Prolog / 1. Paramitha Lituhayu
Prolog "Pembunuh! Jangan pernah sekalipun kamu menampakkan diri di hadapanku. Sampai langit runtuh pun aku tak akan memaafkanmu," wanita itu meraung melampiaskan rasa duka juga sakit hatinya.
"Maafkan aku...." Pria itu bersimpuh mengiba memohon ampunan.
Dosanya begitu besar. Kesalahannya begitu fatal. Hal terindah yang selama ini tak pernah ia pedulikan telah pergi, pergi dari hidupnya, pergi untuk selama-lamanya. Ia menyesal, benar-benar menyesal.
Namun, sebesar dan sedalam apapun penyesalannya, tak akan bisa mengembalikan belahan jiwanya yang telah terbujur kaku itu.
###
1. Paramitha Lituhayu Paramitha Lituhayu, gadis lembut berparas ayu. Usianya yang baru menginjak angka delapan belas membuat kedua orang tuanya selalu protektif dalam menjaga pergaulannya.
Lahir sebagai bungsu dari tiga bersudara membuatnya selalu di limpahi kasih sayang berlebih baik dari kedua kakak juga orang tuanya.
Di sekolah ia juga di kenal sebagai siswa berprestasi. Sederet prestasi telah di ukirnya bahkan ia pernah menyabet gelar sebagai pemenang olimpiade nasional.
Ia juga di kenal sebagai sosok yang ramah juga baik hati. Tak ada seorang pun yang tak menyukainya. Semua orang begitu menyanjungnya. Gadis baik hati berwajah cantik juga berotak encer.
Sempurna. Kata itulah yang tepat untuk menggambarkan sosok Mitha, begitu ia biasa di panggil. Namun, itu dulu. Beberapa bulan yang lalu. Sebelum bencana itu muncul. Bencana yang berawal dari pesta kelulusan yang di adakan oleh salah seorang temannya di sebuah hotel berbintang yang akhirnya menjerumuskannya dalam penyesalan yang menusuk hingga sum-sum tulangnya.
Kebodohannya lah yang menjadi penyebabnya. Ia begitu mudah menyerahkan dirinya pada pria yang baru beberapa bulan ini dikenalnya.
Pria yang benar-benar mampu menggetarkan dadanya. Pria yang telah mengajari juga menunjukkan apa itu cinta. Pria yang akhirnya menjadi cinta pertama dan pria pertamanya.
Awal perkenalan mereka begitu sederhana. Mitha secara kebetulan berteduh di sebuah cafe tak jauh dari sekolahnya. Hujan deras terpaksa menahannya untuk segera pulang. Secara kebetulan, seorang pria yang begitu rupawan menyapanya dan menawarinya untuk menikmati minuman hangat sambil menunggu hujan yang tak kunjung reda.
Tentu kesempatan itu tak ia sia-siakan. Akhirnya, perkenalan pun dilakukan. Mereka terlibat obrolan hangat yang cukup akrab.
Dan begitu hujan tak begitu deras Mitha pun berpamitan pulang. Namun sekali lagi ia dibuat tersenyum senang. Pria yang baru berkenalan dengannya itu menawarkan bantuan untuk mengantarkannya pulang. Sekali lagi Mitha menyambut tawaran itu dengan senang dan saat hendak turun ketika mereka sampai di depan rumah Mitha, kegiatan saling bertukar nomer ponsel pun dilakukan.
***
Dua minggu berlalu dengan cepat. Hubungan kedua insan itu pun ikut berkembang pesat. Puncaknya siang itu, mereka mengikrarkan janji untuk menjadi sepasang kekasih. Mereka makan siang di sebuah resto di salah satu pusat perbelanjaan. Efek menjadi pasangan baru begitu terasa di d**a mereka. Maka begitu memasuki mobil Yoga--pria yang sudah resmi menjadi kekasih Mitha--pria itu segera menerjang Mitha, mendekap gadis mungil itu dalam pelukannya. Dan hal yang tak pernah ia kira adalah pria itu mencium bibir Mitha. Ciuman pertamanya. Mitha yang tak mengerti apa-apa hanya menuruti apa yang pria itu lakukan pada tubuhnya.
Terbersit rasa takut, namun saat Yoga terus menggodanya, ia pun luruh juga. Ia menikmati apa yang Yoga lakukan pada tubuhnya. Rasa yang belum pernah ia alami sebelumnya. Rasa pening, takut, juga geliat menyenangkan luar biasa campur aduk menjadi satu, hingga sebuah ketukan keras di kaca jendela mobil Yoga terdengar di telinganya. Mereka tersentak kaget. Keintiman yang telah terbangun lenyap sudah.
Yoga segera bangkit dari tubuhnya yang sudah tak tertutup dengan benar. Kemeja putihnya telah terbuka menunjukkan bagian depannya yang tak tertutup apapun. Rok abu-abunya juga sudah terkumpul di perut.
Serampangan ia rapikan baju juga rambutnya. Wajahnya memanas menahan malu yang amat sangat. Namun satu hal yang begitu meremas hatinya saat ia mendengarkan kalimat yang di lontarkan pria yang beberapa saat lalu sudah menjadi kekasihnya.
"Sayang, kok kamu bisa ada di sini? Aku nggak ngapa-ngapain kok sama dia. Kamu jangan salah paham ya, ini semua tidak seperti yang kamu lihat." kalimat itu tidak diperuntukkan untuk dirinya tapi untuk wanita cantik berpenampilan luar biasa menarik yang baru saja mengetuk kaca jendela mobil Yoga.
Mitha menganga, tidak menyangka jika ia akan mendengarkan kalimat itu dari mulut kekasihnya. Air mata seketika meluncur membasahi pipinya. Apakah seperti ini rasanya menjalin cinta dengan pria dewasa?
Mitha masih sepenuhnya tak faham dengan situasi yang di hadapinya. Namun belum sempat ia mengumpulkan kesimpulan tentang apa yang terjadi antara kekasihnya dengan wanita di hadapannya itu, sekali lagi hatinya berdenyut sakit begitu melihat sang kekasih malah pontang-panting mengejar wanita cantik yang terlihat marah atas ulah kekasihnya itu.
Beberapa dugaan sudah tersemat di pikirannya, namun ia akan menanyakannya nanti. Ia hanya cukup menunggu di sini. Di mobil Yoga, ia tak akan mendatangi Yoga sekarang dan meminta penjelasan. Ia tak ingin mempermalukan dirinya sendiri.
###