan!!! Gue kangen banget sama lo!" Aku menepuk jidatku kencang saking pikunnya dengan suatu hal. Terlalu banyak kerjaan di usia muda juga tak menampik membuat kita mudah lupa akan sesuatu. “Terlalu sibuk sih lo, sampe lupa kalo punya sahabat.” Ia mendengus. Aku terbahak.   “Iya, sori. Ada apa nih, kok lo telfon lewat telfon kantor? Lo punya nomor w******p gue kan?”    "Iya gapapa Flo.Kita bisa ketemu? Gue...mau tanya-tanya soal masalah wedding." Aku mengernyitkan dahi. Apa itu berarti Kinan akan menikah?   "Lo mau married?" tanyaku memastikan.   "Iya hehehe...." Serunya dengan kekehan.    "Oke. Café La Prince deket kantor gue ya!" Seruku senang. Sudah hampir 3tahun kami tak bertemu semenjak Kinan memutuskan untuk tinggal di Bandung dan aku yang tetap di Jakarta. Kinan adalah sahabatku semasa kuliah. Bahkan kami satu kamar kost sewaktu jaman kuliah dulu. Mendengar kabarnya akan segera menikah membuat seulas senyum tergambar di bibirku.    “Jangan lupa dibawa calon suaminya. Gue mau kenalan juga.” Godaku.    “Iyaiyaaa. Masa mau konsul sama WO ga bawa calon suami. Nanti gue disangka halu.” Kinan tertawa lagi.   Tak lama kami mengobrol, aku menutup telepon. 1 lagi sahabatku yang akan menikah. Dan aku masih berkutat dengan kesibukanku tanpa memiliki kekasih. Sedikit miris.   **   "Ah hampir aja telat." Seruku saat memasuki pelataran cafe La Prince. Dengan langkah tergesa aku mencari sosok Kinan yang sudah hampir aku lupakan bentuk rupanya. Tiba-tiba sebuah tangan melambai padaku. Itu dia.    "Kinan!!!" Tanpa perlu basa basi aku segera merengkuh wanita di hadapanku dengan wajah berbinar. Kinan tak banyak berubah. Wajahnya masih secantik dulu. Hanya pipinya sedikit tirus, tak sechubby dulu. Namun ia terlihat sedikit kurus. Tubuhnya pun masih tinggi menjulang melebihi diriku.   "Ayo duduk dulu." Kinan mempersilahkan. Di sebelahnya tampak seorang pria dengan kemeja putih polos dan dan dasi yang masih terikat sempurna. Wajahnya cukup tampan dengan alis tebal dan senyum yang cukup manis. Pasti ini calon suami Kinan.   "Ah ini kenalin. Calon suami gue. Namanya Bagas. Panggil aja mas Bagas. Soalnya dia 3 tahun lebih tua dari kita." 3 tahun lebih tua saja mukanya masih terlihat sangat muda. Ckckck apa pria di hadapanku ini melakukan operasi plastik?   "Flo." Aku menjabat tangan mas Bagas. Ia tanpa canggung membalas uluran tanganku. Benar-benar ya si Kinan. Pinter banget cari calon suami kaya mas Bagas yang model begini. Wajahnya seperti oppa-oppa di drama korea yang sering kutonton. Hanya saja wajahnya tak se-oriental itu. Masih sedikit ada sentuhan jawa yang melekat.   "Jadi ada apa nih gue diundang kesini?" tanyaku langsung pada pointnya. Kinan langsung menoyor bahuku pelan dengan wajah sebal.   "Gabisa gitu ya kangen kangenan dulu sama gue.” Kinan sedikit mengerucutkan bibirnya. Aku terkekeh.   “Kalo kangen kangenan kayaknya lo ngajaknya shopping deh, bukan duduk begini. Bukan lo banget.” Jawabku tertawa. Kinan memang bukan tipikal cewe yang suka duduk-duduk atau sekedar ngopi di café. Pasti ia lebih memilih menghabiskan waktub untuk mengelilingi mal sambil membawa bermacam-macam paperbag dari berbagai toko. Shopaholic mungkin disebutnya.   “Bener juga sih. Tapi ini serius deh. Gini Flo. Gue cukup tau banget kalo WO lo bagus banget dan bisa dipercaya. Nah bulan depan rencananya gue sama mas Bagas bakal nikah. Kita kayaknya mau sewa jasa WO lo. Bisa?" Katanya panjang lebar. Aku berpikir sebentar. Bulan depan akan menikah dan ia baru mau mencari WO?   “Bulan depan ya?” Aku sedikit sangsi. Bukan apa-apa. Banyak printilan pra-nikah yang aku paham tidak mungkin bisa selesai dalam kurun waktu 1 bulan. Kecuali betul-betul dipersiapkan dengan niat dari kedua belah pihak. Baik pihak calon pengantin maupun pihak wedding organizernya.   “Ayolah, Flooo. Bantu gue sama Mas Bagas. Salah gue sih karna mengundur buat cari WO. Jadinya gini deh, h-30 baru ada waktu buat urus sana sini.” Kinan merengek layaknya anak kecil. Aku jadi tak tega jika tak membantunya. Bagas, calon suaminya hanya diam saja.    "Bisa kok kalo buat kalian. Mulai dibicarain masalah konsep dan lainnya kapan? Biar gue atur jadwal dulu ya biar ga bentrok sama yang lain." Aku akhirnya mengiyakan. Seulas senyum lebar terpatri di bibir Kinan.   "Mmm...gimana kalo mulai besok aja?" Kini mas Bagas mulai bersua. Sedari tadi ia hanya diam mematung tanpa mengomentari atau menanggapi ucapan kami. Kupikir awalnya Bagas tidak excited dengan pernikahannya. Hm, apa mungkin sifatnya terlalu pendiam?   "Boleh mas. Kayaknya udah cukup longgar karna beberapa acara udah ditangani sama staff saya."    "Nah kalo gitu gue mau lo turun langsung ya!" Pinta Kinan sambil menggoyang goyangkan tanganku. Dasar anak ini memang manja sekali. Sifatnya masih tak berubah.   "Iya Kinan bawel. Nanti gue turun tangan langsung buat pernikahan lo. Tenang aja." Jawabku cepat.   Kami bercengkerama hingga siang. Sampai Mas Bagas memutuskan untuk kembali ke kantornya karena ada beberapa pekerjaan. Begitupun denganku.   **   Seharian menemui Kinan dan Mas Bagas tadi cukup menguras tenagaku. Tadi kami tak hanyak membicarakan masalah pernikahan Kinan dan mas Bagas namun kami seperti sedang mem-flashback kembali ingatan kami tentang kenangan saat masa kuliah dulu.   Tak banyak yang berubah dari Kinan. Ia masih cantik seperti semasa kuliah dulu. Memang Kinan cukup terkenal di jurusan kami. Bahkan se fakultas. Cukup banyak kakak tingkat yang mengagumi bahkan terang-terangan ‘menembak’.    "Mba Flo ngga makan dulu?" Anit datang menjulurkan kepalanya dibalik pintu kamarku.   "Iya nanti mba turun ke bawah. Mba baru mau mandi dulu." Jawabku. Anit langsung menganggukan kepalanya dan bergegas menuju ke bawah.   Hari ini memang aku pulang cukup tepat waktu. Biasanya aku akan pulang larut karna mencari tempat yang pas untuk acara sesuai permintaan pelanggan. Bahkan tak jarang aku sampai pulang dinihari hanya untuk mengurusi satu event.   Menjadi seorang wedding organizer memang tidak mudah. Tapi aku sangat mencintai pekerjaanku. Lelah yang dirasakan saat survey dan mempersiapkan acara sepertinya terbalas saat melihat senyum tersungging dari kedua pengantin saat berada di pelaminan. Entah kenapa, hal itu menjadi kesenanganku tersendiri. Artinya, kerja kerasku terapresiasi dan tidak sia-sia.   Aku melangkah menuju meja makan. Anit, Mama, Papa dan Mas Yogo sudah hadir dan siap untuk makan malam.   "Waduh ada acara apa nih makanannya banyak kaya gini?" Aku menduduki kursi di sebelah Anit.    "Yee, tiap hari juga makanannya emang segini. Kamunya aja yang jarang makan malem dirumah Flo." Sahut mas Yogo cepat.   "Aku kan sibuk Mas. Maklumin dong." Ucapku sambil menyendok nasi dan mengambil beberapa lauk.   "Iya kamu sibuk ngurusin pernikahan orang, sampe sampe mama bingung kapan mau serius buat pernikahan kamu sendiri." Mama mengerutu.   Hampir saja aku menyemburkan sirup leci yang baru kuminum. Baru kali ini ucapan mama seperti menusuk. Fyuhhh....harus selalu kebal memang jika diumur segini masih menjomblo. Tapi kupikir, umur 24 belum dikatakan tua dan wajib menikah bukan? Tidak. Menikah itu ya ketika sudah pada waktunya kan?    "Nanti ma. Kalo udah nemu orang yang tepat dan pastinya melekat di hati." Jawabku sambil terkikik. Lebay sekali jawabanku ini.   "Dari dulu kalo dibilang kaya gitu pasti jawabnya kaya gitu lagi. Ckckck....ngga berubah." Celetuk Anit. Hey sejak kapan adikku yang satu ini berani menceletuki ucapanku. Apa dia bersekongkol dengan mama dan mas Yogo?   “Kamu sih terlalu sibuk sama pekerjaan.” Mama makin menimpali. Yaampun, kenapa setiap acara makan bersama selalu aku tersudutkan?   “Mama gamau coba cariin calon menantu buat anak Mama?” Mas Yogo berbicara sebelum memasukkan udang saus padang ke dalam mulutnya.   “Yaampun Mas. Mama yang kasian sama cowonya. Pasti endingnya, mereka bilang ke Mama kalo dicuekin sama Flo.” Jawab Mama dengan raut wajah lucu.   Aku terbahak.    “Abisnya, cowo cowo yang Mama kenalin tuh ngga banget deh. Bukan tipe Flo banget.” Aku membela diri. Bukannya baper, justru setiap Mama mencarikan jodoh itu seperti hiburan untuk diriku yang penat akan tumpukan pekerjaan.   “Tampan banget sih nggak. Tapi cukup mapan dan baik. Kurang?” Mama tak mau kalah.   “Ma, kalo ngga klik di hati ya mana bisa.” Papa. Suara itu akhirnya keluar dari mulut Papa. Suara pembelaan yang sanggup membekuk semua perkataan Mama, Anit, dan Mas Yogo.   “Makasih ya, Pa. Papa sangat pengertian.” Ledekku sambil senyum-senyum kearah Mama, Anit dan Mas Yogo.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

CEO Dingin Itu Suamiku

read
151.3K
bc

I Love You, Sir! (Indonesia)

read
259.8K
bc

Love Match (Indonesia)

read
172.4K
bc

Marriage Agreement

read
590.3K
bc

Wedding Organizer

read
46.3K
bc

Billionaire's Baby

read
278.8K
bc

My Husband My Step Brother

read
54.7K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook