To Be Or Not To Be

1772 Words
Isaac segera menarik Agatha ke dalam rumah. Gadis ini perlu dihukum, pikir Isaac. Pria itu segera menghempaskan Agatha ke dalam kamarnya. Isaac ingin menandai setiap sudut kamar Agatha dengan cairan putihnya. Supaya gadis itu dihantui terus oleh Isaac. Supaya ia sadar dan tunduk padanya. Agatha menoleh takut kepada Isaac yang menutup dan mengunci dua pintu besar itu. Gadis itu bahkan tidak bisa menelan ludah dengan benar. Tubuhnya tidak merespon perintah dari otaknya dengan baik. Oksigen pun terasa tipis di sekitarnya. Agatha sadar ia benar-benar terjebak. Ia takut. "Isaac.." Panggilnya. Tapi Isaac segera mengunci bibir Agatha rapat-rapat dengan bibirnya. Pria itu menggigit-gigit bibir Agatha kecil. Agatha mendesah kecil dari rasa perih dan nikmat yang ia rasakan. Isaac terus melumat dan menjelajahi bibir dan seisi mulut Agatha selagi kedua tangannya sibuk membuka resleting baju Agatha. Pria itu mengintip sedikit ke bawah untuk melihat dua p******a sintal Agatha yang dibalut bra hitam berenda. Pria itu segera menarik bra itu turun dan meremas p******a Agatha kencang. Agatha meringis kencang ketika merasakan remasan di salah satu daerah sensitifnya. "Isaac.. Maafkan aku." Kata Agatha pelan. Ia tidak suka Isaac yang ini. Ia tidak suka dengan Isaac yang bermain kelewat kasar padanya. Tapi Isaac seakan menutup pendengarannya akan permintaan Agatha dan hanya mendengarkan kata hatinya. Ia hanya akan melakukan apa yang ingin lakukan sepuasnya sekarang. Isaac mendorong tubuh Agatha turun supaya gadis itu berlutut di hadapannya. Agatha mulai terisak. Tubuhnya gemetaran dan hatinya mencelos berkali-kali. Mulut gadis itu gemetaran. Ia tidak menginginkan ini. Tubuhnya tidak menginginkan ini.  Isaac mengeluarkan miliknya yang sudah tegang lalu menarik rambut Agatha supaya kepala gadis itu mendekat ke miliknya. "Kau suka ini 'kan? Kau suka dikasari seperti ini 'kan?" Tanya Isaac sambil menggeram. Ia sudah dibutakan nafsu. Pria ini jelas-jelas mabuk. Agatha sadar itu. Atau ia sedang sakau? Apa Isaac masih memakai narkoba? Pikiran Agatha berkecamuk. Tapi tuannya terus menabrakkan pipi Agatha ke batang keras yang ada di hadapannya. Mau tidak mau Agatha membuka mulutnya. Membiarkan junior Isaac menghentak masuk kedalamnya. Agatha tak bisa bernapas. Isaac mendorong miliknya sampai ke tenggorokan Agatha. Mata gadis itu mulai dibasahi air mata. Ia tidak menginginkan ini. Isaac menghentak keras ke dalam mulut Agatha sampai ia merasakan orgasmenya. Agatha memuntahkan cairan milik Isaac ketika pria itu mengeluarkan miliknya dari dalam mulut Agatha. Isaac menarik rambut Agatha lagi supaya gadis itu berdiri. Isaac memutar tubuh Agatha dan menyibakkan roknya lalu segera melepaskan celana dalam Agatha. Pria itu meraba milik Agatha dengan jari jemarinya yang hangat. Agatha segera mendesah dan mengerang ketika Isaac menyapu klitorisnya dengan jari-jari Isaac. Isaac menahan tubuh Agatha dengan tangan kokohnya sambil terus mengacaukan Agatha dibawah sana dengan tangannya. "Isaac nggh! Kumohon.. janga ahh! Jangan ahhnn!" Isaac tidak mendengarkan Agatha lagi dengan baik. "Isaac! Kau kenapa nnh! Ahn ah ah" Isaac tak menjawab. Ia sudah gila. Untuk Agatha ia gila. Ia takut. Ia takut kehilangan Agatha. Isaac kesal pada dirinya. Ia kesal pada Agatha yang tidak mendengarkan perintahnya dengan baik. Ia takut kehilangan lagi. Ia tidak ingin sendirian lagi. Ia sadar yang ia lakukan ini salah. Agatha tidak pantas diperlakukan seperti barang. Tapi ia takut. Ia marah. Agatha mengerang lebih keras ketika ia mencapai klimaksnya. Isaac menghentikan tangannya ketika Agatha sudah tak lagi mengejan. Pria itu menghela napas lalu memeluk tubuh Agatha. Amarahnya reda. Mungkin karena suara desahan Agatha yang memabukkan atau dia memilih untuk berhenti marah. Agatha menoleh kepada Isaac yang mengistirahatkan kepalanya di pundak Agatha. Pria itu kelihatan lelah. Mungkin dari bersetubuh dengan Agatha atau ada hal lain? "Kenapa?" Tanya Agatha. Isaac tidak bergeming. Ia memejamkan matanya sejenak, tetap mengistirahatkan kepalanya di pundak Agatha. Gadisnya bertanya tapi kenapa ia diam saja? "Kamu kenapa?" Tanya Agatha lagi. Tidak ada nada khawatir di suara Agatha memang, tapi ia juga perlu tahu 'kan? Agatha memutar badannya, memindahkan tangan Isaac ke pinggangnya. Gadis itu menangkap kedua pipi Isaac dan mengangkat wajah pria itu supaya ia menatap Agatha tepat di matanya. Mata Agatha masih berair. Mulai bengkak dan memerah. Tapi di mata Isaac wajahnya jauh lebih cantik daripada sebelumnya. Aneh. Pikir Isaac. Perasaan apa ini yang ia rasakan? "Kenapa?" Tanya Agatha lagi. Kali ini ia sudah menatap wajah Isaac yang kelihatan lelah. Tapi Isaac tetap diam. Ia hanya diam menatap wajah Agatha. Lalu kepala pria itu bergerak mendekat ke wajah Agatha. Pria itu menyatukan bibirnya dan bibir Agatha. Ciuman dan kecupan kecil berubah menjadi lumatan ganas. Isaac membuka mulut Agatha dengan bibirnya. Lidahnya menelusup masuk. Ia membuka matanya untuk melihat Agatha yang memejam. Ia mendekap Agatha yang mungil lebih erat. Ia tidsk ingin kehilangan gadis ini. Ia sudah sedalam ini bersamanya. Ia tidak bisa berhenti sekarang. Pria itu melepaskan ciumannya lalu mengecup kening Agatha. Ia memperbaiki rambut Agatha yang sedikit berantakan lalu kembali mengecup keningnya dengan lembut. "Mandi sana." Katanya sambil melonggarkan dekapannya. Agatha tersenyum simpul lalu berbalik dan berjalan menuju kamar mandi. Isaac terduduk, bersandar ke dinding ketika pintu kamar mandi ditutup Agatha. Pria itu hampir lepas kendali. Lagi. Agatha pasti semakin membencinya. Isaac terus berkelahi dengan pikirannya. Ia tidak mengerti apa yang harus dilakukan. Ia tidak ingin Agatha pergi dari sisinya, barang sedetik saja. Ia ingin Agatha terus ada di dekapannya. Ia tipe pria yang semanja itu. Tapi Agatha disini bukan karena keinginan gadis itu. Ia disini karena kontrak. Isaac terus menepis kenyataan itu. Berharap Agatha sudah tak lagi membuat kontrak itu menjadi alasan utamanya disini. Ia terus berharap Agatha sekarang berada disini sudah karena keinginannya. Bukan karena kontrak itu. Siang jadi malam dan malam jadi pagi, Isaac tak berbicara dengan Agatha lagi. Tapi malam itu Agatha memutuskan untuk tidur bersama Isaac. Ia sepertinya sedikit khawatir dengan kondisi pria itu. Gadis itu seakan menjadi supervisor dan kontrol alkohol Isaac. Gadis itu akan mendekap lengan Isaac dengan manja lalu meraih gelas alkohol Isaac dan kembali meletakkannya di meja. Ia bahkan tak mengatakan apapun kepada Isaac tapi pria itu yakin Agatha tidak suka ketika ia minum-minum. "Kau tetap mau ke sekolah?" Tanya Isaac. Agatha mengernyitkan dahinya. Memang ada apa sampai ia tidak mau ke sekolah? Pikirnya. "Iya dong. Memangnya kenapa?" Isaac menggeleng sambil memperbaiki dasinya. "Tidak apa-apa. Aku duluan ya." Kata Isaac sambil berlalu ke pintu teras rumahnya. "Isaac!" Panggil Agatha dari dalam. Isaac menoleh sambil menunggu Agatha yang berlari kecil ke arahnya. Gadis itu menarik kerah jas Isaac supaya tubuhnya sedikit membungkuk lalu mencuri ciuman di pipi kanan Isaac. "Sampai jumpa nanti." Kata Agatha sambil membersihkan pipi Isaac tempat ia melayangkan ciuman kecilnya tadi. Hati Isaac rasanya hangat. Pria itu menangkap tangan Agatha lalu menciumnya dengan lembut. "Kamu jangan begitu pagi-pagi. Aku bisa telat kalau begini." Kata Isaac lalu mencium kening Agatha. "Sekolah yang bener ya, dek." Ledeknya dengan senyuman. Agatha terkekeh kecil sambil memukul d**a bidang Isaac lalu melepas diri dari dekapan Isaac. Isaac tersenyum padanya lalu kembali berjalan ke mobilnya. Kay menatap Agatha sejenak lalu mematikan rokoknya. "Lo sekolah, 'kan?" Tanyanya. Agatha mengangguk. "Ayo kedalam dulu makan." Ajak Agatha. Kay mengangguk sambil membuang rokoknya di jalan bebatuan. Agatha melambaikan tangannya kepada Isaac yang terus menatapnya dari mobil dengan senyuman. Gadis itu baru berbalik ikut kedalam bersama Kay setelah mobil Isaac keluar dari gerbang. "Gue tadi dapat telepon dari emak lo." Kata Kay. Sebenarnya bukan nomor mama Agatha yang menelepon tapi nomor Arnold, bodyguard ibunya. "Nanyain lo gak apa-apa. Semalam kenapa emangnya? Kayaknya heboh banget, dia sampe nangis-nangis gitu." Tanya Kay sambil memasukkan sepotong roti panggang ke mulutnya. Agatha segera menggeleng cepat, "Gak ada apa-apa kok." Katanya sambil menutup bekalnya yang sudah jadi. Kay mengernyitkan dahinya, "Ah masa? Emak lo nangis-nangis gitu, kayak kesetanan. Mana mungkin gak ada apa-apa." "Emang gak ada apa-apa, serius." Kata Agatha sambil meraih tasnya. "Ayo, ntar aku telat lagi." Kata gadis itu sambil bergegas keluar rumah. Kay memicingkan matanya pada tingkah laku Agatha. Dia jelas-jelas sedang menyembunyikan sesuatu. "Lu yakin gak ada apa-apa kemarin?" Tanya Kay ketika mereka sampai di depan pagar sekolah Agatha. Gadis itu mengangguk lagi lalu keluar mobil tanpa mengatakan apa-apa lagi. Kay menatap Agatha yang mulai tenggelam di keramaian anak-anak sekolah yang berhamburan masuk ke dalam gedung sekolah. Gak yakin gue, batin Kay. Agatha menoleh ketika berada di anak tangga paling atas lobi gedung sekolahnya, kepada mobil Kay yang mulai menderu pergi. Gadis itu segera menghela napas lega. Ia merasa sangat tertekan ketika diam saat satu mobil dengan Kay. Tapi sekarang ia sudah aman. Gadis itu berjalan dengan lamban lewat koridor sekolah yang ramai dengan anak-anak murid lainnya. Beberapa menoleh kepada Agatha lalu mulai berbisik-bisik, beberapa jelas-jelas bersiul kepadanya. "Apaan sih?" Gumam Agatha. Gadis itu berjalan melewati kelas-kelas sambil menatap label kelas diatas pintu masing-masing. IPA 1, IPA 2... lalu IPA 3. Agatha menoleh sekilas kedalam kelas lewat pintu lalu jendelanya tanpa berhenti berjalan. Gadis itu mencari-cari wajah yang dirindukannya selama ini. Tidak. Ia bukan merindukannya. Ia hanya penasaran apakah orangnya sudah masuk atau belum. Mungkin sedikit rindu. Tapi sepenuhnya penasaran. Gadis itu berhenti pada pria yang dikerubungi teman-temannya. Gayanya urak-urakan, kancing bajunya bahkan dibuka semua, memampangkan kaos dalaman hitamnya. Ia tengah tertawa-tawa ketika Agatha melihatnya. Pria itu segera sadar ada yang melihat lalu menoleh kepada Agatha diluar kelasnya. Ekspresi pria itu segera jatuh dan matanya membulat. Agatha cepat-cepat berlalu sambil memalingkan wajahnya, kaget karena mata mereka sempat bertemu. Jantung gadis itu berdetak cepat. Seperti ada sengatan kecil ketika ia melihat pria itu. "Agatha!" Panggil sebuah suara dari belakang Agatha. Agatha mengenal suara itu. Ia semakin mempercepat jalannya, diikuti derap kaki yang datang dari pria itu. Agatha merasakan ada sebuah tangan yang mencengkeram pergelangan tangannya dengan erat. Agatha menoleh pada orang yang menariknya untuk berhenti berjalan. "Agatha." Katanya sambil senyum merekah di wajahnya, seakan telah menemukan gadis itu setelah lama mencari-cari. "Kamu darimana aja, sayang, aku rindu." Kata pria itu sambil menarik Agatha dan mendekapnya erat. Agatha segera mendorong dan melepas genggaman pria itu hendak berlalu pergi. Ia bahkan terlalu takut untuk mengeluarkan umpatan kepadanya. Tapi pria itu kembali menarik Agatha dan menatap kedua mata gadis itu dengan tajam, "kamu sekarang sudah berani ya." Kata pria itu. Agatha merasakan tubuhnya mulai bergetar. Darahnya seperti berhenti mengalir, udara terasa sedikit lebih dingin. Pria itu menatap Agatha tajam untuk beberapa saat kemudian wajahnya melembek lagi. Ia tersenyum kepada Agatha. Pria itu meraih tangan Agatha lalu menariknya. "Aku kangen, sayang." Katanya sambil menarik Agatha menuju lantai dua. Agatha sadar ia sedang ditarik menuju ruang UKS yang sepi. Pria itu mendorong Agatha masuk lalu menutup dan mengunci pintu UKS. Ia berbalik kepada Agatha yang bergetar hebat. Ia tersenyum kecil. "Kamu takut, kelinci kecil? Kita 'kan sering melakukan ini. Kamu lupa?" Kata pria itu sambil menyingkap rok Agatha dan meremas p****t gadis itu dengan keras. Agatha tersentak kaget sambil menutup mulutnya dengan tangannya yang terkepal. Matanya mulai berair. "Oh.. Aku perlu mengingatkanmu rupanya." *** Jangan lupa vote dan comment-nya ya! ^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD