3

645 Words
Satu tendangan dari kaki panjang Vanya pun sudah mengenai perut Gavin. Seketika Gavin pun jatuh tersungkur ke lantai. Mulut Gavin mulai memuntahkan sedikit darah karena tendangan kuat dari Vanya tadi. "Dan ini balasan yang lo terima, saat lo meremehkan kemampuan gue," ucap Vanya. "Gue peringatin sekali lagi, jangan pernah main-main sama siapapun yang berasal dari sekolah gue. Jangan sampai lo habis di tangan gue! Gue gak akan segan-segan untuk bermain kotor saat lo yang memulai terlebih dahulu," ucap Vanya sambil beranjak meninggalkan Gavin yang masih tersungkur di lantai. "Urus dia, bawa dia ke rumah sakit kalau perlu!" titah Vanya kepada Regan dan timnya. "Siap Van!" jawab Regan dan timnya secara serempak. "Gue balik dulu," pamit Vanya sambil beranjak keluar dari gedung tua itu. Langkah kaki Vanya mulai membawa dirinya keluar gedung tua itu, Vanya berjalan dengan ekspresi wajah datang andalannya. Tanpa semua orang sadari, ada seorang pria bertubuh jangkung yang bersembunyi di sela-sela tembok besar gudang tua itu. Pria jangkung itu sudah merekam semua tindakan dan perlakuan Vanya di gudang tadi. "Revanya Putri Alexandra, kita tunggu tanggal mainnya. Lo akan menerima akibatnya saat lo dengan berani melukai kapten tim gue," ucap seseorang itu sambil mengeluarkan smirk misteriusnya. ****** Keesokan harinya, mentari pagi mulai menampakkan dirinya. Terik sinar mentari pagi itu pun mulai memasuki celah-celah ventilasi. Perlahan seorang gadis berwajah elok rupawan itu menggeliat di atas kasurnya. Siapa lagi jika bukan Vanya. Vanya mulai membuka matanya, mata hazel yang sangat indah itu mulai menjerjap beberapa kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke rentina matanya. Vanya segera bangun dari tidurnya dan terduduk di atas kasur dengan tangan kanan yang terangkat untuk menggaruk pelan pipinya. Pandangan Vanya menyapu seluruh isi dari kamarnya yang tergolong sangat mewah itu. Beberapa menit kemudian, Vanya mulai beranjak turun dari kasur king size miliknya. Kaki jenjang milik Vanya mulai menapaki lantai yang terasa sangat dingin itu. Vanya mulai melangkah ke arah balkon kamarnya yang tertutup oleh tirai panjang yang menjuntai ke bawah itu. Satu tangan Vanya terulur untuk membuka tirai yang menutupi pintu kaca menuju balkonnya. Setelah membuka tirai itu, Vanya mulai meraih engsel pintu kaca yang menjadi pembatas antara kamar dan balkon. Kaki putih Vanya mulai berjalan memasuki area balkon kamarnya, suara kicauan burung di pagi hari ini mulai terdengar di telinga Vanya. Angin pagi yang berhembus cukup kencang kini mulai menerpa wajah cantik natural milik Vanya. Hembusan angin yang membuat beberapa anak rambut Vanya yang tertinggal sedikit berterbangan. "Selamat pagi dunia," ucap Vanya sambil menghirup udara pagi seraya memejamkan matanya sejenak. Beberapa saat Vanya terdiam dalam posisi ini, akhirnya mata Vanya kembali terbuka. Senyuman tipis mulai terukir di bibir mungil Vanya. "Semoga berhasil menghadapi dunia untuk hari ini Van!" ucap Vanya menyemangati dirinya sendiri seraya mengulas senyuman tipis. Kini Vanya kembali memasuki kamarnya, mata Vanya melirik sekilas ke arah jam dinding yang terletak tinggi di dinding kamar bercat putih itu. Jam itu menunjukkan pukul setengah enam pagi, itu tandanya hari ini adalah rekor Vanya dalam bangun pagi. Dengan cepat Vanya meraih handuk dan mengambil seragam sekolahnya yang masih terlipat rapi di dalam lemari tiga pintu yang berada di kamarnya. "Gue mandi dulu deh," gunam Vanya seraya membawa seragam dan handuknya masuk ke kamar mandi. Gemericik shower air di kamar Vanya pun mulai terdengar di seluruh sudut kamar Vanya. Tiga puluh menit kemudian, pintu kamar mandi Vanya sudah terbuka lebar. Menampilkan sosok Vanya yang sudah siap dengan mengenakan seragam sekolahnya, walau penampilan Vanya tidak serapi gadis feminim lainnya. "Masih pagi, gue main handphone dulu aja," ucap Vanya sambil berjalan mendekati handphone yang terletak di atas meja belajarnya. Langkah kaki Vanya terhenti kala dia sudah sampai di meja belajarnya, tangan kanan Vanya terulur untuk menarik kursi belajarnya untuk dia duduki. Vanya duduk dengan santai di kursi belajarnya itu seraya memainkan handphonenya. "Gue berangkat lima belas menit lagi enggak masalah kali ya," gunam Vanya seraya menggulirkan beranda ** di handphone miliknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD