Book Store

1611 Words
Isaac mengerjap beberapa kali untuk memfokuskan penglihatannya yang buram. Pria itu diam sejenak menatap langit-langit kamarnya lalu menoleh ke sebelahnya untuk melihat punggung telanjang dari gadis yang dikenalnya. Selimut yang dipakainya hanya setinggi pinggang gadis itu. Apa dia tidak kedinginan? "Agatha.." desahnya sambil mendaratkan telapak tangannya yang hangat di lengan Agatha yang terasa dingin karena suhu AC. Gadis itu berbalik sambil menguap dan berdehem. "Apa sudah pagi?" Tanya gadis itu. "Belum. Tapi kau tidur di kamarku." Kata Isaac. Agatha membuka matanya lalu mengerjap beberapa kali. "Ya, kamu memintaku untuk tidur bersamamu." Katanya. "Isaac," panggil Agatha selagi ia memposisikan dirinya untuk duduk dan bersandar. Isaac menoleh kepadanya sambil memijit kepalanya yang sedikit sakit, hal yang sudah terlalu biasa untuknya yang terlalu sering minum. "Bisakah kamu berhenti minum alkohol?" Tanya Agatha. "Apa? Kenapa?" Tanya Isaac sambil mengernyitkan dahinya. Ia belum pernah dimintai hal seperti itu. Ini pertama kalinya ada orang yang peduli dengan kebiasaannya. "Karena kamu selalu mabuk. Kapanpun aku menemuimu kamu kelihatan baru minum sebotol alkohol." Isaac tertegun sejenak. Apa iya ya? Ia tidak begitu menyadarinya. Tidak ada yang menyadarkannya. Tapi mungkin kalau dipikir lagi, tidak ada yang berani menyadarkannya. "Kenapa kau memintaku untuk berhenti hm?" Tanya Isaac sambil mendudukkan dirinya dan menarik Agatha untuk masuk kedalam dekapannya. Gadis itu menurut dan kembali diam, berpikir akan jawaban yang pas. "Kamu sedang lari dari apa?" Isaac mengangkat wajahnya yang ia sandarkan ke pundak Agatha tadinya untuk melihat wajah gadis itu. "Hah?" "Mabuk-mabukkan itu setahuku kebiasaan untuk lari dari kenyataan. Supaya pikiranmu cukup buram untuk melupakan semuanya." "Aku tidak lari dari apa-apa." Kata Isaac kembali mendaratkan dagunya di pundak Agatha. Kedua tangannya mendekap pinggang Agatha yang mungil. Ia suka memeluk Agatha. Terasa pas untuknya. "Aku tidak lari dari apa-apa kok." Kata Isaac lagi. "Kalau begitu, apa aku boleh tahu kenapa kamu terus mabuk-mabukkan? Apa ada yang membuatmu terganggu?" Isaac menggeleng. "Tidak." Katanya. Agatha terdengar menghela napas sejenak. "Ada apa?" Tanya Isaac. Agatha menggeleng. "Aku hanya sedikit.. lelah." Katanya. "Besok aku libur." Kata Agatha. "Oh?" Tanya Isaac sambil memutar tubuh Agatha dengan pelan. Gadis itu menurut lagi. "Apa kamu mengajakku?" Tanyanya sambil melayangkan sebuah ciuman singkat ke bibir ranum Agatha. Agatha tidak menjawab dengan mulutnya. Tapi kedua tangannya sudah melingkar di leher Isaac. "Berjanjilah padaku." Kata Agatha sambil menjauhkan bibirnya dari bibir Isaac. Pria itu tersenyum sambil merekatkan dahinya dengan Agatha. "Kenapa aku harus mengikutinya hm?" Tanya Isaac. "Kau bisa mati karena itu." Jawab Agatha cepat. "Apa kau mengatakan ini juga pada Lucas?" Tanya Isaac sambil membaringkan Agatha di kasurnya. Gadis itu segera membulat matinya dan mengernyitkan dahinya. "Kau kenal dengannya?" Tanya gadis itu sambil mendorong Isaac. Pria itu hanya kembali tersenyum. "Enggak juga, aku hanya pernah mendengar namanya satu atau dua kali." Kata Isaac. "Aku dengar dia teman dekatmu." Agatha mengatupkan mulutnya yang menganga. Darimana Isaac mendengar soal Lucas? Dan apa dia tahu hubungannya dengan Agatha? "Dia hanya teman dekatmu 'kan, Agatha?" Tanya Isaac sambil mengelus pinggang gadis itu. Agatha merinding. Dari pertanyaan dan sapuan tangan Isaac. Tapi ia langsung mengangguk. "Ya, dia hanya temanku." Kata Agatha sambil tersenyum. Teman seks kalau dia harus melanjutkan kalimatnya. Tapi Lucas sudah menyatakn perasaannya kemarin. Agatha sedikit menyayangkannya. Pria itu sudah terlalu terlambat kalau ingin membuat Agatha miliknya sekarang. "Ada yang ingin kau katakan?" Tiba-tiba Isaac mengembalikan Agatha dari lamunannya. Agatha menoleh kepadanya lalu menghela napas. "Tidak juga." "Lalu kenapa kau menghela napasmu seakan pertanyaanku itu sangat sulit?" Agatha mendoronh tubuh Isaac pelan supaya ia bisa duduk, Isaac menyingkirkannya dirinya sambil meneliti gerak-gerik Agatha, "Aku menghela napas karena aku hanya ingin menghela napas saja." Jawabnya. Isaac menggaruk tengkuknya sedikit. Ia salah tingkah juga kalau Agatha tetap memperlakukannya seperti orang luar. "Kau mau ngapain besok?" Tanya Isaac. Agatha menoleh kepadanya, seakan punya jawaban instan, tapi kembali ia urungkan. "Aku mau membeli buku bacaan." Katanya. "Mau kutemani?" Agatha tersenyum sambil menoleh, "Ya, tentu." Katanya. Agatha dan Isaac tidak kembali tidur malam itu. Mereka begadang semalaman tapi bukan saling berbagi saliva atau menyatukan tubuh. Mereka berbincang tentang hal-hal kecil. Isaac yang memulainya. Lalu Agatha tertarik dan ikut ambil bagian. Malam itu Isaac belajar kalau Miracle bukanlah ibu kandung Agatha dan wanita itu selalu ingin dekat dengannya. Isaac bisa saja mencari informasi yang Agatha katakan malam itu. Tapi ia merada rasanya berbeda kalau Agatha sendiri yang mengatakannya. Terbuka dengan yang dimilikinya. Agatha pun belajar beberapa hal. Kalau perasaan Isaac tidak sama seperti yang dikatakan Kay soal pria itu. Isaac memang kelihatan menjadi anak kesayangan dan juga anak emas keluarga dinginnya. Tapi ia lebih merasa kesepian dibanding bangga. Karena itu pula ia mulai mabuk-mabukkan. "Kau bisa berhenti mabuk-mabukkan." Kata Agatha sambil mendekap lengan Isaac. Pria itu menatapnya dengan binar mata yang berbeda malam itu. "Oh ya? Kenapa?" Tanyanya. "Aku sudah disini. Bersamamu." Kata Agatha. Isaac terkekeh sambil mengecup puncak kepala Agatha dengan lembut. Ia sadar gadis yang satu ini berbeda. Perlahan ia mulai yakin kalau Agatha memang ingin disini sekarang. Entah apapun alasannya bagi gadis itu, mengetahui kalau Agatha ingin berada di sampingnya sudah cukup untuk Isaac. Paginya Agatha mandi duluan. Hatinya terasa berat pagi itu. Ia masih sadar kalau ia masih merasakannya. Perasaan lelah itu. Bukankah dia hanya butuh tidur? Di bagian mana ia lelah? Apakah ia perlu liburan? Ia menelepon ke sekolah untuk mengatakan kalau dirinha sedang sakit. Ia minta Miracle untuk ikut mengatakan hal yang sama kalau ia di telepon. Dan Miracle akan melakukan apapun untuk Agatha supaya gadis itu suka padanya. Agatha keluar dari kamar mandi dan mengeringkan tubuhnya. Ia memakai celana jeans dan baju kaos kedodoran dengan gambar panda ditengahnya. Gadis itu keluar untuk melihat Isaac yang ternyata mandi di kamar mandi luar. Pria itu menoleh kepada Agatha dan tersenyum. "Hai adik maniez. Abang boleh kenalan?" Kata Isaac sambil mendekap pinggang Agatha dan mencium puncak kepalanya. Agatha hanya terkekeh lalu menoleh ke arah kaca riasnya. Gadis itu mengikat rambutnya ke belakang dan memoleskan sedikit lip tint di bibirnya. "Kau mau sarapan apa hari ini?" Tanya Isaac. "Nasi uduk." "Hah?" Isaac mengernyitkan dahinya. "Kamu tau nasi uduk?" Tanya Agatha. Isaac menggeleng. "Aku tau tempat yang enak." Isaac menoleh sesekali kepada Agatha yang katanya sedang bertukar pesa  dengan Miracle. Gadis itu makin dekst dengan ibu tirinya rupanya. "Kau kelihatan bahagia, apa kata Miracle?" Tanya Isaac sambil memanjangkan lehernya kepada handphone Agatha ketika mereka berada di lampu merah. Tapi Agatha segera memalingkan layarnya ke arah lain supaya Isaac tidak bisa melihat. "Rahasia." Jawab Agatha sambil tertawa kecil. Isaac memanyunkan bibirnya sedikit kesal tapi ia tidak begitu memikirkannya. Mereka sampai di rumah makan yang dikatakan Agatha dan gadis itu bisa lihat kalau Isaac tidak pernah ke rumah makan seperti itu sebelumnya. "Kamu pasti suka." Kata Agatha sambil mengajak Isaac untuk duduk di sebelahnya. "Buk! Nasi uduknya dua ya. Yang satu sambelnya di nasi yang satu sambelnya di mangkok." "Aku gak pernah makan di tempat kayak gini." Kata Isaac sambil melihat-lihat sekelilingnya. Ia menoleh kaget kepada Agatha yang tertawa di sebelahnya. "Apa?" "Kamu gede banget. Perabotannya jadi keliatan kecil banget." Kata Agatha sambil menutup mulutnya yang tertawa. Isaac terdiam tapi segera tersenyum licik lalu mendekatkan wajahnya ke telinga Agatha, "tapi kamu 'kan memang suka yang besar-besar." Kata Isaac sambil menuntun tangan Agatha ke miliknya yang terbalut jeans biru. Agatha segera memekik kecil sambil meraih kembali tangannya. "Jangan gitu. Disini banyak orang," kata Agatha. Isaac hanya tertawa terbahak-bahak melihat Agatha tersipu malu disebelahnya. Makanan mereka datang dan Isaac tergiur melihat nasi yang ada di hadapannya. Pria itu segera meraih sendok dan ingin mengatakan pujiannya soal tampilan nasi itu kepada Agatha sebeljm pria itu tertegun sejenak ketika melihat Agatha melipat tangannya. Ia tengah berdoa. Gadis itu kembali membuka matanya dan membuat tanda salib dengan cepat sambil menoleh kepada Isaac. "Kamu percaya pada Tuhan." Kata Isaac sambil berdehem tertawa. "Ada yang salah untuk percaya pada sebuah entitas?" Tanya Agatha. "Entahlah, kalau aku harus menyembah sesuatu kurasa aku akan menyembah uang." Kata Isaac sambil mulai memakan nasinya. Agatha juga kembali menoleh kepada nasinya dan berpikir. Ia merasa kepercayaannya pada Tuhan pu  perlu dipertanyakan. Karena ia terus melakukan dosa-dosa ini tapi ia terus meminta pengampunan. Mungkin, pikir Agatha, mungkin Tuhan pun tak mendengarnya lagi. Mereka makan dalam diam sampai hidangannya habis. Isaac lalu membayar ke kasir sedangkan Agatha berdiri di luar. Pria itu segera menghampir gadis itu lalu mengajaknya kembali ke mobil. Di perjalanan ke toko buku pun mereka diam. Agatha tenggelam dalam pikirannya, begitupula Isaac. "Apa kamu marah?" Tanya Isaac tiba-tiba. "Hm?" "Apa kamu marah?" "Marah kenapa?" "Entahlah. Karena aku tidak percaya Tuhanmu? Soalnya daritadi kamu diam saja." "Aku tidak marah." "Lalu kenapa kamu diam saja?" "Aku hanya sedang berpikir." Kata Agatha yang menatap lantai mobil dan kakinya dengan nanar. "Kamu sedang berpikir tentang apa? Aku mau tahu." "Bukan hal yang penting kok." "Aku juga tidak masalah kalau tidak penting." Kata Isaac yang menoleh kepada Agatha. "Aku ingin tahu saja." Lanjutnya. Agatha hanya menggelengkan kepalanya kecil sambil melepaskan sabuk pengamannya. Mereka sudah sampai di toko buku. "Kamu turun duluan, tunggu aku di pintu masuk. Aku akan parkir mobil dulu." Agatha mengangguk lalu keluar dari mobil. Gadis itu berjalan menuju pintu masuk dan berdiri, menunggu disana. Ia sedikit terbawa arus pikirannya lagi sebelum sebuah suara memanggilnya kembali. Bukan suara Isaac atau Kay. Tapi Agatha mengenal suara itu. "Agatha?" Gadis itu menoleh untuk melihat Lucas. Yang sedang merangkul seorang gadis di sebelahnya. "Hai.. Lucas." Kata Agatha sambil melihat Lucas dan gadis yang dirangkulnya bergantian. "Hei, ayo." Agatha menoleh kepada Isaac yang menghampiri dan mendekap pinggangnya sambil menatap gadis itu. Ia membulatkan matanya sambil bergantian menatap Lucas dan Isaac. Isaac sadar akan kehadiran Lucas lalu menoleh kepada pria itu. Ia mengernyitkan dahinya ketika sadar kalau ia sedang menatap seseorang yang bernama Lucas. Yang kemarin masuk ke dalam daftar mantan Agatha. Atau yang seharusnya mantan Agatha. Astaga. Situasi apalagi ini?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD