Zenith melangkah dengan tergesa-gesa keluar dari kamarnya, ada satu tempat yang akan ditujunya hari ini.
“Zenith, kau mau ke mana?” Seketika Zenith menghentikan langkahnya, dia menatap ke arah pemilik suara yang menyapanya yang tidak lain merupakan Alpha Eros, kakaknya. Dia bersama sang Luna tengah berada di ruang tengah dan tanpa sengaja melihat Zenith.
“Pergi berjalan-jalan.” sahut Zenith ketus, dia masih kesal dengan sang kakak dan kakak iparnya yang menurutnya sudah tak peduli lagi padanya.
“Lukamu belum sembuh kan? Sebaiknya istirahat saja, jangan dulu bepergian.” tambah Eros menunjukan kepedulianya sebagai seorang kakak.
“Rasa sakit pada luka-luka ini tidak sebanding dengan rasa sakit di hatiku, Kak. Lagi pula kakak tidak perlu berpura-pura peduli padaku.”
“Zenith !!” bentak Lilyan terkejut mendengar penuturan adik iparnya yang sudah berlaku tak sopan pada kakak sekaligus Alphanya.
“Kenapa? Tidak ada yang salah dengan perkataanku. Kalian berdua memang sudah tidak peduli lagi padaku. Jadi tidak perlu mengurusi urusanku.” ujarnya tegas seraya melenggang pergi mengabaikan panggilan kakaknya yang terus memanggil namanya.
Zenith sudah bertekad di dalam hatinya akan membalaskan sakit hati yang dirasakannya. Tak peduli meski dia harus meminta bantuan pada Rogue sekali pun. Hari ini dia akan pergi untuk menemui kawanan Rogue yang menetap di hutan Cruxs. Konon hutan itu sangat menyeramkan dan begitu banyak Rogue-Rogue buas yang tinggal disana. Zenith takut, tentu saja. Tapi rasa sakit hatinya jauh lebih besar dibandingkan rasa takutnya karena itulah dia bertekad tetap akan pergi kesana.
Letak hutan Cruxs cukup jauh dari wilayah Red Water Pack. Meski Zenith melakukan perjalanan dengan menunggangi kuda, membutuhkan waktu seharian hingga dia akhirnya tiba disana.
Dia tinggalkan kudanya di luar hutan karena tampaknya kudanya menolak untuk masuk ke dalam hutan. Kuda kesayangannya itu tampak ketakutan dan gelisah sejak mereka sudah berada di sekitar hutan. Akhirnya Zenith mengikat tali kekang kudanya pada salah satu pohon di luar hutan dan memutuskan masuk ke dalam hutan dengan berjalan kaki.
Hutan itu ditumbuhi banyak pohon tinggi dan berdaun lebat. Sangat gelap dan terdengar suara-suara aneh yang membuat Zenith harus susah payah menahan rasa takutnya. Hawa dingin yang berhembus di dalam hutan membuat Zenith kedinginan, meski sebagai bangsa werewolf, dia mampu menghangatkan dirinya sendiri tapi tetap saja hawa dingin itu menusuk kulitnya hingga menembus tulang-tulangnya.
Menghiraukan segala keseraman dari hutan Cruxs, Zenith tetap melangkah mantap masuk semakin dalam.
Semakin jauh dia menelusuri hutan, semakin menyeramkan dia rasa. Bahkan kini dia mendengar suara lolongan serigala saling bersahut-sahutan. Tak dipungkirinya, dia sangat ketakutan karena harus menemui kawanan serigala yang terkenal dengan kebuasan dan kekejamannya. Mendengar suara lolongan mereka, dia tahu perjalanannya akan segera menuju akhir. Disaat bersamaan dia pun mau tak mau harus siap untuk berhadapan dengan para Rogue. Dia sadar pasti tidak akan mudah meyakinkan mereka untuk membantunya, tapi dia rela melakukan apapun agar mereka bersedia membantunya.
Langkah demi langkah dia telusuri, hingga tiba-tiba langkahnya terhenti karena sekawanan Rogue yang ingin ditemuinya itu, bermunculan dari balik semak-semak liar. Mereka dalam wujud serigalanya mengelilingi Zenith dengan tatapan berkilat penuh hasrat untuk menerkam Zenith. Air liur mereka menetes tampak menjijikan.
Zenith panik, dia melangkah mundur untuk menghindari kawanan Rogue yang masih saja bermunculan. Namun tak ada celah baginya untuk melarikan diri. Di depan dan di belakangnya serta di samping kanan dan kirinya sudah dikelilingi oleh kawanan Rogue yang kapan pun siap menerkamnya.
“A-aku datang kemari untuk menemui Alpha kalian. Tolong jangan sakiti aku.” ucap Zenith cepat-cepat mengutarakan tujuannya datang ke wilayah mereka sebelum mereka menyerangnya.
“Untuk apa kau ingin menemui Alpha kami?” tanya salah satu Rogue dalam wujud serigalanya.
“Aku ingin memberikan penawaran bagus padanya. Penawaran kerja sama.” Zenith menatap dengan cemas, dia khawatir para Rogue tidak mempercayainya dan justru menerkamnya tanpa sempat dia bertemu dengan Alpha mereka.
“Kau ini sebenarnya siapa? Kau cukup berani menawarkan kerja sama pada Alpha kami?”
“Namaku Zenith, aku adik dari Alpha Eros. Alpha Red Water Pack.” jawabnya tegas. Tampaknya nama sang kakak cukup dikenal oleh kawanan Rogue itu karena mereka tak menunjukan sikap ingin menerkam lagi begitu mengetahui identitas Zenith sebagai adik seorang Alpha dari Pack yang cukup besar.
Satu persatu kawanan Rogue itu melakukan shift dan berubah menjadi wujud manusia. Detik itu juga Zenith mengembuskan napas lega karena sepertinya dia akan diberi kesempatan untuk menemui Alpha para Rogue itu.
“Ikut dengan kami!” titah salah seorang Rogue yang langsung diangguki Zenith.
Zenith melangkah mengikuti para Rogue yang berjalan di depannya, meski dia pun harus bersabar dan tetap tenang karena cukup banyak juga Rogue yang berjalan di belakangnya seolah mereka sengaja memantau pergerakan dan tingkahlaku Zenith. Dia sadar kawanan Rogue ini masih mencurigainya.
Mereka membawa Zenith memasuki sebuah gua. Gua yang cukup luas dan terang karena terdapat obor di sepanjang dinding gua. Gua itu sunyi hingga langkah kaki mereka terdengar begitu menggema.
Satu per satu kawanan Rogue membubarkan diri, hingga tersisa satu Rogue saja yang masih memandu jalan untuk Zenith.
Langkah mereka terhenti di depan sebuah pintu batu. Rogue itu menekan sebuah batu kecil yang menempel di samping pintu, lalu tiba-tiba pintu itupun terbuka dengan sendirinya.
“Masuklah, Alpha kami ada di dalam.”
“Hmm... maaf, siapa nama Alpha kalian?” tanya Zenith karena dia memang tidak mengetahui nama sang Alpha.
“Alpha Cezar.” sahut sang Rogue yang dibalas anggukan oleh Zenith. Sempat ragu sejenak, akhirnya Zenith melangkah masuk.
Dia sempat terlonjak kaget ketika pintu batu tiba-tiba ditutup dan menimbulkan suara gebrakan yang keras. Kini dia terkurung di dalam ruangan yang cukup luas dengan cahaya remang-remang. Hanya ada sedikit obor yang menyinari ruangan ini.
Zenith menggulirkan bola matanya ke segala penjuru ruangan untuk mencari sosok seseorang yang bernama Alpha Cezar. Jantungnya berdetak tak karuan karena aura di dalam ruangan terasa menyeramkan bagi Zenith.
“Siapa kau? Berani sekali masuk ke dalam ruangan pribadiku, apa kau cari mati?” Zenith tersentak kaget ketika sebuah suara baritone yang sangat berat dan menggelegar tiba-tiba mengalun di dalam ruangan.
Secepat mungkin dia menatap ke arah sumber suara, dia gemetaran ketika melihat sosok seorang pria yang tiba-tiba keluar dari kegelapan. Seorang pria bertubuh besar dan kekar. Wajahnya sangat mengerikan dan terlihat sangar serta bengis. Ada luka bekas cakaran di keningnya memanjang melewati mata kirinya hingga mencapai pipi kirinya. Mata kirinya pun tampak bolong seolah bola matanya pernah dicungkil keluar dari kelopaknya oleh seseorang. Jelas luka di wajahnya itu disebabkan oleh sebuah pertarungan.
Dia memakai jubah hitam yang menutupi pakaian kumalnya. Bola matanya yang tersisa berkilat berwarna merah dan aroma tubuhnya sangat busuk membuat Zenith nyaris tak sanggup menahan rasa mualnya.
"N-namaku Zenith. Aku adik Alpha Eros dari Red Water Pack. Aku datang ke sini karena ingin menemui Anda, Alpha Cezar.” sahut Zenith dengan suara bergetar menahan takut.
“Adik seorang Alpha. Ada urusan apa kau sampai berani menemuiku? Jangan pikir karena kau ini seorang wanita dan adik seorang Alpha maka aku tidak berani membunuhmu.” Zenith semakin gemetaran mendengar penuturan pria kejam di depannya. Tapi dia sudah tidak bisa mundur lagi, dia harus mengutarakan tujuannya datang mencari mati ke tempat terkutuk itu.
“A-aku ingin meminta bantuan Anda.”
“Meminta bantuanku?” sela Alpha Cezar dengan kedua alisnya yang saling bertautan tampak heran.
“Benar, Alpha. Aku membutuhkan bantuan Anda.”
“Hahahahaha....” Zenith yang mengernyit kali ini mendengar tawa lantang dari sang Alpha yang bagi Zenith terdengar seperti sebuah ejekan untuknya.
“Apa aku tidak salah dengar, kalian yang menganggap memiliki derajat lebih tinggi dari kami dan selalu memusuhi kami, tiba-tiba meminta bantuan kami? Terlebih Alphamu itu sangat pengecut hingga mengirim seorang wanita untuk menemuiku. Kenapa tidak kakakmu sendiri yang datang menemuiku?”
“Sepertinya Anda salah paham, Alpha. Bukan pack kami yang meminta bantuan Anda, tapi aku secara pribadi yang meminta bantuan Anda.” sahut Zenith menyadari bahwa sang Alpha telah salah paham dengan perkataannya tadi.
“Kenapa kau meminta bantuanku? Kenapa kau tidak meminta bantuan pada kakakmu yang seorang Alpha itu?”
“Karena kakakku tidak mau membantuku. Aku yakin jika meminta bantuan pada Pack lain pun, mereka tidak akan mau membantuku. Karena itulah aku memberanikan diri datang kemari karena aku yakin kalian pasti akan bersedia membantuku.” Cezar mencuramkan kedua alisnya tampak heran sekaligus mulai penasaran dengan bantuan yang dimaksud Zenith.
“Memangnya bantuan apa yang kau inginkan dariku?” tanyanya.
“Menyerang suatu Pack. Aku ingin meminta bantuan kalian untuk menghancurkan suatu Pack werewolf.” Cezar tersenyum sinis, dia cukup tertarik mendengar permintaan Zenith karena dia memang senang menyerang Pack lain dan menguasai wilayah kekuasaan mereka.
“Menarik, tapi belum tentu aku mau membantumu. Aku bersedia atau tidak membantumu tergantung dari pack yang ingin kau hancurkan.” Serunya membuat Zenith mulai was-was. Dia khawatir usahanya datang ke tempat itu akan berakhir sia-sia.
“Pack mana yang ingin kau hancurkan dan berikan alasan yang bagus hingga kau ingin menghancurkan pack itu?” tanya Cezar seraya menyeringai.
“Green Field Pack yang ingin aku hancurkan, dan alasannya...”
“Tunggu sebentar, maksudku Pack yang dipimpin oleh Black Zoro?” sela Cezar. Zenith mengangguk, dia senang karena Cezar tampaknya sudah mengetahui Pack yang ingin dihancurkannya tanpa perlu menjelaskan panjang lebar. Di saat yang bersamaan dia pun khawatir Cezar menolak untuk membantunya setelah mengetahui Pack terkuatlah yang ingin dihancurkannya.
“Hahahaha... ternyata pack itu yang ingin kau hancurkan. Kalau begitu tentu saja aku akan membantumu. Kau ingin tahu kenapa aku langsung setuju membantumu setelah mengetahui pack yang ingin kau hancurkan?” Zenith mengangguk karena dia pun penasaran ingin mengetahui alasan Cezar bersedia membantunya.
“Karena Black Zoro itu musuh besarku. Kau lihat luka di wajahku ini?” tanyanya seraya menunjuk ke arah bekas luka cakaran di wajahnya. Zenith kembali mengangguk.
“Dialah yang menciptakan luka ini. Dia juga yang membuatku kehilangan mata kiriku. Kau beruntung karena aku memang selalu ingin membunuhnya dan menghancurkan Packnya.” Zenith terenyak, sebenarnya dia tidak ingin pria yang dicintainya mati dalam penyerangan nanti. Dia hanya ingin menyerang pack itu untuk membuat Zoro dan para warriornya sibuk. Lalu dia berniat menyelinap untuk membunuh Yuren dengan tangannya sendiri.
“Katakan padaku kenapa kau juga ingin membunuh Zoro?” Zenith kembali terenyak, semua lamunannya buyar karena satu pertanyaan dari Cezar yang membuatnya gelagapan.
“S-sebenarnya aku ini kekasihnya. Tapi, dia mencampakan aku hanya karena seorang manusia. Aku tidak bisa menerima perlakuannya karena itu aku ingin membalas dendam padanya.” sahut Zenith. Cezar kembali menyeringai seraya melangkahkan kakinya mengitari Zenith. Tatapannya memicing menatap intens ke sekujur tubuh Zenith, dia menatap mulai dari ujung kepala sampai ujung kaki Zenith.
“Jadi kau ini kekasihnya?” Cezar bertanya, sesekali dia menjulurkan lidah tak bertulangnya dan menjilati bibirnya sendiri seolah dia merasakan ketertarikan pada Zenith setelah mengetahui dia kekasih Zoro.
“Begitulah.” Kesepuluh jari tangan Zenith saling meremas, entahlah... dia hanya merasakan sebuah firasat buruk ketika menyadari Cezar tengah menatapnya penuh hasrat.
“Jika diperhatikan kau memang cantik, wajar Alpha sombong itu menjadikanmu kekasihnya. Aku memang mengatakan akan membantumu menyerangnya tadi, tapi bukan berarti aku tidak mengharapkan imbalan darimu. Jadi imbalan apa yang akan kau berikan padaku?”
“Tapi, tadi Anda mengatakan dia itu musuh besar Anda, kan?” Zenith menyahut dengan panik, sepertinya firasat buruknya benar-benar akan terjadi.
“ Memang benar dia musuh besarku. Tapi tetap saja akan sangat beresiko tinggi menyerang packnya. Aku butuh imbalan yang setimpal untuk resiko besar ini karena aku pasti akan kehilangan banyak kawananku nanti.” Zenith meneguk salivanya bingung, dia memang sudah menduga sejak awal bahwa dia harus menyiapkan imbalan yang bagus untuk bisa membujuk para Rogue agar bersedia membantunya. Namun mendapatkan pertanyaan secara terang-terangan seperti ini, entah mengapa membuatnya bingung dan ragu.
“Aku akan menyerahkan wilayah Green Field Pack sepenuhnya pada Anda. Aku tidak akan meminta bagian sedikit pun.”
“Hahaha... jika kita berhasil merebut wilayah packnya tentu saja sudah pasti akan menjadi milikku. Sejak awal kau meminta bantuanku untuk menyerang mereka maka kau sama sekali tidak memiliki hak untuk mendapatkan bagian dari wilayah itu. Yang kumaksud sebagai imbalan tadi yaitu imbalan yang secara pribadi kau berikan padaku. Jadi, imbalan apa yang kau tawarkan untukku?” Zenith menggulirkan bola matanya semakin gugup dan panik. Dia sempat berpikir untuk menyerahkan sebagian wilayah pack yang dipimpin kakaknya. Tapi dia segera menggeleng menyadari dia tidak mungkin melakukan itu. Kakaknya tidak mungkin bersedia bahkan bisa saja dia diusir oleh kakaknya. Bagaimana dia bisa hidup jika diusir dari packnya sendiri?
“Sebenarnya aku tidak keberatan jika kau memberikan imbalan dengan tubuhmu. Cukup layani aku maka... aku akan menuruti keinginanmu untuk membunuh Black Zoro dan menghancurkan packnya.” Bagai tersambar halilintar, mungkin itu kiasan yang paling cocok untuk menggambarkan suasana hati Zenith saat ini. Mengorbankan tubuhnya, tidak... tentu dia tidak berpikir sampai sejauh itu.
Dia masih lah suci karena selama menjalin hubungan dengan Zoro, pria itu tak pernah sekali pun menyentuhnya. Tentu dia ingin kehormatannya diserahkan kepada pria yang dicintainya bukan pada pria kejam dan menjijikan seperti Cezar.
“Bagaimana, Nona Zenith? Jika kau setuju maka aku akan menuruti keinginanmu. Tapi, jika kau menolak, silakan pergi dari hadapanku sekarang juga.” Cezar berucap seraya menyeringai. Zenith berpikir dia tidak sudi mengorbankan tubuhnya. Dia pun berbalik dan hendak keluar dari ruangan itu. Tangan kanannya nyaris menyentuh pintu batu jika saja kata-kata Cezar setelah itu tidak membuatnya mengurungkan niatnya untuk pergi.
“Pergilah dari sini dan jangan harap kau akan keluar dari hutan ini hidup-hidup. Kawananku sudah menunggumu di depan, bersiap untuk membunuhmu.” Zenith berbalik kembali menghadap Cezar dengan bola matanya yang membulat sempurna.
“Kenapa Anda melakukan ini, Alpha?”
“Karena tidak ada orang yang akan selamat setelah dengan lancangnya memasuki wilayah kami.” Zenith menggeram marah yang tanpa diketahuinya justru membuat Cezar semakin tertarik padanya.
“Baiklah, aku setuju dengan permintaan Anda. Tapi sebagai gantinya Anda harus benar-benar membantuku.” ujar Zenith akhirnya menyerah, air mata meluncur mulus membasahi wajah cantiknya.
“Tentu, besok lusa akan ku pastikan kita akan menyerang Black Zoro dan packnya. Pilihan yang bagus Zenith, sekarang kemarilah...” Cezar merentangkan kedua tangannya seolah menantikan Zenith datang ke pelukannya.
Zenith melangkah mendekati Cezar dengan terpaksa, dia sadar kehilangan kehormatannya maka sama saja dia telah kehilangan Zoro untuk selamanya. Jika sudah begini maka dia semakin bertekad untuk melancarkan balas dendamnya dan tidak boleh gagal. Akan dia pastikan Yuren mati di tangannya. Jika dia tidak bisa bersama Zoro maka Yuren pun tidak.