Long Intercourse

1224 Words
Agatha duduk bersimpuh di lantai. Tepatnya di hadapan Isaac yang duduk di sofa ruang tamu. Gadis itu menatap batang besar milik Isaac yang sudah berdiri tegak. Pria itu mengusap bibirnya sendiri sambil menunggu Agatha. Gadis itu menatap kepada Isaac yang tertegun melihat kedua mata Agatha yang menggelap. Pria itu mengenal mata sendu itu. Ia pernah melihatnya sebelumnya. Ia berdecak dan menarik rambut Agatha lalu mendekatkan kepala gadis itu ke batang miliknya. "Hisap itu," desis Isaac kepada Agatha yang menelan ludah, ketakutan. Agatha mulai menyentuh dan menggenggam junior milik Isaac dan membuka mulutnya perlahan. Pria itu melepas cengkeramannya di rambut Agatha dan kembali bersandar di sofa sambil mengadah, ia mulai menikmatinya. Kaki kanan pria itu mulai bergerak tak karuan, menghentak-hentak gelisah karena kenikmatan yang diberikan tangan Agatha di miliknya itu. Ia segera menatap Agatha tajam ketika gadis itu mulai memasukkan junior Isaac kedalam mulutnya. Meski gadis itu sedikit ragu langkah apa yang harus ia lakukan setelah itu. Agatha menggerakkan lidahnya dan mulai menjilat, mengulum dan memaju mundurkan kepalanya sedikit. Mulutnya tidak muat. Milik Isaac terlalu besar dan terlalu panjang untuk sepenuhnya dia masukkan ke mulutnya. Pria itu mendesis ketika merasakan tangan Agatha memainkan testikelnya serta berpaling dan menghisap kedua bola itu. Gadis ini sudah pernah melakukannya sebelumnya? Tanya Isaac kepada dirinya sendiri. Gadis itu terus berusaha memasukkan milik Isaac sepenuhnya ke dalam mulutnya, tapi tetap gagal. Isaac sadar Agatha sedang mengalami kesusahan. Ia tersenyum dan 'membantu'nya dengan menghentakkan miliknya supaya sepenuhnya masuk kedalam mulut gadis itu. "Ahh.. Sial.." Desisnya ketika seluruh miliknya berhasil masuk. Pria itu menahan kepala Agatha yang hendak bergerak menjauh supaya tidak kemana-mana dan mulai mengeluar masukkan miliknya di mulut gadis itu. Bahkan mulut gadis ini terasa seenak miliknya dibawah sana. Pria itu tersenyum melihat Agatha yang tersengal-sengal ketika ia mengeluarkan batangnya yang masih tegang. Wajah gadis itu memerah, matanya berair dan bibirnya kelihatan semakin ranum. Ia kelihatan berantakan dengan rambut cepolnya yang sudah longgar. Anak rambutnya lengket di pipi dan bahkan masuk kedalam mulut gadis itu. Pria itu menangkup pipi gadis itu dengan kedua tangannya dan membungkuk, mendekatkan wajahnya kepada wajah gadis itu. Pria itu menatap kedua manik mata Agatha tanpa berkata apa-apa lalu mendesah ketika gadis itu tiba-tiba meraih dan menaik turunkan tangannya di junior Isaac. Pria itu mengerang ketika Agatha menggerakkan kedua tangannya lebih cepat. Agatha kembali memasukkan batang Isaac ke mulutnya dan mengulumnya dalam sebelum pria itu keluar. Agatha melepaskan cengkeraman mulutnya pada junior Isaac dan memuntahkan cairan putih ke kedua tangannya yang terbuka. Gadis itu mengadah untuk menatap Isaac yang mengintip dari sela-sela jemarinya, penasaran apa yang akan dilakukan Agatha. Gadis itu juga bingung apa yang harus dilakukannya. Tidak ada tong sampah dan apa mungkin Isaac akan membiarkannya membuang cairan itu ke toilet. Tanpa lama berpikir gadis itu menjilat kembali cairan kental itu sampai kedua tangannya bersih dan menelannya dengan susah payah. Isaac menyeringai melihat Agatha berani melakukannya. Gadis itu menghela napas panjang karena akhirnya bisa mendapat oksigen yang cukup. Tapi Isaac ingin membuatnya gila juga. Pria itu mengangkat Agatha dan mendudukkannya di pangkuannya. Gadis itu diam dan melakukan semuanya tanpa mengeluh. Kelakuannya ini membuat Isaac leluasa untuk melakukan apapun kepadanya. Gadis ini patuh. Pikirnya takjub. Seperti anjing yang sudah diberi makan berkali-kali dan tidak punya tempat lain lagi selain di dekapannya. Pria itu menyibakkan gaun malam berwarna hitam yang dipakai gadis itu dengan mudah. Tidak ada celana dalam dipakai Agatha. Jadi pria itu dengan mudah menemukan daging yang dia tahu tidak berbalut apapun. Agatha menjatuhkan seluruh tubuhnya kearah Isaac ketika pria itu meraba dan memijit klitorisnya dengan pelan. Ia mendesah dalam napasnya, tepat di sebelah telinga Isaac yang merinding karena hembusan napas Agatha yang hangat. Pria itu mencium pipi Agatha lembut. Tangan kanannya menahan kepala Agatha agar terus beristirahat di pundaknya, sedangkan tangannya yang lain mulai masuk kedalam lubang Agatha yang sudah basah bahkan sejak ia mengulum milik Isaac. "Untuk seterusnya," Bisik Isaac, "Kau tidak boleh memakai celana dalam." Isaac memasukkan satu lagi jarinya kedalam liang senggama Agatha dan menghentakkan jarinya dengan cepat. "Mengerti?" Tanyanya. Agatha menganggukkan kepalanya dan segera menengadah ketika merasakan Isaac mulai memutar jari jemarinya dibawah sana. Isaac meraih kembali kepala Agatha dan menahannya untuk tetap bersandar di bahunya. Ia ingin mendengar desahan Agatha disebelah telinganya langsung. Isaac semakin mempercepat dan memperdalam jarinya di dalam milik Agatha. Gadis itu tidak bergerak namun sudah bertumpu di kedua lututnya. Tidak lagi duduk di pangkuan Isaac. Kedua tangannya yang tadi menekan d**a bidang pria itu kini sudah melingkar di tengkuk Isaac. Kepalanya masih bersandar di bahu Isaac meski tangan pria itu sudah bergerak ke pantatnya. Ia menghela napas dan menelan ludah berkali-kali. Ia mengerang, akan segera mencapai klimaksnya. Gadis itu menatap Isaac yang balik menatapnya. Suara decak di v****a Agatha dan desahan gadis itu hanyalah suara yang menggema di ruangan itu. Agatha tidak yakin ini pencapaiannya yang keberapa kali. Ia bahkan belum ada menginap semalam pun di rumah Isaac ini tapi ia sudah dipermainkan sampai luluh lantak seperti ini. Gadis itu mehempaskan kepalanya kebelakang ketika merasakan tubuhnya menggigil. Ia baru saja mendapatkan o*****e terdahsyat yang pernah ia rasakan. Air bening menyembur dari lubangnya yang penuh dengan jari-jari Isaac yang nakal. Pria itu melihat air yang mengalir di tangannya dan genangan air yang dibuat gadis itu di lantai marmernya. Ia benar-benar takjub dengan gadis ini. Dan juga dirinya. "Kau bisa squirting." Katanya dengan takjub. Napas Agatha tersengal-sengal ketika ia selesai dengan sensasi klimaksnya yang panjang tadi. Isaac melepaskan jarinya dari v****a Agatha dan membersihkan tangannya yang basah dengan kemeja putih yang masih dipakainya sejak tadi. Sudah berapa ronde mereka bermain? Isaac mengingat-ingat. Agatha ambruk pingsan di pundak Isaac karena lelahnya. Pria itu menangkap tubuh gadis itu dengan ikut membersihkan selangkangannya yang basah dengan orgasmenya yang dahsyat tadi itu. Isaac mengelus rambut kecoklatan Agatha sambil terus menyeka dan membersihkan paha serta daerah kewanitaan Agatha dengan lembut. Lalu pria itu mengangkat Agatha dan membaringkannya di kasur. Ia menghela napasnya dan memeriksa jam di handphonenya yang tergeletak di meja kecil di sebelah sofa. Pukul enam lewat sepuluh. Hmm. Mungkin ia masih bisa menghadiri rapat pukul tujuh. Tapi ia menoleh kepada Agatha yang tertidur dengan tenang dan segera membatalkan semua rencananya untuk keluar dari rumah. Isaac mencari kontak asistennya bermaksud untuk menghubunginya untuk memberitahu keberadaan Isaac. Namun kontak itu malah meneleponnya duluan. 'Kay' tertera di layar yang kini menggelap. "Kay. Ya. Halo. Tenang dulu, jangan teriak-teriak." 'Kau darimana saja?! Pesuruhmu semua tidak ada yang mau memberitahu posisimu!' "Ya, ya. Kay tolong belikan beberapa set baju perempuan dan kebutuhan perempuan yang lain entah apalah, aku juga tidak mengerti. Oh, dan pil kontrasepsi." 'Untuk apa? Salah satu p*****r kesayanganmu meminta?' "Bukan, sialan. Yang ini beda." 'Beda apanya? Pelacurmu selalu perlu sesuatu darimu, 'kan?' "Jaga mulutmu, anak setan. Aku sudah bilang ini bukan p*****r yang kubayar. 'Oh? Jadi yang sukarela datang padamu?' Isaac berdecak dan mengusap wajahnya kasar. Ia menoleh kepada Agatha yang bergerak untuk memutar badannya lalu kembali menatap lantai yang kosong. "Pokoknya yang ini berbeda. Jadi tolong.. lakukan saja apa yang kusuruh." Kay diujung lain mengiyakan dengan malas dan memutuskan sambungan. Beberapa orang dimeja panjang di ruangan sebelahnya menatapnya yang kelihatan marah dengan penasaran. Mereka berandai-andai akan percakapan seperti apa yang Kay rasakan dengan tuan muda Isaac sampai ia semarah itu, mungkin sesuatu tentang saham mereka atau mungkin karena Isaac menggores mobil mahalnya dan Kay malah disibukkan untuk memperbaiki masalah sepele itu. Apapun percakapan mereka, Kay kelihatan benar-benar kesal.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD