Honeymoon

1704 Words
Isaac terbangun di kasurnya sendirian. Pria itu mengedarkan pandangannya yang perlahan fokus untuk mencari Agatha, tapi hasilnya nihil. Pria itu segera mendudukkan dirinya dan melihat handphone-nya, kali-kali ia melewatkan peringatan dari security guard-nya, tapi nihil juga. Ia meraih jeans yang tergeletak di sofa di sebelahnya, sambil memanggil nama Agatha beberapa kali, tapi tidak ada jawaban juga. Isaac mulai merasa tertekan. Jantungnya mulai memacu. Dimana Agatha? Pikirnya. Apa dia melarikan diri? Tapi darimana dia keluar? Apa ia memanjat pagar lalu berlari ke dalam hutan? Dia bisa mati kedinginan malam-malam begini keluar sana. Isaac bergegas keluar kamarnya tanpa repot memakai atasan apapun. Ia mulai meneriaki nama Agatha. Di kamar mandi tidak ada. Di kamar sebelah, balkon di ujung koridor, bahkan Isaac mencari ke ruang penyimpanan perlengkepan bebersih rumah. Tidak ada. Agatha tidak ada. Pria itu turun ke lantai satu. Kembali meneriaki nama Agatha. Berharap satu kali, satu kali saja Agatha akan menyahut. Sial, apa Agatha benar-benar sudah pergi? Isaac terduduk di pilar teras belakangnya. Berperang dengan pikirannya. Memikirkan kemungkinan apa saja yang bisa terjadi pada Agatha. "Kamu sedang apa?" Isaac segera mengadah ketika mendengar suara serak itu. Itu Agatha. Sedang menggenggam air minum di tangan kanannya, tubuhnya sedikit basah. "Agatha." Kata Isaac sambil meneliti seluruh inci tubuh Agatha yang hanya dibalut bra dan celana dalamnya yang juga basah. "Kau sedang apa? Kenapa basah begini?" Tanyanya. "Aku mau mencoba berenang. Airnya kelihatan segar," jawab Agatha enteng. Gadis itu sepertinya benar-benar tidak sadar kalau sejak tadi Isaac terus memanggilnya, seperti orang gila. "Kamu keringatan, tuan." Kata Agatha sambil duduk di bangku sebelah kolam renang dan menyeruput air minum yang sedari tadi ada di tangannya. Isaac terdiam. Kenapa dia mencari Agatha seperti kesurupan tadi itu? Dan kenapa Agatha menanggapinya dengan santai saja? Isaac menggaruk dan mengusap tengkuknya yang terasa sedikit pegal dan keringatan lalu menghela napas. Ia lega. "Ketika aku bangun kau tidak ada." Kata Isaac. "Kukira kau diculik." Agatha menahan tawanya sambil menggeleng, "Bagaimana caranya aku diculik dari sebelahmu?" Tanya Agatha. Isaac hanya terkekeh kecil sambil memperbaiki rambutnya. "Kau tidak kedinginan?" Agatha menggeleng. "Malam ini tidak dingin kok." "Begitu?" Agatha mengangguk. Lalu hening kembali menyelimuti udara di sekitar mereka. Isaac bisa melihat wajah Agatha yang begitu tenang. Setelah semua hal yang dilaluinya itu, bagaimana ia bisa setenang ini? Pikiran Isaac berkecamuk. Ricuh saling berdebat, seperti terbagi akan kubu-kubu. Yang percaya kalau Agatha hanya berlagak tenang dan yang percaya kalau Agatha memang orang yang acuh tak acuh. "Agatha, boleh aku bertanya?" Isaac memberanikan dirinya. "Ya." "Apa kau bahagia disini?" Tubuh Agatha beku. Bahagia? Itu pertanyaan pria yang baru membelinya ini? Bahagia? "Kenapa kamu punya pertanyaan itu, tuan?" Tanya Agatha tanpa menoleh kembali kepada Isaac. Ia memilih untuk menatap langit malam yang tak berbintang daripada wajah majikannya. Isaac terdiam sambil kembali mengusap tengkuknya yang dingin. "Aku hanya ingin tahu kalau kau bahagia atau tidak. Itu saja." Kata Isaac, bersender kepada bangku di tepi kolam renang yang sunyi. Agatha tidak mengerti apa definisi kebahagiaan. Ia yakin ketika kecil mungkin ia pernah bahagia. Tapi seiring berjalannya waktu dan ia tumbuh dewasa, Agatha sepertinya sadar kalau bahagia itu hanyalah ada kalau dia tidak mengenal dunia dengan baik. Tapi dengan kedudukan ayahnya, gadis itu terasa sangat dekat dengan apa saja. "Katakan padaku, tuan." Isaac menoleh kepada Agatha yang kini menatapnya, "Kenapa kau membawaku?" Isaac mengernyitkan dahinya, "Apa maksudmu?" Agatha mengangkat bahunya. "Entahlah. Tentunya masih banyak perempuan lain diluar sana yang menginginkanmu, 'kan? Lalu kenapa aku?" Rahang Isaac mengeras. Dia tidak suka pertanyaan Agatha itu. Entah karena dia tidak punya jawabannya atau ia hanya merasa tersinggung. "Memangnya aku harus punya alasan untuk membelimu?" Tanya Isaac acuh tak acuh, mengalihkan pandangannya kepada bukit kecil di belakang pagarnya. Hati Agatha mencelos dengan jawaban itu. Ia memang yakin Isaac hanya akan semata menangkis pertanyaannya dengan pernyataan yang menginjak harga diri Agatha. Agatha menghabiskan minumannya dan bangkit berdiri hendak pergi. Tapi Isaac menahan tangannya. Agatha menoleh kepada Isaac yang menatapnya tanpa arti. Pria itu menarik Agatha ke dalam dekapannya, membaringkan tubuh basah Agatha diatas tubuhnya. Pria itu menghela napasnya sejenak, menghirup aroma tubuh Agatha yang seperti harum bunga dan vanila yang bercampur. Pria itu mencium bibir Agatha pelan. Bibirnya bergetar, itu yang Agatha rasakan. Gadis itu menjawab ciuman dan lumatan Isaac, sebuah pengalaman pertama untuknya. Gadis itu duduk diatas tubuh Isaac dan menangkup kedua pipinya. Mencium dan membuka mulut Isaac paksa, ciumannya semakin dalam dan semakin ganas. Isaac membuka matanya untuk melihat kedua mata Agatha yang bersinar, menatapnya tanpa berkedip. Pria itu tidak mengerti apa yang ada di pikiran Agatha, tapi bibir lembut gadis ini menghipnotisnya masuk dalam kedalam napsunya. Agatha melepas pagutan bibir mereka untuk menarik napas. Isaac melingkarkan tangannya di pinggang Agatha, mendekapnya. Ia ikut tersengal-sengal. "Bisakah aku kembali ke sekolah, tuan?" Tanya Agatha tiba-tiba. Isaac mengernyit. "Kau masih sekolah?" Agatha mengangguk malu-malu. "SMA, kelas 3." Isaac mengernyitkan dahinya tapi kemudian kembali tersenyum miring, "Jadi darimana kau belajar semua skill-mu ini, hm?" Tanya Isaac sambil menyibakkan celana dalam Agatha, dan mulai mengelus daerah intim Agatha dengan dua jarinya. Agatha mendesah kecil, ketika merasakan sengatan yang segera menjalar di bawah sana. "Da.. Dari mantanku." Katanya. "Oh?" Tanya Isaac sambil meninggalkan kiss mark di sebelah bekas kiss mark yang ditinggalkannya tadi di leher Agatha. "Apa dia suka seks juga?" Agatha hanya mengangguk kecil sambil menggigit bibirnya. Wajahnya dipenuhi napsu dan Isaac suka ekspresi wajah itu. "Ohh.. mmh.. tuan ahn.." Agatha berusaha menepis tangan Isaac, tapi tenaga pria itu mendominasi Agatha secara signifikan. "Apa dia satu sekolah denganmu, Agatha?" Agatha kembali mengangguk. Isaac menang kali ini. Ia tidak bisa membuat Agatha berpaling darinya. Justru ia tidak mau Agatha berpaling darinya barang sedetik saja. Isaac ingin melihat semua ekspresi yang Agatha keluarkan dalam situasi apapun. "Kau suka milikmu diperlakukan seperti ini, 'kan?" Tanya Isaac sambil menyodok kasar dengan jemarinya ke dalam liang Agatha. Gadis itu memekik sambil menarik napas dalam, agak sulit baginya untuk mendapatkan oksigen untuk beberapa saat. "Tidak.. ahhn!" Agatha kembali memekok ketika Isaac kembali menyodok masuk kedalam milik Agatha. Isaac memutar tubuh Agatha supaya gadis itu bisa menatap indahnya kolam berenang rumah itu diterpa cahaya rembulan selagi Isaac menggali v****a Agatha dengan dua jarinya. Isaac mengangkat tubuh Agatha sedikit dan mulai memaju mundurkan kedua jarinya di dalam milik Agatha yang mulai panas dan perih. Agatha menumpu tangan kirinya di pundak kanan Isaac selagi tangan pria itu mulai membuka bra-nya. "Ahhnn.. tunggu berhentihh ohhn!" Isaac mulai memijit dan menjilat p****g p******a Agatha yang tegang dengan lidahnya selagi tangannya yang satu mencekik leher Agatha lembut dan yang satu lagi maju mundur ke dalam liang senggama Agatha yang mulai meneteskan cairan bening ke paha Isaac. "Kau hanya boleh seperti ini padaku saja." Geram Isaac. "Mengerti, sayang?" Agatha mengangguk cepat, mengiyakan. Isaac mempercepat tempo gerakan jari jemarinya di dalam milik Agatha. "Kau hanya boleh basah seperti ini ketika aku memperlakukanmu seperti ini. Mengerti Agatha?" Agatha hanya mengangguk saja. Meski menurutnya pernyataan itu tidak bisa menjanjikan apapun. Ia akan basah jika diperlakukan seperti ini oleh siapa saja. Itu hanya reaksi alami tubuhnya. Agatha meringkik dengan nada tinggi ketika ia merasakan sesuatu yang membuncah keluar dari liang senggamanya yang tanpa henti dikasari oleh kedua jemari Isaac. Agatha mengejan, tubuhnya tegang, ia merasakan full body orgasm. Isaac menatap wajah Agatha yang menatapnya dengan dua mata sendunya setelah orgasmenya selesai. "Kau hanya boleh memperlihatkan ekspresi sange-mu ini kepadaku." Kata Isaac. Agatha terkekeh kecil sambil memukul d**a bidang Isaac pelan, "Apaan sih." Katanya. Pria itu menyeringai lalu kembali mencium bibir Agatha dengan kasar. "Aku serius, Agatha." Kata Isaac sambil menangkap tangan kecil yang berani memukulnya tadi itu sambil menatap Agatha yang kini tidak bisa berpaling dari kedua binar Isaac. Mungkin karena cahaya rembulan malam itu, semua kelihatan sangat bercahaya di mata Agatha. "Kau tidak mau memasukkannya?" Tanya Agatha tiba-tiba. Isaac memukul p****t Agatha yang menyembul ke udara. "Kau semakin nakal." Kata Isaac yang tersenyum sambil membuka v****a Agatha lebar. Agatha bisa merasakan angin malam menyapu miliknya lembut. "Kau mau aku memasukkannya?" Bisik Isaac. Agatha memutar tubuhnya, kini berhadapan dengan Isaac. Bra-nya sudah tersingkap dan celana dalamnya hanya bergelantung di paha kanannya. Pemandangan yang menggairahkan terpampang di hadapan Isaac. Agatha melingkarkan kedua tangannya di leher Isaac dan mulai mencumbui bibir Isaac. Kali ini dia yang memulai percikan apinya. Suatu yang baru bagi Isaac, tapi ia menyukainya. Ia suka perempuan yang bisa mendominasi dirinya. Pria itu membiarkan Agatha melakukan semua hal yang dia mau kepadanya. Ia tahu setelah ini Agatha hanya akan bersikap dingin lagi padanya. Hal itu membuatnya sendu. Tapi meski kehangatan ini hanya akan dirasakannya di ranjang atau ketika ia berhubungan seks dengan Agatha; Isaac tidak apa-apa dengan itu. Selama Agatha bersedia untuk berada di sisinya, ia tidak apa-apa. *** Agatha bangun lebih pagi dari biasanya. Isaac mengizinkannya untuk pergi ke sekolah setelah semalaman pria itu menyiksa Agatha yang o*****e berkali-kali. Setelah satu bulan, akhirnya pria itu yakin ia bisa membiarkan gadis itu berkeliaran. Ia tetap harus membawa penjaga bersamanya, tentunya. Itu perintah absolut Isaac. Kay juga ditugaskan untuk memonitor Agatha habis-habisan. Pergaulan Agatha pun dibatasi. Ia tidak bisa dekat-dekat lagi dengan orang-orang yang berada di daftar Isaac. "Pakai ini," Kata Isaac sambil menyodorkan kartu kredit berwarna hitam. Agatha pernah melihat kartu itu di dompet ayahnya sebelumnya. Kartu paling kuat di realm-nya. Kartu dengan limit yang besar. "Untuk apa?" Tanya Agatha. Isaac hanya tersenyum lalu mencium kening Agatha lalu mengusap puncak kepalanya, "Kau 'kan perlu beli baju bagus juga." Kata Isaac sambil tersenyum. Agatha tertegun, tapi tetap menerimanya. Ia tidak membutuhkannya. Baju yang dbelikan Kay tempo hari itu sudah bisa mengisi penuh lemari pakaiannya. Agatha keluar dari mobil yang mengantarnya ke sekolah, meninggalkan Isaac yang duduk bersilang kaki. Baiklah. Agatha harus menyusun rencana. Apa yang akan ia katakan kepada teman-temannya setelah menghilang sebulan penuh. Baiklah. Oke. Agatha tidak bisa memikirkan rencana apapun. Semua urusannya diurus oleh orang-orangnya perusahaan Isaac. Agatha tidak tahu apakah orangtuanya diberitahu oleh pihak sekolah, tapi dilihat dari gelagat orang yang acuh tidak acuh sepertinya tidak ada gosip yang menyebar soal dia. Seorang cewek yang rambutnya diombre pirang kelihatan hampir mati ketika melihat Agatha masuk ke koridor sekolah yang masih sepi, "Agatha! Astaga, say. Aku kangen banget sama kamu! Seru banget sebulan gak sekolah! Gimana honeymoon-nya?" Katanya sambil memeluk Agatha erat. "Hah? Honeymoon?" Kedua mata Agatha membulat. "Iya, honeymoon. Katanya kamu kan nikah? Dijodohin papamu?" "Apa..?" *** Thankyou for the vote ya! ^^
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD