bc

Hello Duda! (Belum Siap Kehilangan)

book_age16+
2.3K
FOLLOW
18.4K
READ
love-triangle
second chance
friends to lovers
goodgirl
dare to love and hate
CEO
sweet
bxg
lighthearted
city
like
intro-logo
Blurb

18+

“Pergilah, aku tidak mau menjadi yang kedua dalam hidupmu!”

“Kamu tidak pernah menjadi yang kedua!” Lelaki tampan itu berkata dengan geram, bibirnya bergetar menahan emosi yang meluap karena penolakan gadis di depannya.

“Pembohong! Kamu yang berkhianat, kamu hanya beri janji manis palsu agar aku terjerat kemudian tega membuangku layaknya sampah!" Pekik Rayya.

"Dengar, kamu tidak tahu yang sesungguhnya terjadi! Di sini..." Abhi menunjuk d**a kirinya, "penderitaanku selama hampir empat tahun, kamu tidak pernah tahu!" Abhi menjawab dengan bibir bergetar menahan segala emosi yang meluap. Dia mencengkeram erat tangan Rayya, dia sengaja kunci di tembok. Wajah keduanya sungguh dekat, bahkan hangat hembusan nafas bisa mereka rasakan.

Mata Rayya berkaca-kaca, "kamu hanya memanfaatkan aku untuk mengisi waktu senggangmu saja! Kamu hanya inginkan tubuhku bukan cintaku. Daripada jadi yang kedua, lebih baik aku mat…”

Buughh!!

Abhi meninju tembok dengan sangat keras hingga membuat Rayya berjengit kaget.

“Diaam! Tarik ucapanmu! Kamu ingin aku pergi? Baik, aku pergi! Asal kamu tahu, kamu yang pergi terlalu lama dan tidak mau tahu apa yang terjadi padaku, pada kita!” Lelaki tampan itu kemudian pergi meninggalkan si gadis yang tubuhnya meluruh ke lantai bagai kaki tak bertulang karena kejadian ini.

***

Aku tidak mau menjadi tangis

di antara tawa bahagiamu dan dirinya

* Rayya to Abhi *

chap-preview
Free preview
1. Prolog : Cinta berselimut Dosa
“I love you.” Sebuah kalimat ajaib yang terdiri tiga huruf diucapkan lembut Abhi saat dia kecup kening Rayya usai permainan panas mereka malam ini. Tapi, entah kenapa kali ini suara Abhi bergetar, seperti ada emosi meluap yang tidak mampu dia tahan. Abhi bahkan membawa dua tangan Rayya untuk menangkup wajahnya. “Love you too, Bhi. Heei.. hei.. kenapa kamu menangis?” “Maaf Aya… maaf…” Abhi malah semakin tergugu, kali ini dia dekap erat Rayya layaknya takut kehilangan. Rayya kebingungan dengan sikap kekasihnya yang berubah sangat cepat. “Bhi, ada apa sih? Cerita dong, siapa tahu aku bisa bantu kan? Shh… shh… sudah jangan nangis lagi kaya anak kecil.” Bujuk Rayya agar Abhi mau hentikan tangisnya. Abhi ambil selembar tisu, usap air mata dan ingusnya. Kemudian dia merubah posisi, punggungnya menyandar ke head board untuk mencari posisi yang nyaman. Rayya mengikuti, tentu saja hal ini menyisakan tubuh bagian atas keduanya yang polos menjadi terekspos. Abhi menarik selimut hingga menutupi sebatas d**a mereka. “Aya, aku minta maaf padamu.” Sekali lagi Abhi berkata maaf. Merasa sungguh menjadi seorang lelaki pengecut yang hanya manfaatkan kehangatan tubuh Rayya tanpa bisa memperjuangkannya. “Maaf kenapa sih Bhi? Kamu gak bikin salah kok. Bhi, jangan bikin aku bingung deh!” Rayya menjadi tidak sabar ingin tahu kesalahan apa yang dibuat kekasihnya. Abhi mengambil nafas panjang dan hembuskan perlahan. Sudah satu bulan dia belajar untuk ucapkan ini, sebuah pengakuan yang dia tahu akan menjadi akhir hubungan mereka. “Aya,” suara getir Abhi membuat Rayya fokus menatap ke manik mata tajam sehitam jelaganya, “hubungan kita sampai di sini saja. Kita tidak bisa menikah.” “A… apa? Bhi, tolong ulangi sekali lagi apa yang baru saja kamu ucapkan.” Rayya seperti tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. “Kita…. putus Aya.” Kali ini Abhi menolak melihat wajah kekasihnya yang dia yakin memucat layaknya tak dialiri darah. “Kenapa Bhi? Beri tahu aku apa alasannya.” Kali ini suara gadisnya yang bergetar tanda rasa sakit sudah menyerang hati. “Aku akan menikahi gadis lain. Pernikahan kami akan diadakan beberapa bulan lagi.” Abhi beranikan diri menatap wajah Rayya, tapi hanya sekian detik saja dia mampu, karena hatinya terasa terpilin melihat mata bulat indah Rayya yang berkolam, dipastikan sebentar lagi mata itu akan mulai berlinang. Sedangkan Rayya, apa yang terjadi padanya? Kenapa dia diam saja? Rayya sedang mengumpulkan serpihan hatinya yang mendadak pecah berkeping-keping. Gadis manis itu mendunga, matanya terpejam, sebuah kalimat yang Abhi duga akan keluar dari bibir manis kesukaannya. “b******n kamu Bhi!” Sudah! Hanya itu saja yang mampu Rayya ucapkan karena selebihnya dia menangis tersedu hingga bahunya naik turun. Jangan tanya apa yang Abhi rasakan, karena dia merasakan kesakitan yang sama dengan gadis yang baru saja berikan kehangatan padanya. “Maaf.” Abhi ingin sekali merengkuh tubuh itu untuk dia peluk erat, kedua tangannya hendak dia gunakan tapi logikanya menyuruhnya untuk tidak lakukan itu. Hingga dia hanya mampu melihat Rayya. Dia juga menangis tapi dalam tangisannya tanpa suara. Rayya usap air matanya dengan kasar. Dia paksa kakinya yang gemetar untuk berdiri dan memakai kembali pakaiannya yang tercecer. Ternyata, kedua kakinya tidak mampu untuk menopang tubuh, hingga membuatnya terjatuh. “Ayaaa!” Pekik tertahan Abhi. Dia buang selimut sembarangan dan segera berlari memutari ranjang untuk bisa menolong kekasih hatinya yang terduduk lemas beralas dinginnya lantai. Kepanikan melingkupi Abhi hingga membuatnya lupa bahwa belum ada sehelai benangpun menutupi tubuhnya. Abhi jongkok di depan Rayya, tangannya ingin menyentuh tapi tentu ditolak mentah-mentah. Rayya menepisnya. Gadis itu berusaha bangun dengan kekuatannya sendiri, melangkah tertatih karena hati yang patah, tubuh yang remuk usai dinikmati tapi kemudian dicampakkan bak sampah. “Aya kamu mau ke mana? Ini sudah malam.” Abhi mencegah Rayya pergi. Kali ini tangannya erat mencengkeram lengan Rayya agar tidak bisa ditepis. “Pulang.” Sebuah jawaban sangat pendek. Abhi melirik jam dindingnya, sebentar lagi dini hari. Dia tidak mungkin biarkan Rayya pulang seorang diri. “Aku antar, tunggu sebentar aku berpakaian dulu.” Abhi balik badan, hendak mengambil t shirt dan celana jeans yang dia buang sembarangan karena tidak mampu menahan syahwat. “Tidak perlu, Bhi. Kamu istirahatlah. Besok pagi kita bertemu dan bicarakan ini lagi. Semoga saja kamu berubah pikiran setelah tenangkan pikiranmu.” Jawab Rayya getir, berharap keinginannya akan terkabul bahwa ini hanyalah sebuah mimpi buruknya saja, bahwa hubungannya dan Abhi tetap baik-baik saja. “Aya maafkan aku, tapi dengan beristirahat berapa malam pun, hal ini tetap tidak akan berubah. Kita putus karena aku akan menikahi gadis lain.” Jawab Abhi getir, dengan hati yang tak kalah hancur. “Kamu tega lakukan ini padaku, Bhi? b******n kamu! Kamu nikmati aku kemudian kamu buang seperti sampah! Aku bukan p*****r Bhi!” Rayya menjerit histeris, memukuli tubuh Abhi tapi tanpa tenaga. Tenaganya sudah habis untuk melayani Abhi tadi, menghangatkan malam dan ranjangnya. Abhi menarik Rayya ke dalam pelukannya. Dia lebih suka Rayya menyumpahinya, menendangnya, memukulinya, mengumpatinya daripada melihat Rayya menangis tanpa daya seperti ini. “Kalau itu maumu, pergilah Bhi, tidak usah pedulikan aku lagi. Aku tidak butuh itu.” Rayya mendorong d**a Abhi agar menjauh, tapi tidak berhasil. Dia terlalu lemah untuk lakukan itu. “Aku antar pulang Aya, setidaknya ijinkan aku untuk mengantarmu malam ini.” Pinta Abhi. “Tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri.” Kali ini, Rayya benar-benar memaksakan tubuhnya untuk bisa tegak berdiri. Jika ini bukan mimpi, dia harus berusaha tetap tegar dan melanjutkan hidupnya. Terlalu banyak dosa yang sudah dia lakukan, dia harus mohon ampun atas semuanya. Berharap Tuhan dan bapak ibunya akan berikan maaf padanya. * Sekira empat puluh dua purnama kemudian, seorang gadis manis bertubuh tinggi langsing, menghela nafas kasar. Kakinya baru saja menjejak Bandara Adi Soemarmo - Solo. Kembali ke kampung halamannya, kota kelahirannya yang dia cintai dengan segala suka duka. Tiga setengah tahun sudah dia pergi meninggalkan kota asri nan penuh keramahan warganya. Saat memutuskan kembali ke kota ini, dia sudah mantap dengan segala kemungkinan bahwa hatinya akan terluka lagi. Ternyata waktu saja tidak cukup untuk menghapus segala luka dan kenangan yang tercipta. Luka fisik akan sembuh dalam beberapa hari, tapi jika itu luka hati?? Entah kapan akan sembuhnya. Dia sempat lengah akan manisnya janji yang terucap oleh bibir seorang lelaki, teman masa kecilnya. Hatinya jatuh terlalu dalam pada jerat pesona sang lelaki, tanpa pernah dia tahu ternyata ada hati lain yang harus dijaga oleh lelaki itu. Dia tidak pernah tahu akan hal ini. Dia kira dialah satu-satunya dalam hidup si lelaki, tanpa ada perempuan lain. Saat itu semua terasa begitu indah dan nyata. Gadis itu menerawang jauh, entah memikirkan apa. Tatapan matanya lurus ke depan, hingga seseorang menyadarkannya bahwa dia harus menjejak bumi secepat mungkin. "Rayya Fatima Utami, sadar dong. Sudah dua kali aku panggil kamu gak juga kembali ke bumi! Saat kamu memutuskan untuk kembali ke sini, saat itu juga kamu sudah terima segala risiko kan? Terutama tentang Abhi Hafi Ihsan, si lelaki sialan itu, juga bapakmu." Tangan mungil namun kekar milik sang sahabat, menyentuh pundak Rayya. Nama seorang lelaki yang seumuran dengan mereka terucap lugas dari bibir sang sahabat. Gadis manis bernama Rayya berikan senyum pada sang sahabat, Santi. Sahabat yang bahkan lebih dari saudara sendiri. Sahabat yang tahu perjalanan hidupnya, suka dukanya bersama Abhi juga perjuangannya melanjutkan hidup setelah Abhi mencampakkannya demi gadis cantik putri seorang pengusaha kaya raya, Jessica. Abhi Hafi Ihsan, huuft… kenapa dia masih saja menghantui hidupku? Apakah pelarianku selama ini tidak berhasil untuk lupakan dirinya? Tapi aku tidak mungkin lupakan dia karena ada yang menjadi pengikat bagi kami. "Wooi Rayya, udah tiga setengah tahun. Kamu masih belum bisa melupakan Abhi juga Jessica ya? Dia yang sudah membuat hidupmu kacau Ray, menderita! Tapi kamu masih saja belum bisa melupakan dia. Entah emang tidak bisa atau tidak mau kan?" Tanya Santi, menggandeng paksa Rayya yang pikirannya masih belum menjenjak bumi Solo, untuk ikuti dia ke arah pengambilan bagasi. "San, kamu yang paling tahu apa yang terjadi antara aku dan Abhi, selain ibu dan Mbak Dinar. Aku gak akan mungkin bisa melupakan dia dan kamu tahu apa alasannya San!" Jawab Rayya dengan suara lembut namun tegas. “Iya, aku tahu itu. Gak akan mungkin kamu akan bisa lupakan Abhi, tapi sampai kapan Ray? Kapan kamu akan membuka hatimu, dan menggantikan Abhi dengan lelaki lain?” “Di hatiku sudah ada satu nama lelaki yang tidak akan pernah tergantikan,” jawab Rayya tersenyum lebar pada Santi, “Shaka Syabani.” Saat berucap nama ini, mata Rayya bersinar indah, suaranya riang, tanda dia sangat mencintai nama ini. Santi juga berikan senyum saat dengar nama itu, terbayang ketampanannya. “Kamu udah bilang ke Mbak Dinar tentang rencanamu terhadap Shaka?” Tanya Santi, kepalanya sesekali menoleh ke arah Rayya juga lubang kecil munculnya bagasi. “Sudah. Alhamdulilah Mbak Dinar dan ibu setuju.” “Gimana dengan bapakmu? Beliau masih belum tahu ya? Kamu masih belum bilang yang sesungguhnya tentang Shaka ke bapakmu?” “Huuft… kalau beliau tahu, aku takut malah akan menambah runyam hubungan dua keluarga. Om Ihsan dan bapak kan bersahabat.” Rayya menyebut nama Ihsan, mantan calon mertuanya atau papanya Abhi. “Ray, dari dulu aku sudah ingatkan akan hal ini. Kamu lebih baik jujur pada semua daripada mereka tahu dari orang lain malah akan tambah runyam. Jangan sampai kamu bilang aku gak kasih saran loh ya! Aku takut malah nantinya bibirku yang terpeleset bilang ke bapakmu.” Santi berkata sambil berikan cengiran iseng. “Aku tahu kamu pasti akan mendukungku. Please dong San, jangan sampai kelepasan tuh bibir ya… Kasihan Shaka kan?” Pinta Rayya dengan wajah dibuat memelas. Dia tangkup kedua tangan di depan d**a sebagai permohonan. “Ah ya satu hal lagi, cobalah kamu cari info tentang keadaan Abhi sekarang, supaya kamu tidak menyesal.” Santi berkata itu tanpa mau repot melihat ke arah Rayya karena fokus melihat tas punggungnya yang muncul dari lubang kecil kedatangan bagasi. “Aku bosan kamu bilang hal itu dari dua tahun lalu! Emangnya ada hal baru apa yang harus aku ketahui tentang Abhi sih? Mereka sudah punya berapa anak, gitu? Enggak ah!” Tolak Rayya mentah-mentah. “Terserah kamu aja deh, yang penting aku sudah infokan berkali-kali. Eeh itu bagasi kita udah muncul semua. Buruan ambil yuk.” Santi menarik paksa tangan Rayya untuk ikuti dia mengambil bagasi mereka. “Ray, kamu jadi nebeng aku? Bapakku sudah menunggu di parkiran nih.” Tanya Santi usai bagasi beres. “Becanda banget sih kamu San! Aku mau ditaruh mana kalau nebeng kamu? Lah wong kamu dijemput pakai motor.” Rayya mencubit lengan Santi, berpura kesal, tapi wajahnya tersenyum. “Haha… gitu dong akhirnya kamu senyum juga.Ya sudah aku duluan, kamu hati-hati, kabari aku kalau sudah sampai rumah. Salam buat semua ya Ray!” Santi lambaikan tangan saat mereka akhirnya berpisah di pintu kedatangan. Rumah Santi tidak terlalu jauh dari bandara, beda dengan rumah bapaknya yang cukup jauh dari bandara, butuh sekitar satu jam berkendara roda empat. Hal ini membuat Rayya tidak tega meminta bapaknya untuk menjemput. Sudah banyak masalah yang dia berikan kepada sang bapak, jangan sampai menambah masalah lagi dengan hal sepele seperti ini. Beruntung tiga setengah tahun lalu dia tidak diusir bapaknya atau bahkan namanya dihapus dari kartu keluarga! Cinta membutakan tidak hanya matanya, tapi juga logika, perasaan juga norma. Padahal sungguh dia mencintai Abhi dan berharap akan menjadi pendamping dunia akherat lelaki tampan itu. Ternyata semesta berkata berbeda. Saat itu secara tidak sengaja dia melihat Abhi dan Jessica sedang berduaan, bermesraan. Pandangan mata Abhi tampak teduh menatap sosok perempuan cantik di pelukannya. Pandangan mata yang berbeda dengan pandangan mata saat lelaki itu melihatnya. Lelaki itu tidak pernah bicara apapun padanya, bahkan memberikan alasan. Selama ini dia terlalu pandai untuk menutupi bahwa ada hati perempuan lain yang harus dia jaga. Tidak pernah sedikit pun lelaki itu berkata bahwa dia akan menjadi satu-satunya. Memang dia yang bodoh, hingga terbuai bujuk rayu Abhi. Sayangnya kebodohan itu terlambat dia sadari. Melihat sang lelaki tampak nyaman dan penuh cinta pada perempuan lain, tentu saja Rayya harus sadar diri. Bukanlah dia yang menjadi pelabuhan terakhir untuk menambatkan sauh biduk yang dinakhodai Abhi. Hingga saat ada tawaran untuk mengabdi ke desa terpencil di pelosok Sulawesi, tentu saja dia tidak akan menyia-nyiakan kesempatan ini. Mungkin saja sang waktu akan mampu menghapus segala duka dan lara, segala kenangan pada lelaki yang dia cinta. Rayya tahu kebodohannya masih berlanjut, dia tidak pernah berhenti mencintai Abhi, dia hanya berhenti menunjukkan rasa sayangnya. Hujan yang turun membasahi bumi saat ini, seperti hujan tiga setengah tahun lalu saat dia memutuskan pergi. Berharap, lukanya akan seperti sisa air hujan yang mengering dengan sendirinya. Haaah, hujan. Apakah ini tandanya hariku juga akan terus berselimut hujan? Sampai kapan aku mampu bertahan? Tiba-tiba Rayya merasa ponselnya bergetar dan berdering nyaring, menandakan ada panggilan video. Senyumnya muncul saat dia lihat nama penelpon yang tertera, ibunya! “Assalamualaikum…” Segera dia jawab, “Waalaikumusalam ibu.” “Kamu sudah sampai mana nduk? Ini bapak sama eyangmu dari tadi tanya terus. Ibu sampai pusing jawab.” “Insya Allah sebentar lagi sampai bu, tadi pesawatnya sempat tertunda terbang selama satu jam karena hujan deras di sana. Maaf ya jadi membuat bapak dan eyang khawatir.” “Wes ra popo, yang penting kamu sehat, selamat sampai sini. Tapi mbakmu belum bisa datang, katanya sih menunggu ijin cuti tiga atau empat bulan lagi.” “Iya ibu, Mbak Dinar sudah bilang. Gak papa bu kan sekalian aku akan cari pekerjaan baru.” “Nduk, perlukah ibu beri tahu keluarga Pak Ihsan?” “Eeh eeh jangan bu. Aku tidak mau mereka tahu kalau aku kembali ke Solo.” Rayya melihat ibunya berjalan menuju dapur, seperti ingin mencari tempat yang sepi agar bisa leluasa ngobrol dengannya. “Kamu sudah berusaha cari info terbaru tentang Abhi?” Rayya kerutkan kening. Ibunya juga sering berkata hal itu, sama dengan Santi. Apakah ada hal yang diketahui oleh mereka tapi dia tidak tahu? “Bu, kenapa sih apa yang ibu bilang ini sama dengan yang dibilang Santi sejak dua tahun lalu, bahwa aku sebaiknya cari kabar terbaru tentang Abhi? Ibu kan yang paling tahu kondisiku, betapa aku menderita dan berjuang seorang diri untuk bisa bertahan tetap waras dan melanjutkan hidupku di Sulawesi. Aku tidak mau perjuanganku ini rusak!” Kejadian terakhir yang membuatnya sangat sakit hati, saat melihat Abhi, sang lelaki pujaan dengan sangat sayangnya menggenggam jemari tangan gadis cantik lain, saat hujan. Matanya dan mata Abhi bersirobok. Tapi Abhi tidak berkata apapun, tidak juga menyapanya, hanya tersenyum dan sedikit menunduk padanya. Entah untuk apa. Sedetik kemudian si lelaki memeluk mesra Jessica, si gadis cantik, membuat Rayya sadar diri, tidak ada hati yang tersisa untuknya. Sadar diri dan memutuskan pergi. Meninggalkan semua kenangan antara dirinya dan si lelaki. Tanpa Abhi tahu apa yang sudah dia tinggalkan pada Rayya, selain luka menganga dan sakit hati.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
203.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
11.1K
bc

Tentang Cinta Kita

read
188.3K
bc

My Secret Little Wife

read
92.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.3K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
14.0K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook