BAGIAN 4

2113 Words
Pagi menjelang, matahari bahkan sudah menerangi seluruh alam dengan sinar teriknya. Sudah seharusnya setiap orang memulai aktivitas mereka pagi ini. Namun hal ini tampaknya tidak berpengaruh pada sepasang pria dan wanita yang masih bergumul di ranjang empuk mereka.  Yuren mengerjapkan kedua matanya ketika suara cicitan burung di luar tertangkap indera pendengarannya. Dia hendak beranjak bangun namun diuurungkannya ketika merasakan sepasang tangan kekar nan berotot tengah melingkar di pinggangnya. Dia menoleh ke arah pemilik sepasang tangan yang terlihat masih memejamkan kedua matanya. Deru napas teratur menjadi penanda betapa dia masih menikmati tidurnya.  Tatapan Yuren beralih pada keadaan tubuh mereka yang seketika membuat semburat merah menghiasi wajah cantiknya. Terhitung sudah satu minggu dia tinggal bersama kawanan serigala sebagai istri dari sang Alpha. Meski perasaan cinta belum tumbuh di dalam hatinya, tapi sejauh ini Yuren sudah menerima sepenuhnya perlakuan suaminya termasuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang istri untuk memuaskan hasrat biologis suaminya. Hanya saja satu hal yang Yuren khawatirkan, dia takut jika mengandung nanti. Bagaimana rasanya mengandung seorang anak yang bukan manusia melainkan werewolf seperti suaminya. Jujur membayangkannya saja sanggup membuat tubuh Yuren gemetar karena ketakutan.  Dia kembali mengalihkan tatapannya, kini fokus tertuju pada wajah tampan milik sang Alpha yang hingga detik ini masih betah memejamkan kedua matanya. Entah mendapatkan keberanian dari mana, Yuren mengulurkan tangannya ke arah wajah pria yang terlihat jelas masih terbuai dalam tidur panjangnya. Dia telusuri setiap inci wajah rupawan milik sang pria dengan jari-jari lentiknya, seolah dia tidak takut sepasang mata itu akan terbuka karena ulahnya.  Sang Alpha sangat tampan, dia akui itu tanpa keraguan. Seumur hidupnya Yuren tak pernah melihat pria setampan dan segagah suaminya. Dia juga sangat baik dan memperlakukannya dengan lembut. Tapi ada kejanggalan yang dirasakan Yuren, meski sudah berhari-hari menghabiskan waktunya bersama suaminya namun rasa cinta itu belum juga tumbuh di dalam hatinya. Dia tidak merasa jantungnya berdebar cepat ketika berdekatan dengan sang Alpha. Lebih tepatnya dia tidak merasakan apapun ketika menghabiskan waktunya dengan pria rupawan itu. Satu-satunya alasan yang membuatnya tetap bersedia berdekatan dengan pria itu hanya satu... yaitu dia mengingat statusnya sebagai seorang istri yang tentunya harus melaksanakan kewajibannya pada suami yang hingga detik ini belum bisa dia cintai.  Seulas senyum tiba-tiba tersungging di bibir Yuren ketika mengingat kekonyolan suaminya yang menantangnya taruhan. Jika mengingat hingga kini pria itu belum berhasil membuatnya jatuh cinta, Yuren semakin percaya diri bahwa taruhan itu pasti dimenangkan olehnya.  Yuren bergegas menjauhkan jari-jari lentiknya dari wajah Zoro ketika suara memalukan untuk didengar tercipta dari perutnya yang keroncongan. Jika dipikir-pikir memang sudah saatnya dia sarapan saat ini.  “Sepertinya ada yang sedang kelaparan.” Yuren terenyak kali ini mendengar suara baritone di sampingnya yang tiba-tiba menginterupsi kegiatannya yang tengah mengelus perut rampingnya yang kelaparan. “Hm, sepertinya begitu. Hei, sejak kapan kau bangun?” sahutnya seraya menautkan kedua alisnya meminta jawaban. “Sejak kau bergerak gelisah dalam pelukanku.” Sebuah jawaban yang membuat semburat merah di wajah Yuren kini menjalar hingga telinganya. Rupanya Zoro sudah terbangun dari tadi bahkan sebelum dia berani menyentuh wajahnya tadi. Yuren harus menahan malu karena tertangkap basah tengah mengagumi paras tampan milik sang Alpha. “Hahaha... tidak perlu memasang wajah seperti itu. Seperti yang kau tahu, aku ini milikmu jadi kau bisa menyentuh setiap inci tubuhku sesuka hatimu.” ujar Zoro, Yuren menunduk malu mendengarnya. Zoro mendekatkan wajahnya pada telinga Yuren dan membisikan sesuatu yang membuat Yuren mau tak mau harus menutup wajahnya dengan telapak tangannya karena terlalu malu. “Tentu termasuk wajahku seperti yang kau lakukan barusan.” bisiknya pelan di depan telinga Yuren hingga hanya Yuren saja yang mampu mendengarnya. “Bagaimana jika kita isi perutmu yang keroncongan itu agar dia berhenti mengeluarkan suara-suara anehnya?” Yuren tak menyahut, sungguh banyak hal yang membuatnya terlihat begitu memalukan pagi ini. Dia bergegas turun dari ranjang dan dengan gerakan cepat mengenakan pakaiannya. Sedangkan Zoro tersenyum kecil seraya menggelengkan kepalanya menatap ke arah istrinya yang terlihat begitu imut pagi ini dalam pandangannya.  Setelah menyelesaikan aktivitas mengenakan pakaian mereka, sepasang suami istri itu pun beranjak pergi keluar dari kamar mereka.  “Haah, aku bosan makan buah-buahan.” gumam Yuren pelan, namun sayangnya masih bisa didengar jelas oleh telinga tajam Zoro. “Kalau bosan memakan buah, kau bisa memakan daging seperti kami.” sahutnya enteng. Yuren melotot dan berekspresi jijik tak lama kemudian ketika di dalam pikirannya dia membayangkan tengah menyantap daging mentah seperti yang dilakukan para wolf, sungguh hanya dengan membayangkannya saja sukses membuatnya ingin muntah saat ini juga.  “Tidak, terima kasih. Dari pada memakan daging, aku lebih tertarik memakan ikan,” serunya seraya mengedikkan kedua bahunya. “Kurasa aku akan meminta Omega untuk menangkapkan beberapa ikan untukku.” tambahnya ketika sebuah ide brilian terlintas di benaknya. “Tidak perlu menyuruh Omega, biar aku yang menangkapkan ikan untukmu.” Yuren hanya tertegun dan tak bisa melakukan perlawanan apapun ketika Zoro tiba-tiba menarik tangannya mengikuti langkah sang Alpha yang entah akan membawanya kemana.  Yuren tertawa lantang ketika kini di depan matanya, dia melihat Zoro tengah masuk ke dalam air danau yang terletak di belakang markas utama Pack nya, untuk menangkap ikan. Dia terlihat cukup kesulitan mungkin karena ikan-ikan di dalam danau cukup lincah menghindari sergapannya. Seluruh tubuh Zoro basah kuyup termasuk rambut hitam legamnya yang tampak lepek karena tersiram air.  “Aku berhasil menangkapnya.” seru Zoro riang seraya dia mengangkat tinggi seekor ikan yang berhasil ditangkapnya setelah kurang lebih satu jam berada di dalam air danau. “Apa kau ini benar-benar seorang Alpha? Masa menangkap satu ekor ikan saja butuh waktu satu jam? Hahaha...” Yuren lagi-lagi tertawa lantang, tampak bahagia menertawakan suaminya yang sepertinya tidak terlalu handal dalam hal menangkap ikan. “Hei... dengar ya, aku ini seorang Alpha yang memiliki tugas berat di Pack ini. Tentu menangkap ikan tidak masuk hitungan menjadi bagian tugasku, seumur hidupku inilah pertama kalinya aku menangkap ikan untuk seseorang. Seharusnya kau berterima kasih padaku karena demi dirimu aku rela basah kuyup begini.” Zoro memasang wajah memelas yang tampak menggelikan dalam pandangan Yuren. Lihatlah... bukannya berterima kasih, Yuren justru semakin mengencangkan suara tawanya.  “Huuh, cepat makan ini!” titah Zoro tampak kesal seraya dia mengulurkan seekor ikan di tangannya yang masih bergerak-gerak berusaha melompat. Seketika tawa Yuren terhenti dan digantikan oleh tatapan memicingnya. “Kau menyuruhku memakannya hidup-hidup? Ooh tuan Alpha yang terhormat, jangan membuatku tertawa mendengarnya.” Kali ini Zoro yang memicingkan matanya. Dia tidak mengerti keinginan istrinya, memangnya apa yang harus dilakukannya pada ikan malang itu?  “Tolong pegangi sebentar, aku akan menyiapkan sesuatu untuk membuatnya agar layak dimakan oleh manusia sepertiku.” tambah Yuren. Dengan cekatan dia mengumpulkan beberapa ranting kering, membuatnya menggunung lalu menggesek-gesekan dua buah batu yang dipungutnya. Beberapa kali percikan api muncul akibat gesekan dua batu itu. Membutuhkan perjuangan keras dan kesabaran ekstra tinggi hingga akhirnya percikan api dari gesekan itu berhasil menciptakan api.  “Apinya sudah siap, jadi tuan Alpha bisa tolong tusuk ikan itu dengan ranting ini?” pintanya seraya dia mengulurkan sebuah ranting cukup panjang kepada Zoro. “Kau berniat membakar ikan ini?” tanya Zoro menatap iba pada sang ikan ketika Yuren hanya mengangguk mengiyakan. Meski pada akhirnya Zoro tetap menuruti keinginan sang istri, dia menusuk mulut ikan itu dengan ranting hingga menembus ekornya. Lalu menyerahkannya pada Yuren yang langsung diterimanya tanpa ragu.  “Kasihan sekali ikan itu, sudah ditusuk sekarang dibakar pula.” Zoro kembali menatap iba pada sang ikan ketika Yuren kini sedang membolak-baliknya di atas api. “Kehidupan ikan ini sudah berakhir sejak dia tertangkap olehmu. Diperlakukan sebaik apapun pada akhirnya nasibnya memang menjadi makananku pagi ini.” sahut Yuren acuh seraya tetap membolak-balikan sang ikan tanpa belas kasihan di atas api.  Setelah dirasa ikan itu matang, Yuren mulai menyantapnya dengan lahap. Zoro memperhatikan istrinya dengan seksama, menurutnya baru kali ini dia melihat istrinya selahap itu ketika sedang makan.  “Kau mau mencobanya?” tawar Yuren seraya dia mengulurkan ikan bakar ke arah Zoro. Seketika Zoro menutup hidungnya ketika bau angus yang berasal dari ikan itu terasa tidak nyaman di indera penciumannya. “Ini lezat sekali sungguh. Daripada kau memakan daging mentah, percayalah ikan bakar ini rasanya lebih enak.” tambah Yuren meyakinkan. Merasa mulai kesal dengan kediaman Zoro yang masih betah membekap hidungnya, akhirnya Yuren berinisiatif untuk menyuapi sang Alpha yang berstatus sebagai suaminya itu. “Cepat buka mulutmu!” titah Yuren dengan tangannya yang sudah penuh dengan daging ikan, kini sudah berada tepat di depan mulut Zoro. “Aku tidak mau, kau saja yang makan.” tolak Zoro kentara sekali dia enggan menyantap ikan bakar itu. Dia tak tertarik sedikit pun meski sekadar mencicipinya. “Ayolah buka mulutmu, kau tidak akan mati hanya karena memakan ikan ini. Jika kau tetap menolak maka malam ini jangan harap aku mengizinkanmu tidur bersamaku.” Tampaknya ancaman Yuren sangat berpengaruh, pasalnya akhirnya sang Alpha membuka mulutnya dan dengan pasrah menerima perlakuan Yuren yang tanpa belas kasihan memasukan daging ikan itu ke dalam mulutnya.  Dengan gerakan sangat perlahan Zoro mengunyah daging ikan itu. Awalnya ekspresinya terlihat enggan namun lama kelamaan berubah menjadi cengiran seolah dia mengakui bahwa kata-kata Yuren memang benar, daging ikan itu sepertinya cukup lezat di lidah tak bertulangnya.  “Meski baunya aneh tapi rasanya ternyata enak.” ucapnya yang hanya dibalas Yuren dengan dengusannya. Pagi itu pun Yuren harus rela berbagi makanannya karena sang suami tampak ketagihan ingin kembali disuapi olehnya. “Zoro, maaf mengganggu.” Baik Zoro maupun Yuren sama-sama memalingkan wajah mereka ke arah pemilik suara yang mengganggu kesenangan mereka.  Seorang pria gagah dan cukup tampan berdiri di hadapan mereka saat ini. Pria yang dari perawakannya terlihat seumuran dengan Zoro, mungkin sekitar 25 tahunan usianya jika diilustrasikan sebagai manusia.  “Siapa dia?” bisik Yuren di telinga Zoro ketika menyadari dia belum pernah sekali pun bertemu dengan pria asing itu. “Oh iya, sepertinya kalian memang belum bertemu. Dia Betaku, namanya Zayd.” ujar Zoro mengenalkan sosok pria di hadapannya. “Beta?” Yuren membeo, dia tak paham makna di balik kata Beta yang diucapkan Zoro. “Hm, maksudku dia ini wakilku. Biasanya dia mewakiliku jika aku tidak bisa hadir di beberapa pertemuan atau menggantikanku mengerjakan tugas-tugasku sebagai Alpha jika aku sedang sibuk. Dia juga sahabat baikku sejak kecil. Hmm... Zayd, dia Yuren... pasanganku.” Pria bernama Zayd itu membungkukan tubuhnya seolah memberi penghormatan pada Yuren ketika Alpha nya memperkenalkan pasangannya. “Senang bertemu anda, Luna.” ucap Zayd yang sukses membuat Yuren terenyak kaget, pasalnya inilah pertama kalinya ada orang yang memanggilnya Luna. “Oh iya, ada apa kau datang kemari?” tanya Zoro tiba-tiba teringat pasti terjadi sesuatu sehingga Beta-nya itu sengaja menemuinya di tepi danau.  “Sebenarnya aku ingin memberitahumu sesuatu. Red Water Pack meminta diadakan pertemuan dadakan denganmu untuk membicarakan beberapa hal penting.” Zoro menyipitkan kedua matanya tampak tak senang mendengar kabar yang diutakan Zayd barusan. “Bukankah pertemuan itu bisa diwakili olehmu? Tidak perlu aku langsung yang harus hadir, kan?” “Sebenarnya ada sedikit masalah di sini. Mereka tampak sedikit tersinggung karena tidak diundang di malam perayaan pernikahanmu. Mereka juga meminta jika tidak keberatan kau mengajak pasanganmu dalam pertemuan itu. Errr... mereka pikir sebagai bentuk pengenalan dengan pasanganmu.” Zoro mengepalkan kedua tangannya erat, kentara sekali dia kesal mendengar berita ini.  “Seperti yang kau tahu Pack mereka memberikan banyak keuntungan untuk Pack kita. Lagipula hubungan kerja sama kita dengan mereka lebih dekat dibandingkan dengan Pack-Pack lain, jadi kupikir lebih baik kau menuruti permintaan mereka. Ya, meski aku tahu alasanmu sengaja tidak mengundang mereka malam itu.” Zoro mengembuskan napas pasrah, dia mengakui kebenaran perkataan sang Beta. “Baiklah, aku dan pasanganku akan pergi ke sana untuk mengikuti pertemuan itu.” sahut Zoro akhirnya menyetujui. ***   Zoro dan Yuren sudah siap melakukan perjalanan mereka guna melakukan pertemuan di Red Water Pack. Bagi Yuren inilah pertama kalinya dia pergi mengunjungi Pack lain. Jantungnya berdebar cepat, dia khawatir terjadi sesuatu disana meski dia merasa aman mengingat Zoro akan selalu berada di sampingnya. Tidak mungkin bukan Alpha itu akan meninggalkannya sendirian nanti?  “Apa aku perlu menemanimu?” tanya Zayd. “Tidak perlu, kau gantikan aku disini selama aku pergi.” sahut Zoro tegas dan yakin. “Atau perlu mengirimkan beberapa Warrior untuk mengawal kalian?” “Itu juga tidak perlu, kami hanya pergi untuk mengikuti pertemuan bukan untuk berperang.” Zoro kembali menyahut seraya menggandeng tangan Yuren agar mengikutinya berjalan ke arah kuda yang akan mereka tunggangi. Namun tiba-tiba Zoro berhenti dan kembali menoleh kepada Beta-nya. “Hm, tapi untuk jaga-jaga, kurasa lebih baik kau menyuruh beberapa Warrior untuk mengawasi kami dari kejauhan. Jika terjadi sesuatu, aku bisa meminta bantuan mereka dengan mudah.” ujarnya merubah keputusan awalnya. “Baiklah, aku akan mengirim Arthur dan pasukannya untuk mengawasi kalian dari kejauhan.” “Arthur? Kurasa berlebihan hingga harus mengirimnya juga. Kirim saja Warrior biasa, tidak perlu Arthur.” Tolak Zoro, merasa terlalu berlebihan jika seorang pemimpin Warrior seperti Arthur harus ikut serta mengawasi pertemuannya. “Kau tahu alasannya Zoro, pertemuan ini bisa berubah menjadi sesuatu yang mengerikan. Terutama jika dia tidak bisa menahan emosinya ketika bertemu dengannya.” ucapan Zayd memang terkesan ambigu namun Yuren berani bertaruh, Zayd mengatakan itu dengan tatapan matanya yang tertuju pada dirinya. Yuren berpikir mungkinkah keberadaannya akan menimbulkan keributan dalam pertemuan itu?  “Yaah, kurasa kau benar. Baiklah kalau begitu, kirimkan Arthur juga. Ingat pastikan mereka mengawasi dari kejauhan jangan sampai Warrior dari Red Water Pack menyadari keberadaan mereka.” titah Zoro yang hanya ditanggapi anggukan oleh Zayd.  Zoro membantu Yuren naik ke atas punggung kuda hitamnya. Setelah dia duduk tepat di belakang Yuren, dia pun mulai menarik tali pelana kuda dan menendang sedikit perut kuda, memberikan isyarat kepada kudanya agar mulai berlari.  Di dalam benak Yuren, tak hentinya dia berdoa dan berharap agar tidak terjadi sesuatu yang mengerikan dalam pertemuan itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD